hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Revolusi Kebijakan Rekrutmen SDM dari Jawa Timur

sumber: Pexels.com

Hari ini (12 Mei), sebuah situs pencari kerja di Amerika Serikat mempublikasikan lowongan kerja dari jaringan perusahaan makanan siap saji McDonalds.

Pengumumannya seperti ini:

McDonalds Crew Member/Overnights $16/hr

McDonald’s 125 SE Laurel Street, Waukee, IA 50263

Looking for overnights shift!

Must be available to work any of the following hours: 7pm-3am, 8pm-4am, 9pm-4am.

STARTING PAY $14/HR

Posisi yang dibutuhkan adalah pelayan restoran untuk bekerja pada shift malam pada gerai McDonalds di kota Waukee, negara bagian Iowa.

Pada keterangannya terdapat beberapa hal tentang detail pekerjaan yang akan ditangani dan kompetensi dasar yang dibutuhkan. Tak diminta syarat gender, apalagi usia maksimal.

Di banyak negara maju, aturan rekrutmen tenaga kerja memang sudah semodern itu, di level posisi apapun. Tak ada lagi syarat semacam ini: ‘khusus wanita, usia maksimal 25 tahun, atau… berpenampilan menarik, memiliki kendaraan sendiri…’

Sejalan dengan kesadaran untuk membangun semangat ‘keberlanjutan’, Perusahaan di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia, memang sudah dkompor-kompori untuk mengadopsi prinsip DEI (diversity, equity, inclusion) dalam pengelolaan sumber daya manusianya.

Diversity (keberagaman). Menurut definisi PBB, keberagaman tidak hanya mengacu pada persamaan dan perbedaan yang terkait dengan karakteristik pribadi seperti usia, disabilitas, jenis kelamin, identitas gender, etnis, ras, agama, termasuk orientasi seksual dan orang yang hidup dengan HIV, tetapi juga persamaan dan perbedaan seperti nilai-nilai, gaya kerja, tanggung jawab pengasuhan, tingkat hierarki dan peran kerja.

Equity (Keadilan). Prinsip ini mensyaratkan institusi pemberi kerja (Perusahaan/pemerintahan)  mensyaratkan bahwa lingkungan kerja harus bebas dari praktik diskriminasi dalam bentuk apapun.

Inclusion. Sederhanya, inklusif adalah lawan dari eksklusif (tertutup, tidak mau menerima kelompok lain). Di Perusahaan atau pemerintahan, lingkungan kerja haruslah mengusung semangat inklusi.

Maka, Ketika pada 2 Mei 2025 Gubernur Jawa Timur menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 560/2599/012/2025 tentan penghapusan syarat usia kerja pada lowongan pekerjaan di wilayah Jawa Timurk kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya bertujuan untuk mengantisipasi meningkatnya pengangguran karena maraknya PHK massal. Jauh lebih dari itu, kebijakan itu sesungguhnya merupakan revolusi dari Jawa Timur untuk ‘mengompori’ wilayah lain di Tanah Air untuk melangkah lebih maju dalam mengelola kegiatan rekrutmen tenaga kerja.

“Ini banyak karyawan yang di-PHK karena perusahaannya harus tutup, dia sudah bekerja 20 tahun, mulai bekerja sejak usia 20. Berarti umumrnya sekarang 40. Kalau harus melamar kerja lagi kan susah karena terkena batasan usia maksimal di Perusahaan,” ujar Gubernur Khofifah.

Tentu jauh lebih dari itu manfaat yang bisa diperoleh.

Menariknya, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli juga memperkuat inisiatif Jawa Timur itu. Dia berharap tidak ada diskriminasi usia dalam proses melamar kerja. Menurut dia, semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk bekerja.

“Kami ingin tidak ada diskriminasi. Kami ingin semua lapangan kerja terbuka buat siapa pun,” ujarnya seperti dikutip Antara.

Untuk itu, Kemnaker akan menyisir peraturan terkait hambatan-hambatan yang serupa dengan batas usia kerja. Tujuannya untuk memperluas kesempatan bagi masyarakat ingin mencari pekerjaan.

Sayangnya, gagasan dan kebijakan yang revolusioner ini sepertinya tak sederhana juga implementasinya di lapangan. Wagub Jatim Emil Dardak menyadari hal tersebut. “Jangan sampai kebijakan ini hanya bisa jadi macan kertas. Kami akan memberikan contoh dengan menerapkan kebijakan ini di lingkungan pemerintahan daerah dan BUMD,” ujarnya.

Repotnya lagi, Mahkaman Konstitusi belum lama ini telah menolak gugatan  seorang karyawan swasta bernama Leonardo Olefins Hamonangan atas praktik ketentuan batas usia dalam proses melamar kerja.

Dalam sidang di MK, Leonardo menguji konstitusionalitas Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sayang, MK akhirnya memutuskan untuk menolak permohonan uji materi tersebut. Dalam pertimbangan hukumnya, MK beranggapan berdasarkan Pasal UU HAM tersebut, diskriminasi terjadi jika ada pembatasan, pengucilan, atau pelecehan yang didasarkan pada perbedaan manusia terhadap suku, agama, ras, etnik, kelompok, golongan, status ekonomi, status sosial, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik.

Jadi, menurut MK istilah diskriminasi tidak termasuk batas usia maksimal, latar belakang pendidikan, dan pengalaman kerja.

Masalahnya, seiring dengan beratnya situasi perekonomian, angka pengangguran di Indonesia juga terus meningkat,

Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah angka pengangguran di Indonesia per Februari 2025 mencapai 7,28 juta orang. Jumlah angkatan kerja per Februari 2025 mencapai 153,05 juta orang atau meningkat sebanyak 3,67 juta orang bila dibandingkan dengan Februari 2024.

Persoalan memang pelik, ada soal perusahaan yang tidak sehat, ada masalah ekonomi yang tidak baik-baik saja. Hampir setiap hari kita mendengar ada saja Perusahaan yang tutup, atau harus mem-PHK karyawannya, di industri apapun.

Tetapi, di luar itu, inisiatif untuk mengubah aturan batas usia ataupun gender dalam proses rekrutmen, ataupun dalam skala yang lebih lebar lagi, mengimplementasikan prinsip DEI, sudah menjadi political will bagi Perusahaan pemberi kerja.

Semoga saja inisiatif dari Pemprov Jawa Timur ini bisa mendorong revolusi dunia kerja di Tanah Air, bahwa tak boleh lagi ada restriksi dalam dunia kerja. Prinsipnya, semua orang boleh bekerja, tak peduli gendernya atau berapapun usianya. Syaratnya satu: yang penting mau kerja.

pasang iklan di sini