checkup-dokter keuangan
checkup-dokter keuangan
octa vaganza
Opini  

Daftar

DI BAWAH tajuk relaksasi, paket ekonomi jilid 16 meluncur. Isinya, asing merdeka 100% memodali 58 bidang usaha sektor yang selama ini domain lokal. Izin PMA 100% itu merangkak dari 30%, ke 20%, ke 49%, ke 67%.Pintu dibuka untuk misalnya industri printing kain dan rajut, bidang usaha kemitraan kopra, kecap, kayu, susu kental, paku, mur, baut, crumb rubber. Itu semua domain koperasi dan UMKM. Lalu apa yang tersisa? Begitukah tafsir kedaulatan ekonomi versi ‘baru’ Nawa Cita?

Koperasi dan UMKM sejatinya hanya diperuntukkan bagi pengusaha nasional, sesuai Pasal 33 UUD 1945.  Mereka-lah satu dari tiga pilar perekonomian nasional.  Dua pilar lainnya—BUMN dan swasta—sudah digerogoti secara masif. “Tak ada negara yang pernah membuka sektor koperasi dan UMKM bagi asing. Di negara mana pun mereka dilindungi oleh pemerintahnya secara ketat,” ujar Darby Jusbar Salim, NKS Consult.

Secara mendasar, paket 16 ini bertentangan dengan Sila ke-5 dan pasal 33 UUD 1945. Ekses lanjutannya, jika ngotot dipaksakan, akan menghancurkan perekonomian sebagian besar anak bangsa. Patut dicamkan, sektor koperasi dan UMKM identik dengan tenaga kerja. Juga penangkal laju pengangguran. Jumlahnya 55 jutaan unit usaha. Karenanya, jika kebijakan ini tak segera dibatalkan, tuntas sudah ‘tugas’ liberalisme dan kapitalisme yang menugasi rezim Indonesia 2014-2019.

Dengan rilis Daftar Negatif Investasi itu, UMKM kita yang tamatan sekolahnya suma SMP ke bawah harus berkompetisi dengan UMKM yang dari Jerman atau yang dari Jepang. “Masa caranya tidak fair seperti itu? 90% anggota HIPMI adalah UMKM. Mau dikemanakan kami,” ujar Ketua HIPMI, Bahlil Lahadalia. Cobalah sedikit bernalar, dari 55 juta unit usaha grass-root, sekitar 31 juta bergerak di sektor pertanian. Dikaitkan dengan kebijakan jilid 12,  asing bisa mengelola persawahan dengan dana hanya Rp2 miliar di atas lahan 25 ha.

Padahal, dalam waktu berdekatan, Gubernur Bali, Wayan Koster, baru saja ‘membersihkan’ mafia toko Tiongkok. Mereka nihil manfaat karena eksklusif dan bertransaksi dengan Yuan—yang justru melumpuhkan usaha lokal. Keputusan Wayan Koster tegas: menutup usaha jaringan art shop dan travel agent (16 toko), yang berizin dan tidak berizin di Denpasar. “Aktivitas mereka tidak sehat dan merusak citra Bali bahkan Indonesia”.

Dihitung menyeluruh, dengan pengumuman paket jilid 16,  sudah 95 bidang usaha (sejak PP No. 44/2016) yang 100% boleh digarap PMA. Setelah dikepret Rizal Ramli—bahwa kebijakan ini liberal, menggerus pelaku-pelaku usaha kecil, enggak jelas dan terlalu jauh—daftar 58 item itu sepekan kemudian menyusut jadi 25 item, sekarang di-pending hendak dikaji ulang. Lha, belum matang kok disosialisasikan? Alangkah berbahayanya implikasi kebijakan amatiran buat seperempat miliar penduduk dengan model test the water, bukan?
Salam,

 

Irsyad Muchtar