hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

PPN Keukeuh 12%

KADO Tahun Baru 2025 dari Presiden Baru RI setelah menetapkan DKJ mungkin ini: kenaikan PPN menjadi 12 persen. Berlaku 1 Januari. Wacananya sudah bergulir di ujung era Jokowi. Masukan kritis dari berbagai kalangan tak sedikit. Intinya, mereka khawatir. Tapi, sikap bohir acuh tak acuh dan tampak pede.

ppn naik 12 persen
Ilustrasi | title: Imyun

Keputusan naik 12% dinilai akan berpengaruh terhadap terutama bagi masyarakat luas. Terkait daya beli, sektor tenaga kerja, tingkat konsumsi, dan ujung-ujungnya pertumbuhan ekonomi. Kebijakan fiskal ekspansif ini, seperti kenaikan pajak, kata Ahmad Heri Firdaus dari Indef, bisa mengerem ekonomi.

Padahal, kata Anthony Budiawan, secara ekonomi sebenarnya tidak ada alasan untuk menaikkan PPN. Data dari BPS sendiri terkonfirmasi pertumbuhan ekonomi Indonesia Q III 2024 di angka 4,95%, sedikit melambat dibanding kuartal sebelumnya: 5,05% dan 5,11% pada Q I 2024.

Alih-alih mengutak-atik PPN, jauh lebih konstruktif mengulik korupsi di Kemenkeu. Khususnya Direktorat Pajak dan Bea Cukai. Anthony melihat korupsi di DJP itu sudah sangat sistematis. Sri Mulyani sendiri bahkan mengakui ihwal transaksi gelap Rp 300 triliun di instansinya. Bahwa sejak 2007, ada 964 pegawai Kemenkeu memiliki harta kekayaan tidak wajar.

Solusi untuk substitusi kenaikan PPN toh tersedia. Antaranya pajak orang kaya. Rizal Ramli sarankan pemerintah justru meringankan pajak. Untuk generasi milenial, cukup 5%. Ini akan memacu pertumbuhan usaha mereka. Bantu mereka merintis bisnis dengan pinjaman lunak.

Berikan modal agar usaha mereka tumbuh dan berkembang.

irsyad muchtar

Pajak, menurut Salamuddin Daeng, seharusnya jadi pendapatan sekunder. Negara bisa menghimpun pendapatan besar dari SDA. Untuk meningkatkan pendapatan negara, yang harus dilakukan adalah mengubah sistem. Bukan meneruskan sistem lama. Dengan sistem bagi hasil terhadap pengelolaan SDA, pundi-pundi yang masuk ke negara akan jauh lebih besar dibanding pajak.

Persoalan mendasarnya terletak pada salah kaprah rezim dalam memaknai pembangunan ekonomi. Pendapat yang menyebut persoalan (yang dialami) bangsa dapat diselesaikan melalui pembangunan ekonomi adalah pendapat yang picik, ujar Daoed Joesoef, tamatan Universite Pluridisciplinaires de Paris I, Pantheon-Sorbonne (19641972).

Kita punya Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) yang didirikan di era Bung Karno, 1947. Seharusnya yang dilakukan Bappenas itu mencakup semua bidang. Malangnya, ujar Daoed Yoesoef, “pembangunan nasional” direduksi menjadi pembangunan ekonomi.

Kemerdekaan menjanjikan rakyat Indonesia akan mengalami kehidupan yang lebih baik. Namun, pembangunan ekonomi tidak berbuat demikian karena ekonomi itu mereduksi multiaspek dari manusia. Mengapa? Karena ukuran yang digunakan adalah produk nasional bruto (GNP).

Alhasil, rakyat di daerah menonton bumi mereka dieksploitasi agar GNP naik, tetapi mereka tidak memperoleh apa-apa, kecuali jadi penonton.

Meminjam closing statement Rocky Gerung, pajak itu cara biadab untuk mempertahankan peradaban.

Irsyad Muchtar

pasang iklan di sini
octa forex broker