BRITISH Cooperative Wholesale Society hanyalah sebuah kedai biasa-biasa saja. Pendirinya cuma sekumpulan buruh tenun dan pengrajin sepatu di Toad Lane, Rochdale Inggris. Di tengah gemuruh kebangkitan industri berbasis pasar bebas, kehadiran kedai yang kemudian dikenal dengan Rochdale Society itu nyaris tak bergema.
Pasar tengah marak dalam persaingan tanpa kendali, di mana setiap orang berlomba mencapai tingkat kemakmuran maksimal (maximum gain) dengan pengorbanan minimal (minimum sacrifice). Bapak Ekonomi Klasik Adam Smith menjuluki mereka homo economicus yang berkompetisi di tengah persaingan pasar tanpa kendali. Menurutnya, pasar harus dibiarkan bergerak liar tanpa intervensi pemerintah karena pada gilirannya bakal ada tangan tidak tampak (invisible hand) yang akan menteimbangkan supply and demand.
Maka di hari 21 Desember 1844 itu, ketika Rochdale Society menjadi cikal bakal koperasi modern pertama di dunia, ada sesuatu yang terasa aneh. Prinsip ekonomi dengan mengedepankan demokratisasi dan kesetaraan modal antar-anggota itu menjadi anomali di tengah faham Smithian yang mendewakan doktrin ekonomi laissez-faires.
Smith, filosof yang amat mengutamakan moral itu, hanyalah sosok yang melegalisasi kerakusan pelaku pasar. Antitesisnya belakangan muncul dari teori ekonomi sosialis Karl Max. Aktivitas ekonomi kata bapak kaum komunis itu, harus dikontrol oleh penguasa agar penumpukkan kekayaan tidak berada di satu golongan saja.
Jauh sebelum kelahiran Smith, di abad ke XVI para pedagang Eropa sudah saling sikut memperebutkan pasar jajahan di Hindia Belanda. Sebuah kongsi dagang bernama Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada tahun 1602 ternyata hanya dibangun oleh 17 orang saudagar Belanda. “de heren Zeventien” dari De Staten General.
Jika dibelakang hari “de heren Zeventien” dengan VOC nya menjadi perampok bengis, bisa dimaklumi karena sebagian besar mereka memang terdiri dari para petualang, gelandangan, penjahat dan orang-orang bernasib jelek dari seluruh Eropa yang mengucapkan sumpah setia kepada kerajaan Belanda.
Di tengah iklim persaingan pasar yang rakus itu gerakan koperasi lahir tetapi bukan untuk membangun tembok perlawanan. Rochdale Society tak lebih dari sebuah komunitas yang ingin menolong diri sendiri secara bersama-sama (mutual self-help) di tengah himpitan pasar yang rakus.
Apakah ia sebuah gerakan ekonomi? Sebagian orang sulit menjawab saat tahu bahwa koperasi dibangun atas dasar kumpulan orang, alih-alih kapital. Namun, ia juga bukan gerakan sosial karena di dalamnya terdapat pertukaran nilai ekonomi.
Maka kaum pemodal dengan enteng menempatkan koperasi sebagai penopang ekonomi subsisten yang pantas hidup di negeri jajahan, atau paling banter di negeri ketiga. Celakanya, asumsi itu hingga kini membenam kuat di benak para pengambil kebijakan negeri ini, bahwa koperasi tak lebih dari program belas kasihan pemerintah. Sementara di belahan bumi Barat, koperasi menjadi tulang punggung yang riil dari ekonomi rakyat, dan itu sudah berlangsung sejak seratus tahun silam. (Irsyad Muchtar)