Foto-fotonya muncul tak sesering perkebunan teh di Jawa Barat. Tapi, perkebunan teh ortodoks Kayu Aro, Jambi, membukukan dua rekor: tertua di Tanah Air, dan tertinggi kedua di dunia.
PEERKEBUNAN teh Kayu Aro bukan sekadar perkebunan teh biasa. Letaknya di Sungai Penuh, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Dikenal sebagai perkebunan teh ortodoks. Maksudnya, teh dari perkebunan Kayu Aro menjamin keamanan teh saat dikonsumsi karena memperhatikan prosedur pengolahan teh yang baik. Prosesnya tidak ditambahkan bahan-bahan kimiawi ke dalam ramuan teh, baik bahan perasa, pengawet maupun pewarna.
Teh ortodoks adalah nama lain untuk teh hitam. Inilah jenis teh yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Melebihi jenis teh lainnya yang kini diproses dan dikemas dengan canggih. Mengapa? Tak lain karena proses pengelolaannya (dipertahankan) konvesional, hampir tidak menggunakan teknik atau alat-alat modern. Untuk lebih menjaga kualitas teh hitam terbaiknya, para pekerja bahkan dilarang untuk menggunakan kosmetik ketika mengolah teh.
Terhampar di area seluas sekitar 2.500 hektare (tapi tertulis di booklet pariwisata Jambi seluas 3.020 hektare). Angka ini menjadikan Kayu Aro termasuk ke dalam kebun teh terluas di Indonesia. Berada di ketinggian 1.600 m dpl. Hanya satu peringkat di bawah Perkebunan Teh Darjeeling di India, Himalaya, yang ketinggiannya mencapai 4.000-an mdpl. Maka, posisi Kayu Aro berada di peringkat dua dunia. Tapi, tentu saja, Perkebunan Teh Kayu Aro tetap hijau sepanjang tahun, berbeda dengan di Himalaya sana yang sering tertutup salju.
Daun teh terpilih dipetik dengan menggunakan tangan. Tangan-tangan terampil ini membuat daun-daun teh muda tidak ikut tercabut. Diolah secara sangat tradisional, tanpa intevensi bahan-bahan kimiawi. Semuanya untuk menghasilkan teh kualitas terbaik. Teh kelas premium sejak kwartal pertama abad silam. Tak heran bila, sejak era kolonial, daun teh dari Kayu Aro begitu digemari Ratu Belanda dan Ratu Inggris.
Perkebunan teh ortodoks ini mulai dibuka di tahun 1925 oleh sebuah perusahaan Belanda, Namblodse Venotschaaf Handle Vereniging Amsterdam (NV HVA). Proses penanaman pohon teh pertama di area perkebunan ini dilaksanakan tahun 1929. Pembangunan pabrik teh pertama di kawasan Kayu Aro sendiri terjadi pada 1932. Pada waktu itu, pabrik ini mampu memproduksi pucuk teh sekitar 90 ton per hari. Pada saat ini perkebunan teh ortodoks Kayu Aro dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara VI.
Dari zaman kolonial Belanda hingga saat ini, teknik yang digunakan Kayu Aro untuk mengolah daun tehnya ini masih sama. Secara umum, ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi kualitas dari daun teh beberapa di antaranya adalah cara pemetikan, proses pengolahan daun teh, dan bahan mentah daun teh yang. Dan semua persyaratan itu terpenuhi oleh tanaman teh yang dihasilkan Kayu Aro.
Tahun 1959, melalui PP No. 19/1959 perkebunan ini diambil alih pemerintah RI. Pengawasan dan pengelolaannya dilakukan oleh PT Perkebunan Nusantara VI (PTPN VI), yang hingga kini merawat dan memelihara, memetikan pucuk teh, mengolahan di pabrik, sampai mengemas dan mengekspornya ke berbagai negara. Produksinya rata-rata 5.500 ton teh hitam/tahun. Teh ortodoks grade satu (teh unggulan) ini diekspor ke Eropa, Rusia, Timur Tengah, Amerika Serikat, Asia Tengah, Pakistan, dan Asia Tenggara.
Wajar saja jika nama perkebunan teh Kayu Aro tidak hanya populer di Tanah Air, di mancanegara pun keharumannya tak kalah semerbak. Hampir seabad sudah, bumi di lokasi yang sama menganugerahkan produk teh dengan kualitas yang sama, tak berubah. Generasi saat ini mewarisi kearifan tradisional itu dari generasi pendahulu. Moga begitu selanjutnya, hingga hal baik nan spesifik seperti ini terpelihara dengan baik dan berkesinambungan.
Perkebunan teh ortidoks ini juga dibuka sebagai tempat wisata. Wisata perkebunan teh memang bisa menjadi pilihan alternatif dalam mengisi waktu berlibur yang menyenangkan dan murah meriah. Tidak perlu mengeluarkan kocek sedikit pun alias gratis jika ingin menikmati keindahan alam pegunungan Bukit barisan dan mencium harumnya aroma teh hitam di lokasi ini.
Kayu Aro dapat dicapai melalui dua tempat transit: padang dan jambi. Waktu tempuh diperlukan untuk melakukan perjalanan sejauh 300 km, jika anda berangkat dari pusat kota Padang. Jarak sejauh itu biasanya ditempuh sekitar 7 jam perjalanan darat. Pilihan lain adalah dari Jambi. Jaraknya 434 km dari pusat Kota Jambi, dan memakan waktu 9 jam perjalanan darat. Jika dari Kota Sungai Penuh, jaraknya haya 32 km.
Di sini, traveler yang datang dapat mencoba wisata memetik daun teh. Para pekerja teh di sana pun akan menyambut kedatangan traveler dengan suka cita dengan ramah dan siap memandu. Kurang cukup sehari di sana, silakan bermalam di beberapa penginapan di sekitarnya seperti Homestay Pak Subandi, Hotel Yani, Hotel Aroma dan Hotel Matahari yang berada di Kota Sungai Penuh.
Berjalan kaki di celah-celah pohon teh umumnya dikemas dalam paket outbond. Tanpa acara resmi-resmian atau setengah resmi pun, anda bisa bikin tour atau outbond pribadi, dengan beberapa teman atau keluarga. Silakan nikmati perjalanan santai di sana. Mungkin berupa sebuah perjalanan singkat, atau ambil rute yang lebih menantang. Sebab, sejauh mata memandang terhampar pemandangan alam yang asri sejuk dengan kualitas udara yang bersih dan segar.
Promosi (untuk) berkunjung ke lokasi menarik ini acap didengungkan oleh Gubernur jambi. “Di kaki Gunung Kerinci, kita juga bisa melihat Perkebunan Teh Kayu Aro yang indah. Perkebunan teh tertinggi kedua di dunia setelah perkebunan teh Darjeling di Himalaya,” ujar Zumi Zola. Kapan-kapan, mampirlah ke perkebunan teh tertua dan terkeren di Indonesia ini. Akan menjadi pengalaman yang menyenangkan jika sekali waktu anda (sempat) berwisata ke sini.●(dd)