hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

TAFSIR DEMOKRASI EKONOMI

DALAM seminar nasional di Universitas Muhammadiyah Surakarta, 6 April 2019, salah satu panelis yaitu Dr. Revrisond Baswir menjelaskan bahwa ekonomi kerakyatan itu bukanlah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), tapi demokrasi ekonomi, ekonomi yang dirasakan oleh rakyat banyak.  Kerakyatan yang dimaksud adalah kedaulatan ada di tangan rakyat. Atas dasar semangat inilah kemudian pendiri bangsa menyusun Undang Undang Dasar 1945 Pasal 33 yang menyatakan  ‘Bumi, air dan kekayaan alam di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat’. Maknanya, merupakan tugas dan tanggungjawab negara untuk mensejahterakan rakyatnya. Disinilah urgensi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengelola dan mengolah kekayaan alam tersebut.  Lalu, keuntungannya akan digunakan oleh negara untuk mensejahterakan rakyat. 

Pada level daerah, ada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan pada level desa, ada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).  Kedua jenis badan usaha ini, adalah upaya-upaya untuk meningkatkan pendapatan daerah maupun desa, yang pada akhirnya akan digunakan untuk kemakmuran penduduk di daerah itu ataupun di desa itu. Badan usaha yang tidak dimiliki individu ini adalah upaya untuk mewujudkan demokrasi ekonomi itu sendiri. 

Lebih lanjut dijelaskan, Demokrasi ekonomi itu adalah dipindahkannya kekuasaan untuk mengambil keputusan dari pemilik modal ke masyarakat.  Sehingga, demokrasi ekonomi adalah anti kapitalisme. Tingkat penyelenggaraan demokrasi ekonomi itu ada dua, yaitu (1) tingkat kepemilikan dan akumulasi kekayaan yang meliputi: akses terhadap  tanah, rumah, pendidikan dan kesehatan, produk perbankan bagi kaum miskin, biaya pembentukan badan usaha, dan distribusi perolehan sumberdaya, dan (2) tingkat perusahaan yang meliputi koperasi dan BUMN, BUMD, maupun BUMDes. 

Dari paparan di atas, maka diketahui bahwa koperasi merupakan salah satu tafsir dari demokrasi ekonomi itu.  Koperasi merupakan usaha bersama berazaskan kekeluargaan.  Azas kekeluargaan itu adalah istilah dari taman siswa, yang menunjukkan bagaimana guru dan murid-murid yang tinggal padanya hidup sebagai suatu keluarga (bung Hatta, 1977). Artinya, ada kasih sayang, ada saling menolong dan saling membantu. Jadi, azas kekeluargaan bukan ditafsirkan asal keluarga yang berkonotasi nepotisme. Tapi, Siapapun dia, begitu menjadi anggota koperasi, maka sudah menjadi satu keluarga, dimana muncul sikap saling bantu dan tolong menolong dengan dasar kasih sayang (marhamah).  Saling bantu berdasarkan kasih sayang ini merupakan spirit dari Al-Qur’an surat Al-Balad ayat 17.

 Ada kisah menarik yang ditulis oleh Reza Aulia dalam Majalah Peluang Nomor 109 Edisi April 2019 berjudul ‘Koperasi Pekerja Berkibar di Barat’.  Dikisahkan Suami istri Gregory coles dan Linda pemilik perusahaan pengasuhan anak ‘A child’s Place’ di Queens New York, berniat menjual perusahaannya setelah 34 tahun sukses menjalankannya.  Namun broker mereka memberi saran berbeda.  Daripada dijual, bukankah lebih baik ditawarkan kepada karyawannya yang selama ini sudah bekerja di perusahaan tersebut?  Pemilik baru itu dapat membuatnya sebagai koperasi, tepatnya koperasi pekerja. Akhirnya Coles dan Linda mengalihkan sahamnya kepada karyawan mereka. Artinya, terjadi demokrasi ekonomi dimana terdapat pemindahan kekuasaan mengambil keputusan dari pemilik ke karyawan.  Jelas, dalam hal ini, Coles dan Linda adalah anti kapitalisme.  Upaya serupa pun diikuti oleh 300 perusahaan kecil Amerika yang kepemilikannya berpindah ke karyawan mereka.  Tampaknya, model koperasi pekerja ini bagus jika digalakkan di Indonesia, disamping koperasi-koperasi yang sudah ada. 

