Peluang News, Jakarta – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyampaikan, sebagai upaya untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi generasi mendatang, Indonesia harus terus berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca.
Hal ini dikarenakan, kata Airlangga, Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) Indonesia sendiri pada 2030 telah mencapai 31,89% dengan upaya sendiri dan 43,20% dengan dukungan internasional, serta mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat.
“Untuk itu, akselerasi inovasi renewable energy dan transisi energi menjadi penting, karena energi adalah kontribusi utama dari gas rumah kaca di Indonesia yang mencapai 34 persen dari total energi gas rumah kaca. Karena suka-tidak suka, transisi hijau ini adalah upaya yang paling efektif,” ujar Airlangga di kawasan Depok, Jawa Barat, Kamis (29/8/2024).
Dia menjelaskan, untuk mendukung upaya transisi energi tersebut, pemerintah sendiri telah menerbitkan beberapa regulasi yang di antaranya yaitu Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK), yang diantaranya dilakukan melalui mekanisme perdagangan karbon.
“Bahkan, lada Februari 2023 lalu, pemerintah juga telah meluncurkan Emission Trading System (ETS) pada sektor pembangkit listrik dan telah meluncurkan Bursa Karbon (IDX Carbon) pada September 2023,” ungkap Airlangga.
“Skema perdagangan karbon pada subsektor pembangkit listrik ini berpotensi menurunkan emisi gas rumah kaca sedikitnya 100 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2030 nanti,” imbuhnya.
Selain itu, pemerintah saat ini juga sedang mengkaji PLTU yang akan diusulkan untuk dipensiundinikan (early retirement) dengan didanai melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP).
Yang di mana Indonesia telah mendapatkan komitmen dukungan pendanaan senilai USD21,6 miliar yang merupakan hasil dari KTT G20 Indonesia Tahun 2022.
“Indonesia bersama Jepang menjadi bidan kelahiran Asia Zero Emission Community (AZEC). Dan dalam AZEC itu chair dan co-chairnya (dari pihak) Jepang dan Indonesia, dan saya menjadi chair dan co-chair dari AZEC ini,” jelas mantan Ketua Umum Partai Golkar tersebut.
“AZEC minggu lalu kita baru second ministerial meeting di Jakarta. Dan tentunya ini menjadi pemilih, kurator dari proyek-proyek. Di dalam kurator kemarin seluruhnya kita sudah melihat ada 78 proyek transisi energi dari berbagai negara Asia dan 34 proyeknya itu dari Indonesia. Jadi kita berharap 34 proyek ini bisa mendapatkan dana JETP melalui AZEC,” sambungnya.
Tak hanya itu, pemerintah juga telah mendorong energi bersih dari bahan nabati melalui implementasi Mandatori Biodiesel.
Adapun program Mandatory B35 di Indonesia ini telah menjadi contoh sukses dalam rangka pencapaian SDGs yang menjadikan Indonesia sebagai negara yang berhasil menerapkan secara konsisten dalam kurun waktu delapan tahun terakhir dengan tingkat pencampuran tertinggi.
“Bahkan, saat ini Indonesia sedang menyiapkan untuk Mandatori B40 yang rencananya akan dikeluarkan Januari 2025,” ucapnya.
Airlangga menambahkan, saat ini Indonesia juga tengah menyiapkan Sustainable Aviation Fuel (SAF) untuk 5 persen dari penggunaan aftur yang diharapkan dapat menjadi negara supplier terbesar di ASEAN.