‘Anti Mill Industrial Society’. Ini adalah asosiasi koperasi yang dibentuk oleh masyarakat miskin kota lantaran harga kebutuhan pokok yang melonjak. Kala itu pabrik tepung komersial di Hull, Yorkshire Timur Inggris, mematok harga tinggi sehingga sulit terjangkau oleh masyarakat miskin. Lantaran tak ingin nasib mereka dipermainkan oleh kaum kapitalis serakah, maka penduduk mendirikan sebuah koperasi masyarakat ‘Anti Pabrik Tepung’ pada 24 September 1795. Sejumlah dermawan lokal dan calon pelanggan mendanai pendirian pabrik yang jadi simbol perlawawanan itu.
Ini terjadi setengah abad sebelum orang mengenal Rochdale Society of Equitable Pioneers, sebuah perkumpulan yang tak bisa dinegasikan jika kita ingin bicara soal sejarah koperasi modern dunia.
Inggris menjelang akhir abad 18 memang tengah memasuki masa bergejolak antara peperangan dan kelaparan, sementara kaum kaya aristokrat hidup mewah berfoya-foya di atas penderitaan penduduk miskin. Anti Mill Industrial Society –yang mampu bertahan hingga satu abad– hanyalah salah satu perlawanan dari ketidakadilan dengan membentuk koperasi. Empat dekade sebelumnya, Jennifer Tann pengajar di Birmingham Business School, Universitas Birmingham dalam bukunya Agricultural History Review mengulas Corn-Milling Cooperative. Buku yang ditulis pada 1980 itu berkisah tentang sekelompok petani yang mendirikan koperasi pabrik jagung di tahun 1757. Di awali gagal panen (gandum) yang masif dan berkepanjangan akibat dampak perang Napoleon, maka berkoperasi menjadi pilihan untuk menolong diri sendiri secara bersama-sama (mutual self-help).
Pilihan yang sama juga muncul di Finlandia, The Society of Weavers pada 1761, organisasi koperasi pertama di era industri yang dibentuk oleh 16 orang penenun di desa Ayrshire, Fenwick.
Kendati demikian asal usul kelahiran koperasi tak melulu lantaran kemiskinan ekstrim.
Ia bisa muncul akibat dari perubahan sosial dan proses urbanisasi yang bergerak cepat di masa itu. Bahkan sebagian pebisnis mendirikan koperasi dengan berbagai motif, seperti persaingan harga, kongsi dagang dan representasi politik kaum pekerja. Pakem seperti itu berubah total sejak hadirnya ‘Rochdale Society of Equitable Pioneers’ yang berdiri pada 21 Desember 1844, dan menjadi jelas bagi kita bahwa ia bukanlah koperasi pertama yang lahir di Inggris.
Sebelum itu, puluhan bahkan ratusan koperasi sudah bermunculan. Ada yang bertahan cukup lama, bahkan The Society of Weaver Finlandia kembali eksis pada 2008, namun yang lainnya tak cukup bertahan lantaran kalah dalam persaingan pasar dan fondasi ideologis yang rapuh.
Lantaran faktor ideologis itulah kemudian Rochdale Society menjadi berbeda dan jadi acuan koperasi modern pertama di dunia. Penggagas utamanya, Robert Owen, jauh sebelumnya sudah dikenal sebagai pengusaha kaya filantropis dengan kontribusinya tentang jam kerja, perumahan karyawan dan perlindungan kesehatan kerja yang masih berlaku hingga kini.
Pergumulan Owen dengan koperasi sudah ia mulai sejak 1820-an. Pemikirannya tentang koperasi tersebar di berbagai media cetak dan juga berbagai ceramah yang dikunjunginya. Dan lantaran itu gerakan koperasi di Inggris belajar banyak dari tulisan-tulisan pemikir utama sosialis utopis ini.
Ekspresi praktisnya tentang bagaimana ideologi koperasi dibangun bermuara pada Rochdale Society yang kemudian melahirkan 8 Prinsip Rochdale yang hingga kini menjadi acuan para pegiat koperasi sedunia. Sayangnya, prinsip ke 8 tidak digunakan oleh International Alliance, yaitu Political and Religious Neutrality.
Di tengah iklim persaingan pasar yang rakus gerakan koperasi lahir, tetapi bukan untuk membangun demarkasi ekonomi juga tidak ingin bertempur dengan teori pasar bebas ala Smithian yang mendewakan doktrin ekonomi laissez-faire. Rochdale Society tak lebih dari sebuah komunitas yang sekadar ingin menolong dirinya dari himpitan pasar yang rakus itu.