hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Fokus  

Kode Keras Resesi Dari Lantai Bursa

Penurunan pasar saham mencerminkan merosotnya kepercayaan global dan menimbulkan multiplier effect seperti pelemahan sektor konsumsi dan depresiasi nilai tukar. Daripada denial, pemerintah perlu memberikan sentimen positif untuk memulihkan kepercayaan pasar.

Bak petir di siang bolong, tiba-tiba Bursa Efek Indonesia melakukan penghentian sementara perdagangan saham (trading halt) selama 30 menit setelah IHSG terjun bebas lebih dari 5% pada 18 Maret 2025. Pada saat yang sama, bursa saham di kawasan Asia seperti indeks Nikkei 225 Jepang, Hang Seng Hongkong dan Shanghai Composite justu menguat.

Seperti diketahui, pada hari itu di sepuluh menit pertama pembukaan perdagangan, IHSG dibuka ke posisi 6.394,87 atau turun 1,19% (-77 poin). Kemudian anjlok sebesar 5,02% ke level 6.146 pada pukul 11.19 WIB sehingga perdagangan dihentikan sementara. IHSG kembali dibuka pada pukul 11.49 tetapi langsung terjun bebas turun 6% ke 6.084.

IHSG kemudian anjlok lebih dari 7% lebih ke posisi 6018,39. IHSG sedikit menguat kemudian dan ditutup pada posisi 6076,081 atau melemah 6,12% pada perdagangan sesi I, sebelum akhirnya koreksinya terpangkas signifikan pada penutupan perdagangan hari tersebut dengan IHSG berakhir turun sebesar 3,84%.

Tindakan penyelenggara bursa melakukan trading halt merupakan yang pertama kali dilakukan sejak pandemi Covid-19, lima tahun silam (lihat Box). Peristiwa di lantai bursa yang mengagetkan itu membuat sejumlah pihak mendorong pemerintah untuk mewaspadai ancaman krisis yang pernah memporak-porandakan Indonesia.

Terlebih data-data makroekonomi sejak Prabowo dilantik sebagai Presiden RI kurang menggembirakan. Ini dikonfirmasi dari hasil survei persepsi oleh LPEM FEB UI yang menyebutkan mayoritas ekonom berpendapat ekonomi Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Survei itu dilaksanakan pada periode 14-24 Februari 2025. Bahkan sebagian besar ekonom meyakini dalam tiga bulan mendatang akan terjadi kontraksi ekonomi disertai dengan kenaikan inflasi.

Menanggapi kejatuhan pasar saham, pemerintah tampaknya tidak mau ambil pusing, bahkan terkesan denial. Ini terlihat dari pernyataan Presiden Prabowo, “Pangan adalah hal utama. Harga saham boleh naik turun tapi (kalau) pangan aman negara aman,” kata Prabowo pada sidang Kabinet Paripurna di Istana Merdeka, Jakarta Jumat, 21 Maret 2025. (dilansir dari Tempo.co, 25 Maret 2025).

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapan Indonesia tetap berada dalam posisi yang baik dan jauh dari ancaman resesi.  Menko Airlangga mengutip data Bloomberg pada Februari 2025, yang menunjukkan probabilitas resesi Indonesia kurang dari 5%, jauh lebih rendah dibandingkan negara lain seperti Meksiko (38%), Kanada (35%), dan Amerika Serikat (25%).

“Fondasi ekonomi nasional solid, diversifikasi mitra dagang, dan hilirisasi yang terus diperkuat, Indonesia berpeluang besar menjaga stabilitas dan daya saingnya di tengah gejolak ini,” kata Airlangga, di hadapan awak media di Jakarta, (24 Maret 2025).

Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menolak jika ekonomi Indonesia dalam ancaman krisis. Menurutnya, saat ini ekonomi nasional masih dalam situasi normal. Penurunan harga atau deflasi yang terjadi karena merupakan intervensi pemerintah (administered prices). ” Ya bukan krisis karena memang didesain untuk turun,” kata Menkeu saat konferensi pers APBN.

Tindakan administered prices itu di antaranya diskon tarif listrik selama 2 bulan pada awal tahun ini, diskon pajak untuk tiket pesawat, hingga diskon tarif tol.  Terkait dengan banyaknya PHK karyawan di sektor manufaktur, perempuan yang pernah menjabat Direktur World Bank itu juga mengklaim kondisi manufaktur masih baik-baik saja hingga akhir tahun lalu.

Pendapat Menkeu benar bahwa manufaktur memang masih tumbuh positif. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, pertumbuhan industri pengolahan secara akumulatif tercatat sebesar 4,43%. Namun jika ditelitik lebih lanjut, sektor yang menyerap tenaga kerja sangat besar ini terus menunjukan tren penurunan kinerja.

Dari sumber yang sama, pada 2023 sektor manufaktur tumbuh sebesar 4,64% dan tahun sebelumnya sebesar 4,89%. Dengan tren yang terus menurun dan selalu berada di bawah pertumbuhan ekonomi itu, dipastikan penyerapan tenaga kerja juga berkurang.

Benarkah kejatuhan pasar saham tidak akan menggoyahkan perekonomian?. Sampai dengan akhir 2024, terdapat sekitar 6 juta investor ritel lokal dari total 14 juta investor di pasar modal. Kejatuhan harga saham dipastikan akan merugikan investor ritel tersebut dan berdampak pada ekonomi secara keseluruhan termasuk penurunan tingkat konsumsi.

Padahal selama ini, struktur perekonomian Indonesia terutama ditopang dari sektor konsumsi. Data BPS 2024, menyebutkan konsumsi berkontribusi sebesar 54,04% terhadap pertumbuhan ekonomi (PDB).

pasang iklan di sini