Oleh: Eko Listiyanto
Peneliti INDEF
SECARA umum, sifat Daftar Negatif Investasi (DNI) harus lebih promotif dan bukan protektif. Itu harus disetujui. Namun kemudian hal tersebut diterjemahkan bahwa DNI benar-benar diperuntukkan bukan bagi sektor-sektor usaha yang selama ini menjadi “core” dari usaha domestik kita, atau sektor-sektor yang telah menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia.
Walau sifatnya promotif, usaha domestik yang core tadi tetap harus diproteksi. Negara lain juga, dalam konteks DNI, melakukan berbagai proteksi. Apalagi untuk sektor UMKM, belum saatnya untuk diberikan kepada investor asing 100 persen.
Sebab, selama ini dukungan pemerintah sendiri bagi UMKM masih terbilang kurang. Jadi, yang dikatakan selama ini sektor yang kurang menarik itu apakah karena dukungannya kurang ataukah memang kemampuan mereka untuk tumbuh itu sudah harus diisi oleh asing?
Menjadi tidak menarik itu tafsirnya bisa banyak sekali. Tidak berarti bagi domestik tidak menarik lalu asing boleh masuk, tentu tidak begitu tafsirnya. Jangan-jangan bagi domestik tidak menarik itu karena memang insentifnya kurang dan dukungannya juga lemah.
Misalkan dalam hal pembiayaan, untuk UMKM itu kecil sekali. Kami yakin di atas 50 persen pelaku UMKM itu menggunakan modal sendiri. Atau pinjam modal kepada lembaga keuangan di luar sistem perbankan.
Sehingga hal itu sudah menggambarkan bahwa dukungan dari sisi kelembagaan formal keuangannya saja UMKM sudah kalah. Jadi wajar kalau kemudian disebut kurang menarik, karena di situ tidak ada pendanaan memadai dari pemerintah.
Jadi kalau untuk melepas DNI harus lebih dulu dilihat tingkat urgensi nya bagi Indonesia. Meski ujung-ujungnya dengan DNI ini harapannya investasi masuk, dolar AS masuk dan rupiah menguat.
Hanya, secara hitungan neracanya saja sebetulnya ingin memperbaiki defisit current account. Tapi kemudian komponen current account itu banyak. Salah satunya, ketika neraca jasa susah untuk diturunkan defisitnya, atau neraca migas pun juga susah diturunkan defisitnya, maka yang dilakukan adalah menutup defisit tapi bukan dari penyebab defisit di current account itu, tapi dari menambah supply dolar AS di pasar dengan investasi.
Baik di neraca portofolio investment yang dipikat dengan suku bunga yang naik. Itulah kemarin kenapa BI menaikkan sukubunga ke 6 persen. Di sisi lain, ada lagi neraca modal nya yang dipikat dengan DNI yang dilonggarkan. Jadi, dari 54 sektor yang mau dilonggarkan, direvisi lagi menjadi hanya 25, itu gambaran dari betapa di internal pemerintah sendiri belum confident dengan langkah itu. Untuk UMKM sendiri, kami jelas tidak setuju jika UMKM dilepas ke asing, apalagi sampai 100 persen. Sebab, dukungan pemerintah untuk UMKM sendiri belum cukup memadai.
Hal lain, apakah dengan paket DNI dilonggarkan itu maka asing akan kembali menyerbu masuk ke Indonesia? Kami rasa tidak. Sebab, selama ini yang paling dikeluhkan asing itu bukan pada aspek proteksinya. DNI baru akan menarik investasi asing secara kuat kalau iklim yang lain atau lingkungan yang turut mendukung