hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Hukum, UMKM  

Kementerian UMKM Kawal Kasus Toko Mama Banjar: Pembinaan UMKM Harus Diutamakan

Kementerian UMKM Kawal Kasus Toko Mama Banjar: Pembinaan UMKM Harus Diutamakan
Persidangan kasus Toko Mama Banjar, di PN Banjarbaru, Rabu (6/5)/dok.Peluangnews/HO-Humas

PeluangNews, Jakarta – Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menunjukkan komitmennya dalam melindungi pelaku usaha kecil dengan hadir langsung mengawal penanganan kasus yang menimpa Firly Norachim, pemilik Toko Mama Khas Banjar. Sidang kasus UMKM asal Banjarbaru, Kalimantan Selatan ini digelar di Pengadilan Negeri (PN) Banjarbaru.

Utusan khusus Menteri UMKM, Staf Ahli Bidang Hukum dan Kebijakan Publik Reghi Perdana, yang hadir dalam persidangan menegaskan bahwa penanganan perkara hukum yang melibatkan UMKM, seperti kasus Toko Mama Khas Banjar, idealnya mengedepankan proses pembinaan.

“Perkara hukum yang menyangkut dengan UMKM, khususnya dalam kasus ini bisa mengedepankan UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Di situ jelas sekali bahwa proses pembinaan itu harus dan penting dilakukan,” ujar Reghi dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu (7/5/2025).

Lebih lanjut, Reghi mengingatkan bahwa Memorandum of Understanding (MoU) antara Kementerian Koperasi UMKM (sebelum dipisah) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang telah disepakati pada tahun 2021 masih berlaku hingga tahun 2026. Menurutnya, poin-poin dalam MoU tersebut bertujuan untuk mendukung pengembangan UMKM di seluruh Indonesia.

“Walau ada perubahan struktur kabinet, nomenklatur kementerian, tapi MoU itu masih berlaku,” tegasnya.

Kementerian UMKM menyatakan kesiapannya untuk mendampingi dan mencari solusi atas setiap permasalahan yang dihadapi oleh para pengusaha UMKM. Bentuk pendampingan ini meliputi pembinaan, pendampingan hukum, hingga menjalin kerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait lainnya. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk memajukan UMKM agar menjadi bisnis yang mapan, tangguh, dan memenuhi seluruh ketentuan yang berlaku.

“Perlindungan hukum juga sudah menjadi kewajiban yang harus dilakukan oleh Pemerintah, baik pusat maupun daerah, dengan landasan PP Nomor 7 Tahun 2021,” imbuh Reghi.

Reghi menjelaskan bahwa dari sisi perlindungan konsumen, sanksi tetap dapat diterapkan kepada pengusaha yang belum memenuhi ketentuan. Sanksi tersebut berupa sanksi administratif sebagaimana diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan UU Nomor 6 Tahun 2023.

“Sanksinya berupa denda, penghentian sementara dari kegiatan, produksi dan atau peredaran, penarikan pangan dari peredaran, ganti rugi, dan atau pencabutan perizinan berusaha,” jelasnya.

Kasus Toko Mama Khas Banjar bermula pada 9 Desember 2024, ketika personel kepolisian dari Ditreskrimsus Polda Kalimantan Selatan mendatangi toko milik Firly Norachim, dan meminta untuk menyegel produk-produk yang tidak memiliki label lengkap dan tanggal kedaluwarsa. Firly, yang mengaku tidak mengetahui peraturan tersebut sebelumnya, langsung mematuhi permintaan pihak kepolisian.

Namun, pada 11 Desember 2024, pihak kepolisian kembali melakukan penggeledahan dan penyitaan terhadap barang dagangan Firly yang sebelumnya telah disegel. Bahkan, penyitaan juga mencakup barang-barang di gudang yang belum diberi label dan tanggal kedaluwarsa karena masih dalam proses produksi dan belum diperjualbelikan.

Kasus ini dinilai bertentangan dengan semangat MoU antara KemenkopUKM dan Kapolri yang seharusnya mengedepankan pembinaan dan pendampingan terhadap pelaku UMKM, alih-alih tindakan penegakan hukum yang represif di tahap awal. Kehadiran Kementerian UMKM dalam mengawal kasus ini diharapkan dapat memberikan perspektif yang lebih berimbang dan solusi yang adil bagi pelaku UMKM. (RO)

pasang iklan di sini