hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Fokus  

Koperasi Produsen Tetap Eksis di Hulu

SULARSO, mantan Dirjen Koperasi di era Orde Baru, suatu ketika membeberkan alasannya mengapa pertumbuhan koperasi yang masif di Tanah Air tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan anggota. Jawabnya, karena tidak banyak muncul koperasi berbasis produksi ataupun konsumsi yang sangat kuat melibatkan partisipasi anggotanya. Yang banyak tumbuh di negeri ini justru koperasi ‘ternak uang’ alias usaha simpan pinjam.

Di tengah deru pertumbuhan koperasi simpan pinjam yang masif, kiprah koperasi produsen bagaikan jarum di tengah jerami. Padahal, jika mengacu pada kemandirian ekonomi bangsa, koperasi jenis inilah yang seharusnya ditumbuhkembangkan oleh pemerintah.

Data Kementerian Koperasi dan UKM menyebutkan, 99,9% pelaku ekonomi kita adalah usahawan mikro kecil dan menengah. Sayangnya, potensi besar itu tak lebih dari hitungan di atas kertas. Aneka produksi dan kebutuhan rumah tangga masih diproduksi oleh negeri lain. Bahkan negeri dengan garis pantai terpanjang di dunia ini mengimpor garam.

Sepinya kiprah koperasi produsen berkorelasi positif dengan kebijakan pemerintah. Ambil contoh koperasi sawit, yang hanya berproduksi di sektor hulu atau sekadar menghasilkan tandan buah segar (TBS). Sementara produksi hilir atau turunannya dikuasai pabrikan besar, dan pengusaha asing. Padahal, koperasi sawit yang mampu memiliki pabrik pengolah sendiri TBS menjadi CPO pada gilirannya akan meningkatkan nilai tambah petani sawit.

Sejumlah nama koperasi berbasis produksi memang masih menunjukkan kinerja unggulnya, seperti koperasi susu, perkebunan atau perajin tahu tempe. Hanya tiga jenis produksi itu yang terlihat menonjol. Adapun koperasi lainnya seperti industri kerajinan rakyat, koperasi perumahan, atau koperasi yang bergerak di sektor ril, makin kehilangan gaungnya. Bahkan koperasi perajin batik yang pernah jadi tonggak kebesaran koperasi Indonesia kini tinggal monumen. Industri batik mulai dari kelas rumahan hingga skala besar menjamur di pelosok negeri, tapi kini tidak mudah mencari sebuah koperasi produsen batik.

Sesuai dengan namanya, anggota koperasi jenis ini adalah para produsen, penghasil, atau penyedia bahan baku untuk menolong kebutuhan anggota atau dipasarkan ke tengah masyarakat. Dengan kata lain, koperasi ini menghasilkan atau menciptakan barang, jasa atau produk yang dibutuhkan anggota dan masyarakat.

Kendati menunjukkan kuantitas yang menurun, segelintir koperasi produsen justru makin berkibar. Ambil contoh koperasi peternak sapi perah atau produsen susu yang tetap eksis dan berkembang pesat di Pulau Jawa. Demikian pula dengan koperasi tahu tempe ataupun petani sawit yang tetap menjadi tumpuan ekonomi anggotanya.

Koperasi produsen sejatinya menganut sistem pooling (pengumpul); berkewajiban menampung dan memasarkan produksi anggotanya. Koperasi hanya mengutip persentase harga penjualan yang disepakati bersama. Sedangkan keuntungan terbesar berada pada anggotanya. Itu sebabnya, eksistensi koperasi produksi selalu ditandai dengan partisipasi aktif anggota.

Melalui laporan utama ini, kami menyajikan 10 besar nama besar koperasi produsen yang tetap berkibar. Tentu saja, sejumlah koperasi produsen lainnya tidak kalah pamornya dengan data yang kami sajikan. Setidaknya kita dapat mengambil pelajaran bahwa peta jalan koperasi produsen di Indonesia memang masih sangat langka.

 

pasang iklan di sini
octa forex broker