Peluang News, Jakarta – Kendati pertumbuhan ekonomi Indonesia melemah di kuartal II 2024, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menegaskan stabilitas sektor jasa keuangan tetap kuat ditopang pertumbuhan kredit perbankan. OJK mencatat pada Juni 2024, kredit perbankan tumbuh sebesar 12,36% secara tahunan (year on year/yoy) sebesar Rp7.478,4 triliun.
Sementara, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II 2024 sebesar 5,05%, lebih rendah dibandingkan triwulan I 2024 yang mencapai 5,11%.
“Memang pertumbuhan perekonomian kita sedikit lebih rendah, tapi sektor jasa keuangan itu tetap tumbuh kuat. Pertumbuhan kredit sampai bulan Juni mencapai 12,36%,” terang Mahendra dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK Juli 2024, Senin (5/8/2024).
Pertumbuhan kredit perbankan yang positif pada Juni 2024 didorong kredit investasi yang tumbuh 15,09% yoy, disusul oleh kredit modal kerja yang tumbuh 11,68%. Dua komponen dalam kredit tersebut dinilai menjadi pendukung mesin pertumbuhan ekonomi nasional di sektor riil. Peningkatan kredit perbankan diikuti kualitas kredit yang tetap terjaga dengan rasio kredit macet (non performing loan/NP nett sebesar 0,78% dan NPL gross tercatat 2,26% pada Juni 2024. Kemudian, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan sebesar 8,45% secara tahunan menjadi Rp8.722 triliun per Juni 2024.
“Kalau melihat data tadi, kami memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi sektor riil ke depan terjaga dengan dukungan dari kredit perbankan yang tetap kuat,” kata Mahendra.
Meski sektor jasa keuangan terjaga stabil yang didukung oleh tingkat permodalan yang kuat dan likuiditas, OJK tetap mewaspadai ketidakpastian global akibat meningkatnya tensi perang dagang dan geopolitik serta normalisasi harga komoditas global.
Mahendra menyebut perekonomian global secara umum terlihat melemah dengan inflasi termoderasi di tengah penurunan inflasi Amerika Serikat dan ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga Fed Funds Rate (FFR). Di Tiongkok, pertumbuhan ekonomi dikatakan melambat didorong melemahnya permintaan domestik di sektor properti dan tensi perang dagang dengan AS terpantau meningkat. Selain itu, OJK juga terus memantau perkembangan perang di Timur Tengah dan Ukraina.
“Di tengah kondisi pasar keuangan global yang bergerak mix itu, OJK tetap mewaspadai faktor-faktor risiko global yang berpotensi mempengaruhi sektor jasa keuangan dalam negeri,” tutupnya. (Aji)