Menurut penulis yang juga menjadi panelis dalam seminar di atas, ada tafsir lain dari demokrasi ekonomi itu, yaitu : ekonomi zakat dan wakaf.  Maksudnya, ekonomi yang di drive oleh zakat dan wakaf.  Hal ini sudah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW 14 abad yang lalu.  Begitu Rasul hijrah ke Madinah, maka institusi yang pertama sekali dibangun adalah masjid.  Setelah masjid, Rasul membangun pasar dari wakaf.  Artinya, institusi kedua yang dibangun adalah institusi ekonomi yang berbasis wakaf. Di pasar wakaf ini, dibuat aturan yang memangkas inefisiensi biaya.  Aturannya adalah tidak ada pungutan bagi pedagang yang menjual barangnya di pasar itu.  Disamping itu, juga dibuat aturan yang mendorong produktivitas, dengan membuat aturan tidak boleh memesan tempat tertentu untuk berjualan di pasar.  Artinya, siapa yang datang duluan, maka dia yang berhak menentukan di lokasi mana dia berjualan.  Persis seperti masuk masjid, siapa yang masuk pertama, berhak duduk di shaf pertama.  

Bagaimana mewujudkan akses terhadap pendidikan? Lembaga-lembaga pendidikan dibangun dengan dana wakaf. Untuk membiayai sekolahnyapun dibuat usaha yang dikelola dengan wakaf produktif. Sebutlah yayasan Raudha yang menyewakan gedung perkantoran di Kuningan Jakarta dan menggunakan uang sewa itu guna membiayai pendidikan. Yang paling terkenal di dunia adalah universitas Al Azhar Mesir yang dibiayai dari hasil wakaf produktif, sehingga mahasiswanya tidak dipungut biaya baik untuk jenjang S1, S2 maupun S3. Cara lain dengan wakaf uang (endowment fund). Wakaf uang yang terkumpul didepositokan di bank syariah, lalu bagi hasilnya digunakan untuk membiayai pendidikan seperti memberikan beasiswa, pengembangan fasilitas pendidikan, dan lain-lain. 

Bagaimana mewujudkan akses terhadap kesehatan? Rumah sakit dan klinik kesehatan dibangun dari dana zakat dan wakaf. Sebutlah Rumah sakit RST (Rumah Sehat Terpadu) yang dikelola oleh Dompet Dhuafa (DD). Rumah sakit ini memberikan fasilitas gratis kepada mereka yang miskin.  Obatnya didanai oleh zakat.  Begitu juga dengan Rumah Sakit Mata Ahmad Wardi di Serang, yang dikelola oleh Badan Wakaf Indonesia. Operasi matapun bisa gratis bagi mereka yang miskin.  Rumah sakit dan klinik kesehatan ini sangat banyak yang dibangun dan dikelola dari dana zakat dan wakaf. Upaya ini merupakan usaha untuk mewujudkan demokrasi ekonomi. 

Demokrasi ekonomi yang bermakna ekonomi yang dirasakan oleh rakyat banyak, sejalan dengan ajaran Islam.  Dalam Al-qur’an surat Al-Hasyr, 59 ayat 7, Allah berfirman yang artinya ‘…agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu…’. Dengan koperasi, kepemilikan harta tidak bertumpu di orang-orang kaya saja. Dengan BUMN, BUMD dan BUMDes, keuntungan harta tidak hanya untuk orang-orang kaya saja.  Dengan zakat, orang-orang kaya memberikan sebagian hartanya untuk disalurkan kepada orang-orang miskin. Dengan wakaf, harta orang-orang kaya, diberikan kepada Allah melalui nazir, dan hasilnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk masyarakat yang memerlukan. Jadi, dari 14 abad yang lalu, Islam sudah menerapkan demokrasi ekonomi lewat zakat dan wakafnya. Sudahkan Anda berkoperasi, berzakat dan berwakaf untuk mewujudkan demokrasi ekonomi?

pasang iklan di sini