hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Pembiayaan Hijau Terus Melaju

Upaya mitigasi perubahan iklim membutuhkan pembiayaan yang sangat besar. Dukungan dari perbankan dapat membantu merealisasikan target pemerintah agar lingkungan tetap lestari.

Komitmen industri perbankan untuk mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan melalui pembiayaan pada sektor usaha ramah lingkungan atau sering disebut pembiayaan hijau terus direalisasikan. Porsi pembiayaannya pun meningkat setiap tahun.

Seperti diketahui, pembiayaan hijau merupakan tindaklanjut dari Kesepakatan Paris untuk memitigasi risiko perubahan iklim. Dalam hal ini, BI dan OJK selaku regulator moneter dan jasa keuangan telah menerbitkan aturan yang mendorong perbankan untuk membiayai sektor usaha berkelanjutan.

Pada tataran praktis, BI memberikan insentif bagi bank yang menyalurkan kredit ke 42 sektor prioritas termasuk pada loan to value (LTV) hijau. Kebijakan ini memberi insentif kepada perbankan untuk memberikan uang muka lebih rendah bagi masyarakat yang mengajukan pembiayaan properti dan kendaraan ramah lingkungan.

Sementara OJK telah menerbitkan Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II 2021 – 2025 yang berfokus pada pengembangan penawaran dan permintaan. Dari sisi pengembangan penawaran, OJK menawarkan skema insentif, inovasi produk, dan pengembangan kapasitas sumber daya manusia.

Sedangkan dari sisi permintaan, OJK menggencarkan kampanye nasional keuangan hijau, berbagai dukungan program riil, dan sertifikasi green kepada perusahaan.  Selain itu, memberikan insentif antara lain penurunan bobot risiko kredit (ATMR) perbankan, diskon 50% untuk tarif pencatatan tahunan green bond oleh Bursa Efek Indonesia, dan relaksasi 50% untuk bobot risiko bagi perusahaan penyalur pembiayaan.

Setelah UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) disahkan, OJK juga diberi tugas baru untuk mengatur dan mengawasi keuangan derivatif dan bursa karbon yang kini sudah diselenggarakan oleh Bursa Efek Indonesia dan mendapatkan respons positif dari pelaku pasar.

Dari sisi industri, bank berpacu dalam memperbesar portfolio hijau. Seperti ditunjukan BNI. Salah satu bank pelat merah ini menyalurkan pembiayaan hijau sebesar Rp67,9 triliun pada 2023, naik 13,6% dari tahun sebelumnya.

Selain itu, menyalurkan dana dari green bond sebesar Rp5 triliun ke sektor energi terbarukan, transportasi ramah lingkungan, pengolahan sampah, bangunan berwawasan lingkungan, dan pengelolaan sumber daya alam yang merupakan sektor prioritas dalam kredit hijau.

BNI juga memiliki perhatian khusus pada risiko transisi yang dihadapi debitur dan telah menerapkan Sustainability Linked Loan (SLL) untuk mendorong pelaksanaan prinsip environment, social, and governance termasuk di dalamnya transisi energi debitur. Sampai dengan 2023, BNI telah menyalurkan SLL senilai Rp4,6 triliun.

Bank pelat merah lain yaitu Bank Mandiri juga terus berupaya menggenjot kredit hijau. Sampai kuartal III 2023, kredit hijau Mandiri mencapai Rp122 triliun, naik dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp101 triliun. Nilainya diprediksi akan lebih tinggi sampai akhir tahun.

Portofolio kredit hijau Bank Mandiri antara lain energi terbarukan sebesar Rp9,5 triliun, pertanian berkelanjutan Rp97,9 triliun, produk ramah lingkungan Rp5,3 triliun, transportasi bersih Rp3,7 triliun, hingga bangunan hijau yan nilainya mencapai sebesar Rp4,4 triliun.

Untuk mendukung kredit hijau, bank dengan logo pita emas itu menambah sumber pendanaan melalui global bond sebesar USD300 juta. Selain itu, menerbitkan Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) Obligasi Berwawasan Lingkungan Berkelanjutan Tahap I pada 4 Juli 2023 sebesar Rp5 triliun yang merupakan bagian PUB Obligasi Berwawasan Lingkungan Berkelanjutan I sebesar Rp10 triliun.

Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Alexandra Askandar mengatakan bahwa penerbitan green bond digencarkan bank dengan tujuan menghimpun permodalan untuk kemudian disalurkan melalui pembiayaan hijau. “Sektor keuangan berperan memobilisasi sumber daya dan modal untuk mengatasi perubahan iklim dan mendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon,” ujarnya dikutip dari keterangan tertulis.

Bank Mandiri akan terus menggenjot pembiayaan hijau dengan target portofolio mencapai 25% dari total kredit secara bank only.  Selain dengan penyaluran kredit hijau, dalam mewujudkan komitmen nol emisi karbon, Bank Mandiri juga aktif terlibat di bursa karbon Indonesia (IDX Carbon).

Sementara Bank BRI mencatatkan portofolio pembiayaan hijau sebesar Rp81,8 triliun di antaranya disalurkan ke sumber daya alam dan lahan berkelanjutan Rp51,5 triliun, kendaraan hijau Rp12,9 triliun, hingga energi terbarukan Rp6 triliun.

Seperti halnya Bank Mandiri dan Bank BNI, BRI juga menerbitkan obligasi hijau untuk mendukung pembiayaan ramah lingkungan. Terbaru, BRI menawarkan Obligasi Berwawasan Lingkungan Berkelanjutan I Bank BRI Tahap II Tahun 2023 dengan nilai mencapai Rp6 triliun.

Dari bank swasta juga tidak kalah getolnya dalam menyalurkan kredit hijau. Salah satunya ditunjukkan Bank BCA yang portfolio hijaunya mencapai Rp80 triliun, naik sebesar 8,5% secara tahunan sampai kuartal III 2023. Angka kredit hijau itu diyakini naik sampai akhir 2023.

Portofolio pembiayaan hijau BCA antara lain disalurkan ke proyek sumber daya alam dan lahan berkelanjutan Rp63,3 triliun, transportasi berkelanjutan Rp7,9 triliun, serta produk ramah lingkungan Rp5,2 triliun.

Berlomba-lombanya perbankan dalam menyalurkan pembiayaan hijau positif. Terlebih Indonesia merupakan negara di kawasan ASEAN yang rentan dengan risiko perubahan iklim.

Untuk diketahui, mengutip data Bank Pembangunan Asia, perubahan iklim akan memangkas Pertumbuhan Domestik Bruto (GDP) negara-negara di Asia Tenggara sebesar 11% pada akhir abad ini. Dampaknya tingkat kemiskinan akan bertambah dan menambah beban hidup rakyat kebanyakan.

Dalam mendukung mitigasi perubahan iklim tersebut, Pemerintah seperti dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Mencapai Target Kontribusi Nasional (Nationally Determined Contribution/NDC), telah menyampaikan target penurunan emisi Gas Rumah Kaca dengan kemampuan sendiri sebesar 29% dan dengan dukungan internasional sebesar 41%.

Selanjutnya pada 23 September 2022, lalu pemerintah telah menyampaikan peningkatan ambisi penurunan emisi gas rumah kaca melalui dokumen Enhanced NDC dengan kemampuan sendiri 31,89% dan dengan dukungan internasional sebesar 43,20%.

Untuk mencapai target NDC tersebut, setidaknya pemerintah memerlukan pembiayaan sebesar sekitar Rp4.500-an triliun untuk melakukan aksi mitigasi dalam peta jalan NDC. Oleh karenanya, peran perbankan dibutuhkan dalam upaya merealisasikan target tersebut.

Yang tidak kalah pentingnya dalam upaya meningkatkan kredit hijau adalah memerhatikan eksternalitas dari proyek-proyek ramah lingkungan. Jangan sampai proyek hijau hanya sebatas jargon yang dapat mengorbankan hak-hak ekonomi sosial warga terdampak di lokasi proyek. (Kur).

 

pasang iklan di sini