Bagaimana sebuah informasi getuk tular menyebar begitu cepat dan dahsyat? Mari kita ikuti kisah seorang penunggang kuda bernama Paul Revere dari Boston. Di kota kelahirannya, publik mengenal Revere (baca : Rivier) dengan banyak profesi, pengusaha sukses, pengarajin perak dan pembuat gravir. Ia juga seorang nelayan sekaligus pemburu, bahkan penggemar banyak kesenian. Pendek kata, Revere ada dimana-mana, merambah banyak bidang usaha dengan pergaulan luas. Namun dalam sejarah kemerdekaan Amerika Serikat, ia adalah legenda yang berulangkali dikisahkan kepada setiap siswa sekolah di Amerika Serikat. Predikat sebagai pahlawan nasional yang disandangnya bukanlah karena berperang mengangkat senjata, melainkan karena jasanya mengabarkan kedatangan pasukan Inggris melalui kode tertentu. “two if by sea, one if by land”. Dua pelita akan digantungkan di menara bel Christ Church jika pasukan Inggris datang melalui Charles River ke Cambridge, atau menggantung satu pelita jika mereka datang lewat darat melalui Boston Neck.
Maka kisah heroik yang terkenal itu dimulai ketika pada 18 April 1775 menjelang tengah malam, Revere memacu kudanya dari Charlestown menuju Lexington. Ia harus segera menyampaikan pesan penting kepada pemimpin revolusi John Hancock dan Samuel Adams akan adanya rencana penyerbuan tentara Inggris, besok pagi. Sebelum menjumpai pemimpin revolusi itu, Revere menyinggahi sejumlah rumah tertentu di setiap setiap kota yang dilaluinya. Memberi tahu para pemimpin gerakan kemerdekaan setempat tentang rencana penyerbuan tantara Inggris, dan meminta mereka meneruskan kabar tersebut kepada semua anggota milisi. Lalu, kabar itu pun menyebar bak virus ke seantero Boston. Hasilnya, ketika serdadu Inggris berbaris menuju kota Lexington pada pagi 19 April, mereka disambut perlawanan sengit yang terorganisir. Malcolm Gladwell dalam bukunya The Tipping Point menyebut kisah perjalanan malam Revere sebagai contoh paling terkenal untuk sebuah epidemi getuk tular.
Bagaimana para pemimpin revolusi itu bisa mempercayai Revere? Beralasan, karena ia memang sudah dikenal sebagai sosok dengan karakter yang kuat. Lagi pula, aksi heroik Revere tak hanya terjadi pada malam bersejarah itu. Dalam insiden yang dikenal dengan Boston Tea Party, pada 16 Desember 1773, Revere bersama 50 patriot lainnya berpakaian ala Indian menyerang kapal-kapal dagang milik Inggris di Pelabuhan Boston. Mereka membuang ratusan peti kayu bermuatan teh dari atas kapal sebagai bentuk protes terhadap monopoli serta penetapan pajak tinggi.
Ketika ketidakpuasan terus berlanjut dengan munculnya berbagai kelompok anti Inggris, Revere yang ringan langkah dengan cepat muncul sebagai mata rantai pergerakan. Ia memacu kudanya ke berbagai kota, seperti New York, Philadelphia atau New Hempshire membawa kabar dari satu kelompok ke kelompok lainnya. Akumulasi gerakan ini belakangan berujung dengan lahirnya kemerdekaan Amerika Serikat pada 4 Juli 1776.
Apa yang menyebabkan Revere dipercaya banyak orang, sehingga kabar yang disampaikannya secara getuk tular menyebar dengan cepat. Gadwell menilai Revere tak hanya membawa kabar sangat penting, tetapi ia telah membangun karakter sangat kuat, yang bukan sekadar prilaku artifisial. Lantaran itu ia dikenali publik dan dipercaya sebagai pengendara utama untuk Komite Keselamatan Boston, yang bertahun-tahun melakukan perjalanan ke New York dan Philadelphia.
Sebuah prosa liris ditulis oleh penyair Amerika Henry Wadsworth Longfellow (1807-1882) mengenang kisah kepahlawanan Revere, orang muda yang hidup di zamannya yang pas itu.
Listen, my children, and you shall hear
Of the midnight ride of Paul Revere,
On the eighteenth of April, in Seventy-Five:
Hardly a man is now alive
Who remembers that famous day and year.
(Irsyad Muchtar)