Modal sosial dan modal lunak (kredibilitas) cenderung diabaikan dalam mengkaji kewirausahaan. Mestinya, keduanya dikombinasikan dengan modal intelektual dan modal fisik.
SEDEMIKIAN sering kita mendengar perihal pentingnya enterpreneur atau wirausahawan bagi sebuah negara. Dipidatokan, diseminarkan, didesiminasikan, didiskusikan, ditulis dalam berbagai artikel. Intinya, makin naik populasi mereka, makin tinggi level kesejahteraan ekonomi sebuah negara. Standar untuk itu 2%.
Artinya, bila 2% penduduk yang berusia produktif mestinya pengusaha. Pada kenyataannya, akumulasi pengusaha di Indonesia baru 0,87% dari populasi (260-an juta jiwa). Fakta ini tentu masih sangat jauh dari harapan. Dan jika kesejahteraan di bidang ekonomi disadari sebagai tujuan negara, tingkatkanlah jumlah wirausahawannya. Bina, pupuk dan tumbuh suburkan etos enterpreneurship di berbagai segmen sosial. Khususnya pada pangsa usia muda.
Dengan segala kesungguhan daya upaya, naikkan secara terprogram rasio wirausahawan Indonesia yang kata Menkop & UKM, AAGN Puspayoga, angkanya 3,1 persen itu. Kejar Malaysia (5 persen), Singapura (7 persen), Cina (10 persen), Jepang (11 persen) dan AS yang 12 persen. Stop retorika gagah-gagahan, lalu masuk ke wilayah implementasi.
Yang kerap dipraktikkan, pemerintah cenderung meningkatkan jumlah wirausaha dengan menomorsatukan modal fisik (uang) dan modal intelektual (teori-teori bisnis). Ada dua hal yang cenderung tidak diperhitungkan, yakni modal sosial dan modal lunak. Modal sosial adalah jejaring bisnis; dan modal lunak adalah kepercayaan. Kedua hal ini merupakan aspek yang sangat penting untuk penguatan kelangsungan bisnis.
Apa itu modal maya? Tak lain dari gabungan sinergetik antara modal intelektual, modal sosial dan modal lunak. Modal sosial berkenaan dengan seberapa luas jaringan seseorang dalam menjalankan suatu bisnis. Modal lunak berkaitan dengan seberapa besar kepercayaan orang dalam berkolaborasi menjalankan bisnis. Modal intelektual tentunya kemampuan/kecakapan menjalankan bisnis. Sedangkan modal fisik itu sarana dan prasarana, termasuk di antaranya uang.
Diurai lebih lanjut, modal intelektual mencakup kemampuan seseorang menjalankan bisnis, termasuk kemampuan akademis, verbal (berbicara), ability dan spiritualnya. Modal sosial mensyaratkan keluasan jejaring bisnis yang dimiliki. Itu sebabnya, seorang pebisnis seyogianya memiliki banyak teman, pergaulan luas, dan mau ikut berorganisasi. Modal lunak (kredibilitas) bertalian dengan kepercayaan. Bahwa pelaku bisnis harus mampu memberikan kepercayaan pada setiap orang.
Ketiga modal maya di atas patut dikombinasikan dengan modal fisik, disiasati secara simultan dan terprogram dengan baik. Bisakah? Harus bisa. Sebab, pada dasarnya setiap individu memiliki potensi insani. Potensi ini merupakan basis karakter setiap individu. Termasuk di dalamnya kemapuan bersaing dengan beragam karakter mereka dalam menjalankan bisnisnya.
Modal maya boleh dibilang seperti lampu Aladin di zaman now.. Kreativitas dan inovasi, plus dukungan modal fisik, makin dibutuhkan. Modal maya perusahaan dapat dibangun melalui perwujudan serta pemanfaatan potensi insani dan kompetensi semua staf dan karyawan. Modal maya tidak memiliki wujud yang nyata. Modal maya cenderung bersifat terbatas. Modal ini akan bertumbuh kembang secara kuantitatif bila digunakan, dibagikan dan dimanfaatkan bersama orang lain. Efeknya terus berkembang seiring dengan jam terbang berwirausaha.
Dengan potensi insani dimaksudkan hal-hal abstrak yang mencakup: Semangat belajar, Kerja keras, Tekad memenuhi kebutuhan pelanggan sebaik-baiknya; Percaya diri; Kerja sama; Wawasan aspiratif; dan Wawasan etikal, yaitu memiliki harapan atau cita-cita yang kuat untuk mewujudkan nilai-nilai etika dan akhlak.●(Nay)