Tim karyawan Kamila Busana-Foto: DokumentasiKamila Busana.
DEPOK—Sejak masih sekolah di SMA dan melanjutkan pendidikan di Jurusan Biologi Universitas Negeri Jakarta, Risa Wahyuni, 40 tahun sudah terbiasa mencari uang sendiri dengan menjahit. Para guru di SMA dan para dosen adalah di antara pelanggannya. Pemasaran dilakukan dari mulut ke mulut.
Namun perempuan kelahiran 1978 ini mulai menekuni usahanya dengan serius pada 1978 dengan modal awal Rp3,5 juta. Usahanya sempat jatuh bangun.
Risa pernah mendapatkan bantuan modal dari sebuah BUMN untuk membuka toko baju di ITC Depok. Sayangnya lokasi kurang strategis dan produknya kurang diminati.
“Modal tidak kembali, baju-baju yang tersisa saya jual dan sebagian yang kasihkan ke orang-orang dekat,” kenang Risa.
Dia kemudian kembali ke usaha semula menjahit dengan brand Kamila Busana, yang diambil dari nama anak sulungnya. Usahanya kemudian berkembang hingga saat ini bisnisnya sudah mempunyai empat buah mesin jahit high speed, dua mesin obras, satu mesin lobang kancing dan satu mesin bordir. Kamila Busana menampung tujuh karyawan tetap dan tiga karyawan freelance.
“Alhmadullilah, setelah jatuh bangun, usaha saya sekarang lebih maju,” ucapnya.
Risa mengaku rata-rata dalam sebulan omzetnya di atas 30 juta rupiah, tetapi belum pernah mencapai Rp50 juta. Dalam satu hari Kamila Busana mampu melayani 8 potong pakaian dan sebulannya sekitar 200 potong. Kalau lembur dan masuk hari Minggu, maka produksinya bisa lebih banyak.
Risa mengaku banyak dibantu oleh UKM Center Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI. Setiap bulan ada kegiatan yang namanya bedah UKM, yang membahas segala hal berkaitan dengan bisnis.
Narasumber yang memberik masukan beragam, dari staf pengajar FEUI hingga pelatihan women will dari Google. Kelasnya lebih kecil hingga memungkinkan permalahan yang dihadapi dunia usaha terungkap.
Risa Wahyuni dan hasil jahitannya-Foto: Dokumentasi Pribadi.Selain itu para UKM binaan diikutsertakan dalam seminar diskusi yang melibatkan Bappenas dan Kementerian Keuangan. Dengan demikian para pelaku UKM seperti dirinya sedikit demi sedikit memahami ilmu ekonomi, manajemen dan keuangan.
“Ke depannya kami ingin lebih naik kelas menjadi butik. Kepada pemerintah kami berharap bantuan permodalan dan juga pendampingan,” harap Risa (Irvan Sjafari)