hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Solusi  

Wiranto, Jatuh Bangun di Bengkel Logam Sejak SMA

Relasinya ngemplang, Selain kredit macet di bank, dia waktu itu juga harus merawat ibunya yang sakit. “Saya tidak menuntut, hanya sekadar mendoakan semoga mereka ingat kalau punya utang,” ujarnya.

MERUGI ratusan juta rupiah, tidak membuat Winarto (43),  kehilangan semangat dan daya juang. Warga Desa Growong Kidul, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati itu tetap mengerahkan segala daya dan upaya untuk bangkit kembali, merawat bisnis pengolahan logam kuningan warisan keluarga.

Siang itu, rumah produksi pengolahan logam di Desa Growong Kidul RT 2 RW 3, Kecamatan Juwana, tampak sibuk. Di dekat pintu masuk di sisi selatan, enam orang perempuan, ibu-ibu, tampak sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ada yang merakit komponen kecil gerendel pintu. Ada pula yang menyortir kenop/handel pintu dan hak angin untuk kemudian mengemasnya.

Ruang produksi di sebelah baratnya bahkan tampak lebih sibuk. Ada puluhan pria dengan beragam pekerjaan pengolahan logam, mulai dari memotong besi, mengebor, menyepuh, menggerinda, hingga mencetak motif. Winarto alias Totok, pemilik rumah produksi pengolahan logam ini, mempekerjakan sekira 40 orang karyawan.

Puluhan pasang tangan terampil mereka setiap hari mampu menghasilkan antara 250 sampai 300 buah produk olahan logam aksesoris pintu dan jendela, di antaranya engsel pintu, handel pintu, gerendel, hak angin/jendela, dan kenop/tarikan laci.

Untuk sampai di titik ini, dia harus berulang kali tersandung dan jatuh. Bahkan pernah merugi sampai ratusan juta. Tapi, berapa kali pun jatuh, ia selalu berusaha bangkit. “Saya merintis usaha ini sejak lulus SMA pada 1998. Dulu ayah menjalankan usaha pembuatan keran air dari bahan kuningan. Menjelang lulus sekolah, ayah bangkrut karena melambungnya harga kuningan,” ujarnya.

Ia hidupkan lagi usaha itu setelah tutup hampir setahun. Dari awal merintis usaha hingga tahun 2010, ia mengalami pasang-surut. Hal ini antara lain karena harga kuningan yang tidak stabil. Tahun 2010 ini pula, ia kena tipu oleh sejumlah relasi. Barangnya dibawa, tapi nota tagihannya tidak dibayarkan. “Total saya hitung (rugi) sekitar Rp850 juta,” katanya. Sebagian besar relasinya menghilang.

Ia jadi bermasalah dengan perbankan. Selain kredit macet di bank, dia waktu itu juga harus merawat ibunya yang sakit. “Saya tidak menuntut, hanya sekadar mendoakan semoga mereka ingat kalau punya utang,” ujarnya. Pada 2014 Winarto mencoba bangkit. Baru mulai bernapas, pada 2015 langkahnya harus menjumpai batu sandungan besar lain: rumahnya terancam dilelang.

Titik balik terjadi begitu saja. Bersama relasi setianya, Winarto lalu berangkat ke Jakarta untuk mencari pemesan produk. Dia mendapat klien distributor besar di Jakarta yang ia sebut “bos”. Sosok bos itu hingga kini terus memesan produk-produk kuningannya dalam jumlah cukup besar. “Bahkan 80 persen alat yang saya miliki sekarang awalnya pinjaman modal bos saya,” ujar dia.

Kini, produk-produk logam buatan Winarto secara rutin dikirim ke Jakarta, Bekasi, Magelang, Semarang, dan Surabaya. Klien di Jakarta itu hingga kini masih jadi klien utamanya yang dia suplai barang hingga 70 persen dari total kapasitas produksi.

Kapasitas produksinya sekarang 250-300 biji tiap jenis produk logam. Omzet kalau pas rame satu pekan bisa Rp90 juta-Rp100 juta. Kalau pas sepi Rp60 juta-Rp70 juta,” ujar Winarto.

Saat masih tertatih-tatih membangkitkan kembali usahanya di tengah kredit yang masih macet, Winarto mengaku dibantu oleh Mantri dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Juwana I. Awal Juni 2023 ini, Winarto kembali mendapat pinjaman modal Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) dari BRI Unit Juwana 1 sebesar Rp250 juta.●(Zian)

pasang iklan di sini