Semangat survive disertai prinsip bisa dipercaya/amanah menjadi kunci agar bisnis tetap berjalan di tengah situasi sulit. Itulah pegangan hidup Randy Permana dalam berbagai situasi.
SEMPAT habis-habisan waktu awal pandemi. Agen perjalanan yang dibangun pada 2015 dan berjalan baik mendadak ambruk. Ia telah mengantarkan kliennya ke berbagai tempat. Sudah pula memberangkatkan ratusan orang ke banyak destinasi, di dalam dan luar negeri. Namun, wabah muncul pada akhir 2019, menyebar ke seluruh Asia dan Eropa mulai Maret 2020, meluas ke Amerika dan Australia.
Semua negara berlakukan lockdown. Perbatasan ditutup. Perjalanan antarnegara—bahkan antarkota—jadi sangat sulit. Jangankan tamasya, perjalanan untuk keperluan bisnis dan pengobatan saja butuh izin khusus. Alhasil, dunia traveling mati total. Travel agent Randy merugi sampai Rp200 juta. Itu uang pelanggan yang sudah kadung dibayarkan untuk membeli tiket dan akomodasi. Otomatis harus dikembalikan dengan cepat. Ia tidak mau membuat mereka menunggu. Padahal, kas juga sedang kosong.
Ada akal? Berutang ke bank. Langkah lainnya, menjual aset. Demi me-refund dana pelanggan, serta utang ke kolega bisnis. Dengan sikap seperti itu, pelanggan ataupun kolega bisnis Randy merasa tidak kecewa. Terjalin trust. Hingga, ketika ia membangun bisnis lagi, klien dan mitra usaha akan tetap datang kepadanya.
’’Mereka merasa saya amanah. Saya bertanggung jawab. Dan ketika saya mencoba menjual apa pun di saat pandemic, dengan trust yang terbentuk itu, mereka men-support sekali.. Ia yakin, kalau kita baik sama orang, maka hasilnya orang itu pun akan baik dengan kita.
Setelah menutup agen perjalanannya, di awal pandemi Covid-19 ia melihat peluang bisnis jasa penyemprotan disinfektan. Namun itu tidak bertahan lama. Dengan modal seadanya, ia coba bisnis kuliner bersama kawan lamanya. Ia memilih menu daging asap yang dipadukan dengan sambal khas serta nasi. Se’i Sapiku namanya. Penjualan kebanyakan dilakukan dengan sistem daring, karena mobilitas masyarakat dibatasi. Dari situlah momentum kebangkitan Randy.
Tahun itu masyarakat pas menggandrungi se’i sapi. Kebetulan juga, di Surabaya belum banyak yang menjual kuliner khas Nusa Tenggara Timur tersebut. Karena berkongsi dengan beberapa orang, cabang usahanya cepat menyebar. Sukses di Kota Pahlawan langsung diikuti dengan modifikasi bisnis menjadi model kemitraan. Alhasil, saat ini warung se’i itu sudah tersedia di beberapa kota. Pengelolaannya dipusatkan di Jakarta dan Surabaya.
Tak puas sampai di situ, Randy melihat peluang lainnya. Yakni kebutuhan gawai yang kian meningkat. Khususnya setelah pemerintah menjalankan program work from home dan school from home. Ibu-ibu ataupun pekerja kantoran banyak yang tiba-tiba harus membeli laptop dan smartphone. Pada akhir tahun lalu, ia membuka gerai seluler Ibros Store.
Dari dua bisnis tersebut, Randy menyampaikan pesan yang dilakoninya sebagai salah satu strategi membangun bisnis. Zaman memang berubah terus. Namun, jangan lupa untuk selalu membuka mata lebar-lebar terhadap segala sesuatu yang mungkin dapat membantu masyarakat dalam menjalani hidup.
Bisnis Randy bukanlah berbasis inovasi. Dia hanya menjalankan apa yang sebelumnya sudah biasa dilakukan orang-orang. Yang membuatnya berbeda adalah sistem dan penanganan konsumen yang lebih prima. “Ketika membuka usaha, maka harus bisa dipercaya dan amanah serta menerapkan prinsip ATM (Amati, Tiru, Modifikasi). ’’Setelah tahap meniru, minimal sudah standar, kalau sudah sama, baru kita modifikasi menjadi lebih baik,’’ ujarnya.●(Zian)