hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Irsyad Muchtar

Suara gaduh di gedung bursa berumur sekitar 100 tahun itu memekakkan telinga. Harga saham jatuh deras, semuanya. Orang-orang mendadak jatuh miskin. Sebagian tidak siap menghadapi kenyataan buruk itu dan memilih menghabisi hidupnya di trotoar jalan sebagian lain melompat dari kamar apartemennya. Masa getir yang dikenal dengan The Great Depression itu sisi gelap dari sejarah kapitalisme Amerika.

Tak ada yang menyangka itu bisa terjadi. Tahun-tahun sebelumnya, yang tersiar adalah berita gembira. Menjelang 1929, ekonomi Amerika maju pesat seiring dengan kenaikan jumlah penduduk dari 76 juta pada 1900 menjadi 121 juta. Kota-kota besar dibangun, perumahan didirikan, juga industri. Lapangan kerja terbuka. Tingkat pengangguran cuma 3%, sementara upah riil meningkat sampai 20%. Gelembung busa optimisme itu memabukkan para pembeli dan pialang di bursa saham. Menjelang 1929, sekitar 10 juta orang ikut masuk dalam pasar surat berharga. Seperti ungkapan Kartunis Larry Gonnick, bursa saham bergejolak layaknya pertunjukan solo Louis Amstrong.

Demam spekulasi untuk segera menjadi kaya, melalui pasar modal menjalar ke seluruh Amerika. Kegilaan seperti itu, agaknya setara dengan kasus Compagnie du Mississippi di Prancis pada 1717. Dalam Bab Kredo Kapitalis, Sapiens, Yuval Noah Harari mengulas perusahaan ini mengobral janji muluk tentang kekayaan tak terhingga di lembah Mississippi yang sebenarnya hanya rawa-rawa dan sarang buaya. Lantaran para petinggi negara percaya maka sahamnya jadi rebutan. Bayangkan ketika dilepas di pasar perdana sahamnya dibuka dengan harga 500 livre per lembar. Kemudian jadi 2.750 livre pada 1 Agustus 1719, dan melonjak jadi 4.100 livre pada 30 Agustus. 5.000 livre pada 4 September dan mencapai puncaknya 10.000 livre pada Desember. Euforia menjalari jalan-jalan di Paris, orang-orang menjual apapun guna bisa membeli saham Mississippi. Mereka seolah sudah menemukan cara gampang menjadi kaya.

Hingga kemudian mereka dikejutkan harga saham itu bodong. Upaya pemerintah menyelamatkan du Mississippi dengan memborong saham bahkan mencetak uang baru tidak bisa menyelamatkan ekonomi Prancis. Kalangan spekulator besar memang tak begitu deras terguncang, namun investor kecil kehilangan segalanya dan banyak yang bunuh diri.

210 tahun kemudian di Wall Street, New York, kegilaan yang nyaris sama berulang, ketika jual beli saham sebagai jalan pintas menjadi kaya raya. Yang terjadi, orang-orang justru mendadak miskin dalam semalam, persis seperti yang dialami negara-negara di kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia di tahun 1998. Pemicunya gelembung uang panas (hot money bubble) dimana investor asing mengalihkan dana ke Asia Tenggara dengan harapan mendapatkan keuntungan cepat. Yang terjadi justru krisis ekonomi dan membuyarkan mimpi Asia Tenggara yang digadang bakal menjadi macan ekonomi Asia.

Mahattir Mohammad menuding spekulan George Soros sebagai biang kerok pemicu krisis ketika ia melepas Baht Thailand besar-besaran sehingga mata uang negeri Gajah Putih itu ambruk dan menimbulkan efek domino ke negara tetangganya.

Opimisme pasar yang mendorong tingginya spekulasi saham, mata uang dan properti, bisa kita petik dari era kelam yang pernah melanda perekonomian sebuah negara. Seperti du Mississippi 1719 akibat spekulasi harga tanah kota New Orleans di tepi sungai Mississippi, Depresi Besar 1929 spekulasi saham dan Krisis Monerter Asia Tenggara 1998 spekulasi mata uang. Di luar faktor eksternal itu, kesenjangan sosial dan buruknya sistem pemerintahan berkontribusi besar bagi lahirnya kegoncangan ekonomi. Sebelum Depresi Besar melanda, Amerika terlalu asyik berorientasi kota sehingga rapuh di satu sektor, pertanian. Analis menuding sektor ini, sepanjang tahun 20-an, adalah “si sakit” dalam perekonomian Amerika ketika di kota-kota, orang ramai berlomba jual beli saham.

Peristiwa Kamis kelam itu, boleh dibilang sebagai koreksi terhadap kebijakan pasar bebas, laissez-faire, maka negara perlu ikut campur dalam perekonomian, seperti anjuran John Maynard Keynes. Runtuhkah pasar bebas?

pasang iklan di sini