hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Hukum  

Kejagung Usut Dugaan Korupsi di Pertamina, Kerugian Negara Rp193,7 Triliun

Ilustrasi: Gedung Kejaksaan Agung. YOUTUBE KEJAKSAAN RI

PeluangNews, Jakarta – Dugaan korupsi yang menimbulkan kerugian negara terus berlangsung. Jika sebelumnya korupsi terkait komoditas timah, kali ini Kejaksaan Agung mengungkap dugaan korupsi di Pertamina.

Dalam perkara ini, Kejagung menetapkan tujuh tersangka, salah satunya yakni Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan (RS).

“Tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus telah mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan tujuj orang tersangka.” Demikian dilansir dari keterangan resmi Kejagung, Selasa (25/2/2025).

Selain RS, enam tersangka lain yaitu Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional berinisial SDS, kemudian YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim, dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Dalam keterangan resmi Kejagung disebutkan, pada 2018 sampai 2023, pemenuhan minyak mentah dalam negeri seharusnya wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri, termasuk kontraktornya juga harus dari dalam negeri, sebelum merencanakan impor minyak bumi.

Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam pasal 2 dan pasal 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi untuk Kebutuhan Dalam Negeri.

Namun, berdasarkan penyidikan Kejagung, Riva dan tersangka SDS serta AP melakukan pengkondisian dalam rapat optimasi hilir (OH) yang dijadikan dasar untuk menurunkan readiness/produksi kilang.

Dengan demikian, produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap sepenuhnya dan akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang diperoleh dari impor.

Pada saat produksi kilang sengaja diturunkan, disebutkan Kejagung, produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS sengaja ditolak dengan fakta sebagai berikut; Produksi minyak mentah KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harga yang ditawarkan masih masuk range harga HPS.

Produk minyak mentah KKKS dilakukan penolakan dengan alasan spesifikasi tidak sesuai (kualitas) kilang, tetapi faktanya minyak mentah bagian negara masih sesuai kualitas kilang dan dapat diolah.dihilangkan kadar merkuri atau sulfurnya.

Saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan berbagai alasan, hal itu yang menjadi dasar minyak mentah Indonesia dilakukan penjualan keluar negeri (ekspor).

Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah. Dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang. Hanya terdapat perbedaan harga yang tinggi antara minyak impor dan minyak mentah dari dalam negeri.

Dalam penyidikan, pihak Kejagung menemukan fakta adanya pemufakatan jahat (mens rea) pada kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga antara tersangka SDS, AP dan RS dengan tersangka YF bersama DMUT/broker yakni tersangka MK, DW, dan GRJ sebelum tender dilaksanakan.

Disebutkan pula, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian “diblending” menjadi Pertamax. Tetapi, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.

Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax).

Padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung.

“Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” tambah keterangan itu.

Akibat beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, Kejagung memperkirakan telah mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun. []

pasang iklan di sini
octa forex broker