Oleh Teguh Boediyana
SAAT ini RUU Perkoperasian sedang dalam tahap pembahasan di Komisi VI DPR-RI. RUU ini nantinya setelah disahkan menjadi Undang-Undang akan menggantikan UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian yang sementara ini digunakan sebagai konsekuensi dibatalkannya UU No. 17/1912 tentang Perkoperasian oleh Mahkamah Konstitusi. Tugas yang diemban oleh Komisi VI dalam merumuskan Undang-Undang Perkoperasian tidaklah ringan, karena sudah menjadi anggapan umum bahwa koperasi adalah sokoguru perekonomian nasional.
Di antara berbagai aspek yang harus menjadi pertimbangan DPR-RI dalam merumuskan RUU Perkoperasian, tidak dapat dikesampingkan keberadaan blok-blok perdagangan bebas atau Free Trade Area yang berlaku sekarang ini. Saat ini Indonesia telah melakukan kesepakatan berlakunya perdagangan bebas dengan berbagai negara baik secara bilateral maupun multi lateral. Ikatan persetujuan tersebut antara lain dalam Asean Australia-New Zealand Feee Trade Area (AANZFTA), Asean Free Trade Area ( AFTA), Asean Korea Free Trade Area (AKFTA). Asean China Free Trade Area (AC-FTA ), dan yang terakhir adalah diberlakukannya Asean Economy Community (AEC). Persetujuan tersebut jelas memiliki konsekuensi yang tidak ringan dalam perekonomiana nasional karena utamanya terkait dengan kemampuan daya saing atas berbagai produk dan jasa yang dihasilkan oleh badan usaha yang ada di negara kita.
Patut diingat, bahwa kunci dalam menghadapi era liberalisasi dan globalisasi yang ada saat ini adalah: efisiensi untuk memperoleh daya saing yang setinggi-tingginya. Pertanyaan berikut, apakah para pelaku usaha khususnya usaha kecil atau menengah akan dapat mengambil peluang untuk memiliki efisiensi yang maksimal agar dapat memiliki daya saing yang tinggi ? Jawabnya singkat: Ya dan melalui wadah koperasi.
Selama lebih dari satu dekade ini banyak pihak termasuk pemerintah yang mengabaikan keberadaan dan peran koperasi sebagai instrumen yang seharusnya efektif untuk menghadapi pasar bebas dan globalisasi. Tidak mungkin Koperasi dapat berkembang hanya apabila ditangani oleh Kemenkop dan UKM. Perlu ada persepsi dan resonansi yang sama dari Lembaga atau Kementerian terkait untuk membangun koperasi.
Koperasi sebagai badan usaha yang pendiriannya didasarkan kesamaan kepentingan ekonomi para anggotanya sudah menyiratkan bahwa salah satu tujuan berkoperasi adalah untuk memperoleh efisiensi yang maksimal. Kebersamaan dalam wadah koperasi memungkinkan peningkatan skala usaha, meningkatkan efisiensi, dan membangun unggulan bersaing. Dalam UU No. 25/1992 tentang Perkoperasian, tersurat secara tegas pengertian koperasi adalah badan usaha sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat. Dengan pengertian sebagai badan usaha memberikan makna bahwa koperasi harus dikelola secara profesional dan menggunakan kaidah-kaidah manajemen dan ekonomi. Sebagai gerakan ekonomi rakyat memberi makna bahwa koperasi membawa misi kepentingan rakyat dan sebagai instrumen dalam ekonomi kerakyatan.
Apabila kita memahami sepenuhnya tentang koperasi dan dilandasi tekad untuk mewujudkan cita-cita nasional, maka sesungguhnya wadah atau organisasi koperasi dapat menjadi alternatif terbaik bagi anggota masyarakat ataupun usaha kecil dan menengah. Koperasi dapat menjadi wadah yang ideal yang menyatukan kekuatan-kekuatan kecil menjadi suatu kekuatan besar dan kemudian mendistribusikan kembali secara adil dari hasil yang diperolehnya. Ada tiga unsur yang menjadi kunci keberhasilan koperasi yakni : partisipasi anggota, efisiensi, unggulan bersaing.
Namun harus kita akui, koperasi sampai saat ini dapat dikatakan berjalan dengan terseok-seok. Permasalahan klasik yang selalu dilantunkan adalah kelemahan dalam aspek permodalan, pemasaran, manajemen, teknologi. Mungkin benar bahwa kelemahan dari aspek tersebut yang menjadi penyebab lambatnya pertumbuhan Koperasi. Tetapi ada hal yang sangat mendasar yang terlewat dari pengamatan kita semua. Mental. Tampaknya terdapat suatu kondisi umum dari mental dari para pelaku koperasi yang tidak match dengan tantangan era pasar bebas dan semangat membangun kebersamaan perekonomian rakyat. Ini erat kaitannya dengan pengabaian proses pembentukan watak bangsa di masa lalu dimana samasekali rakyat tidak dibangun mentalnya sebagai manusia Indonesia yang bermartabat dan mempunyai kepercayaan kepada kemampuan bangsa sendiri. Kita lebih diarahkan dan dididik sebagai “kuli” sebagai akibat penguasaan sebagian besar aset nasional oleh tangan-tangan tertentu dan asing. Banyak negara yang pada awal tahun 1970 mempunyai kondisi yang sama dengan negara kita sekarang telah jauh lebih maju. Contoh yang konkret antara lain Malaysia dan Korea yang sekarang tumbuh dan berkembang menjadi negara dan bangsa yang maju berkat keberhasilan pembangunan watak bangsa tersebut ditunjang dengan pendidikan sebagai salah satu prioritas. Adalah omong kosong kita siap menghadapi era pasar bebas tanpa ada kesiapan mental bangsa kita. Oleh karena itulah hendaknya disamping program teknis untuk pemberdayaan Koperasi, perlu pendidikan mental, pendidikan kewarganegaraan, dan pembangunan watak bangsa dijadikan keputusan politik yang harus segera dilaksanakan.
Kembali dalam konteks peran koperasi dalam era pasar bebas dan liberalisasi, kita yakin yakin bahwa apabila semangat berkoperasi membara di dalam jiwa para pengusaha kecil dan menengah, maka upaya untuk membangun efisiensi dan unggulan bersaing akan dapat dicapai. Dengan daya saing yang tinggi koperasi dapat masuk dalam arus liberalisasi dan era pasar bebas. Seandainya belum dapat masuk arus liberalisasi dan globalisasi saat ini, paling tidak koperasi harus mampu menjadi instrumen yang efektif dan berperan dominan dalam perekonomian domestik. Saat ini terdapat sekitar 59 juta usaha mikro, kecil, dan menengah, dan sekitar 150 ribu koperasi dengan status aktif. Suatu potensi ekonomi sangat luar biasa apabila diberdayakan. Melalui wadah koperasi, kita akan maju dalam kebersamaan dan bersama dalam kemajuan. Namum demikian untuk terwujudnya hal tersebut harus ada komitmen politik yang kuat dan tegas dari Pemerintah dan DPR-RI dan ini tertuang secara jelas dalam Undang-Undang perkoperasian yang saat ini dalam proses pembahasan.