hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

NAY PYI TAW

Mungkinkah memindahkan sebuah ibu kota negara  karena wangsit atau bisikan para peramal? Mengapa tidak ! Di zaman para raja-raja tempo dulu hal itu lumrah, zaman dimana para dukun dan paranormal diyakini sakti menerawang masa depan sebuah negeri. Ketika penguasa Myanmar, jenderal Than Shwe merelokasi ibu kota Yangon ke Nay Pyi Taw pada 2005, ia diduga terobsesi tradisi raja-raja Burma masa lalu yang gemar menggeser ibu kota atas wangsit para peramal. Salah seorang yang terkenal adalah Raja Mindon Min (1814-1878) dari dinasti Konbaung. Pada Februari 1857, Mindon memindahkan pusat pemerintahannya dari Amarapura ke Mandalay; kota dengan arsitektur lokal megah yang masih bisa kita kunjungi hingga kini. 

Tetapi siapa pembisik Than Shwe membangun lahan kosong eks ladang tebu seluas 7.000 km2 itu menjadi ibu kota baru. Memang ada alasan rasional, Nay Pyi Taw seperti halnya Canberra atau Brasilia, disiapkan jadi ibu kota negara yang bebas dari kemacetan dan padatnya penduduk. Para analis di negeri ‘seribu pagoda’ itu mencibir pemindahan hanya siasat Than Shwe dalam mengontrol perlawanan pro demokrasi, ia bahkan ditengarai terpapar paranoid, menjauhkan ibu kota dari laut agar tak mudah diinvasi oleh Amerika Serikat.  

Boleh jadi begitu, tetapi anekdot Will Buckingham dari BBC News merujuk pada hal lain. Ia datang ke Nay Pyi Taw untuk mewawancara Kapten Aung Khant yang bertugas  memindahkan ribuan arwah di ibu kota baru itu agar dapat ditempati bangunan biara dan gedung-gedung pemerintahan. Pekerjaan absurd itu dibantu oleh Natsaya, semacam paranormal yang mampu berkomunikasi dengan hantu.

“Kami dibantu oleh orang-orang seperti Whoopi Goldberg,“ kata Khant merujuk artis kulit hitam yang sukses memerankan Oda Mae Brown, paranormal kocak, dalam film Ghost tahun 1990.

Ritual berikutnya, mulai sulit masuk akal sehat. Khant membongkar ribuan makam, bangunkan para arwah untuk pindah ke luar ibu kota. Para hantu digiring naik ke belasan truk yang telah disediakan. Pekerjaan ala ghostbusters itu memakan waktu tiga hari dengan total perjalanan 108 kali, simbol angka keberuntungan dalam numerologi Buddha.

Sulit dipercaya, tetapi kita tahu negara di kawasan Asia Tenggara, juga di Indonesia, umumnya kental dengan mistikologi seperti itu. Hebatnya lagi, Khant mampu mendeskripsikan sosok hantu-hantu itu, tinggi dua meter, postur besar, dengan telinga dan gading sangat besar serta lidah sangat panjang. Ini cerita yang lumrah di Myanmar. 

Di luar tudingan mistis itu, Nay Pyi Taw memang penuh misteri dan spekulatif. Pembangunannya amat rahasia, tidak ada yang tahu persis kapan konstruksi pertama dilakukan. Semua berlangsung di tengah hukum tangan besi dan arogansi kekuasaan junta militer di bawah kendali Than Shwe. Akibatnya kota nan megah ini miskin partisipasi, tak ada yang ingin datang kecuali terpaksa berurusan dengan administrasi pemerintahan.

Menghabiskan biaya hingga 4 miliar dolar AS, Nay Pyi Taw dirancang super modern, deretan bangunan raksasa, pusat perbelanjaan, hotel bergaya vila, lapangan golf, listrik yang tidak byar-pet, free wifi hingga jalan utama dengan 20 jalur yang dapat dilandasi pesawat, dan taman kota tertata rapi. Semua seolah jatuh dari langit, tak percaya bahwa kota surealis itu berada di negara paling miskin di Asia Tenggara. 

Setelah dua dasa warsa berlalu, Nay Pyi Taw tak kunjung beranjak dari kesunyian yang panjang, penghuninya pada 2021  tercatat hanya 640 ribu orang dengan kepadatan 130 orang per km2. Kesunyiannya seolah tengah menanggung kutukan atas kesewanangan rezim di masa lalu.   The Guardian menyindir kota ini dengan judul ‘Burma’s bizarre capital: a super-sized slice of post-apocalypse suburbia’, Ibu kota aneh Myanmar: Sepotong kota pinggiran  berukuran super pasca-kiamat.  Begitu minim daya tarik Nay Pyi Taw, bahkan pejabat pemerintah sekalipun memilih tinggal di Yangon, yang tetap ramai sebagai ibu kota ekonomi.

Dalam sebuah ulasan yang agak nyinyir, The Washington Post  menulis: Myanmar’s military built a new capital as a haven for power. Other countries have tried that, too. Militer Myanmar memindahkan  ibu kota sebagai surga kekuasaan. Pusat pemerintahan dan sekaligus melindungi penguasa mereka dari rongrongan rakyat. Agaknya, negara lain juga sudah mencobanya. (Irsyad Muchtar)

pasang iklan di sini