NILAI saham Bank Ina Perdana semakin kinclong di pasar saham. Pasca right issue II yang digelar pada Mei 2017 lalu, jejak saham emiten berkode BINA itu sempat menyentuh di atas Rp 1.000 dari harga Rp250 per saham di awal tahun ini. Kinerja bank ini diperkirakan mengekor sukses BCA dengan Djarum Grup, Bank Sinarmas dengan Grup Sinarmas, dan Grup Lippo dengan Bank Nobu-nya.
Masuknya taipan Anthoni Salim di Bank Ina menambah luas jaringan bisnis mereka di Indonesia. Sejak Liem Sie Liong melepas BCA karena krisis 1998 hingga tahun lalu, nyaris tidak terdengar kabar kalau Grup Salim bakal masuk kembali ke bisnis perbankan. Cerita pahit soal lepasnya BCA ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) akibat penarikan (rush) uang nasabah pada November 1997.
Pasca peristiwa itu bisnis Grup Salim lebih fokus di lini bisnis lain di luar sektor perbankan. Bendera bisnis Salim ada di sektor manufaktur, teknologi informasi, makanan dan minuman, asuransi, dana pensiun, sekuritas, infrastruktur hingga ritel modern. Tidak hanya di dalam negeri, gurita bisnis Salim juga bercokol di mancanegara.
Di pasar bursa, nilai perusahaan Salim hampir tembus Rp200 trilliun hanya dari empat lini usaha mereka. Sebut saja, misalnya, PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, PT Salim Ivomas Pratama Tbk, dan PT PP London Sumatera Indonesia Tbk. Angka ini belum dihitung nilai dari puluhan perusahaan yang berafiliasi dengan Grup Salim di bursa Indonesia, Singapura, dan Hongkong.
Pada tahun ini, tiga dari sekian ratus entitas bisnis Grup Salim yakni, PT Indolife Pensiontama, PT Gaya Hidup Masa Kini, dan PT Samudra Biru memborong 51,46% saham Bank Ina Perdana lewat right issue II. Ini berawal dari bank yang melantai di bursa pada 16 January 2014 itu ingin menambah modal Rp 700 miliar untuk menjadi kategori Bank BUKU II.
Dengan kategori itu, bank butuh modal inti sedikitnya Rp1 triliun hingga Rp5 triliun. Menurut Bank Indonesia, Bank BUKU II dapat melakukan kegiatan treasury terbatas mencakup spot dan derivatif standar (plain vanilla) serta melakukan penyertaan sebesar 15% pada lembaga keuangan di dalam negeri.
Usia Bank Ina belum terlalu lama tapi cukup menyabet prestasi. Dalam akte pendirian, bank itu mulai beroperasi pada 9 Juli 1991 dan menyabet prestasi di bidang compliance, risk management dan improvisasi bisnis versi Majalah Business Review dan Anugerah Perbankan 2012 dan 2013. Setahun setelah itu, bank ini melantai di bursa, diikuti pelaksanaan right issue I.
Tidak banyak bank kecil mampu masuk di Bank II dalam hitungan cepat, beberapa tak punya cukup modal besar, yang lainnya masih berjibaku memperbaiki kinerja di tengah ketatnya persaingan di sektor perbankan. Nilai Bank Ina di pasar modal saat ini sudah menyentuh Rp5 triliun.
Lewat Bank Ina, ambisi Anthoni Salim masuk pembayaran digital semakin terang. Infrastruktur transaksi ekonomi dengan sistem pembayaran e-money sudah disiapkan sejak sekarang. Transaksi non kas ini bakal digunakan melayani konsumen gerai e-commerce dan Indomaret di seluruh Indonesia. (Luke)