hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Mencerdaskan Kehidupan Bangsa

Oleh: Tan-Sri Zulfikar Yusuf

 

Membuka catatan lama tentang apa yang pernah disampaikan oleh Ibu Meutia Hatta (Guru Besar Antropologi UI) pada Rapat Dengar Pendapat Umum, Panja RUU tentang Kebudayaan, 23 Februari 2011, menarik untuk diangkat di sini mengenai “Bung Hatta” dan “mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Barangkali tulisan ini bisa ikut memperingati hari lahir Bung Hatta 12 Agustus 2024 ini.

Alkisah, Ibu Meutia menanyakan kepada Bung Hatta, apa persisnya arti “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Kepada kami yang muda-muda, Ibu Meutia pernah menunjukkan meja di kediaman Bung Hatta tempat Bung Hatta ikut menuliskan kalimat patriotik panjang pada Pembukaan UUD 1945: “…kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…”.

Pada pertemuan antara seorang anak dan Ayahnya, yang tahun 1945 sebagai Wakil Ketua BPUPK (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan), sebagai Proklamator Kemerdekaan bersama Bung Karno, kemudian sebagai Wakil Presiden pertama Republik Indonesia, ditanyakan kepada beliau oleh sang anak (1973): “apa yang dimaksud dengan mencerdaskan kehidupan bangsa?”. Bung Hatta menjawab singkat: “agar bangsa Indonesia tidak berjiwa Inlander”.

Pada zaman kolonial penduduk Indonesia terbagi menjadi 3 golongan kasta, yaitu golongan Inlander (kaum pribumi terjajah) yang ditetapkan sebagai kasta terendah, golongan Vreemde Oosterlingen (kaum Timur Asing) yang berkasta menengah, dan golongan European (orang Eropa/kulit putih) sebagai berkasta tertinggi. Dengan Pasal 27 UUD 1945 Indonesia menghapus diskriminasi rasial yang memuakkan ini: “segala warganegara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan…”.

Penjelasan Bung Hatta itu mencerminkan pendapat beliau yang cermat, bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa adalah suatu “konsepsi budaya”, bukan konsepsi ragawi. Jadi mencerdaskan kehidupan bangsa bukanlah sekadar mencerdaskan otak bangsa, tetapi adalah upaya mengangkat harkat martabat

bangsa ini, sebagai upaya mempertinggi derajat kemanusiaan kaum inlander, yang sadar akan harga-diri dan jati-dirinya.

Barangkali hal ini relevan untuk kita bicarakan saat ini. Di zaman keti- dakmenentuan ini, tidak diragukan Indonesia yang telah merdeka selama hampir 79 tahun, telah melahirkan orang-orang pintar, yang dihasilkan oleh pendidikan tinggi nasional dan internasional. Tetapi banyak di antara orang-orang pintar ini yang secara moral dan etikal tidak cerdas kehidupannya. Mereka masih mengagumi dan merasa minder terhadap orang-orang asing. Mereka mudah tunduk kepada arahan Bank Dunia dan IMF yang tidak mengutamakan kepentingan nasional. Bahkan mereka sering dijuluki sebagai komprador- komprador asing yang mengabaikan nasionalisme dan kedaulatan bangsa.

Marilah kita memperingati hari lahir Bung Hatta serta memperingati cita- cita besar beliau untuk meningkatkan harkat martabat bangsa Indonesia, menanamkan rasa berdaulat atas dirinya dan mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa, tidak melakukan korupsi, tidak melakukan tindakan asosial yang memalukan dan tidak mengabaikan kepentingan rakyat.

Lebih dari itu mereka mampu berkarsa untuk mengolah sendiri kekayaan alam Indonesia yang melimpah untuk dipergunakan sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat. Dari sinilah derajat kemanusiaan bangsa Indonesia akan terangkat, menjadi cerdas kehidupannya setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

pasang iklan di sini
lunar new year 2025 lumire hotel