Layanan yang mudah dan cepat serta tanpa agunan menjadi daya tarik fintech. Pangsa pasar koperasi potensial tergerus jika tidak melakukan transformasi teknologi.
Teknologi digital yang semakin berkembang telah mendemokratisasi seluruh aspek kehidupan termasuk dunia usaha. Digitalisasi mampu membuat disrupsi yang menggerus pangsa pasar pelaku usaha mapan dan pada saat bersamaan memunculkan pemain-pemain baru yang tidak pernah dikenal sebelumnya.
Digitalisasi ibarat pisau bermata dua, satu sisi menumbuhkan namun di sisi lain berpotensi membunuh. Kelahiran financial technology (fintech) khususnya yang beraliran peer to peer (P2P) lending adalah salah satu contohnya. Fintech ini merupakan suatu sistem yang mempertemukan antara pemberi pinjaman dengan peminjam. Perusahaan fintech menyediakan website sebagai fasilitas yang akan digunakan peminjam untuk mengajukan pinjaman.
Kehadiran perusahaan fintech mengakselerasi literasi keuangan di masyarakat. Sebab, dibanding dengan lembaga pinjaman konvensional, produk dari perkembangan teknologi digital ini sangat mengandalkan internet. Faktanya, bisnis fintech makin disukai masyarakat modern karena layanannya lebih simpel dan cepat. Selain itu, tidak mempersyaratkan agunan.
Start up fintech ini memberi pinjaman secara online dengan menyasar pelaku usaha UMKM, segmen yang menjadi pasar utama koperasi simpan pinjam (KSP). Persinggungan pasar ini yang berpotensi sebagai ancaman serius bagi koperasi. Apalagi tren masyarakat, terutama generasi milenial sedang gandrung pada hal yang digital.
Selain menyalurkan pinjaman, fintech juga membuka peluang investasi bagi investor yang ingin menanamkan dananya. Seperti dilakukan perusahaan fintech PT Amartha Mikro Fintek. Di sini pemberi pinjaman dalam skema P2P lending punya beberapa kelebihan dibanding instrumen konvensional lain. Misalnya, return yang bisa lebih tinggi dari bunga deposito dan lebih stabil ketimbang menyimpan uang di pasar modal.
Investor pun dapat menikmati rata-rata bagi hasil yang bisa dikantongi pemberi pinjaman sebesar 10 persen sampai 20 persen per tahun. Bahkan, Amartha memberi penawaran menjadi investor premium yang akan mendapat pendampingan relationship manager untuk mengelola penempatan dananya.
Dalam menjaga tingkat kesehatan pinjamannya, fintech melakukan credit scoring. Hal yang telah umum dilakukan oleh lembaga keuangan dan KSP. Selain itu, menggunakan pola tanggung renteng di antara peminjam. Cara ini dipopulerkan oleh Grameen Bank di Bangladesh.
Selain Amartha, pemain P2P lending lain seperti Modalku menawarkan iming-iming imbal hasil sebesar dua digit per tahun dengan menjadi pemberi pinjaman. Modalku menawarkan bunga antara sebesar 12 persen sampai 26 persen. Sedangkan Danamas menawarkan imbal mencapai 18 persen per tahun.
Adapun fintech PT Investree Radhika Jaya juga menawarkan imbal mencapai 20 persen per tahun bagi para pemberi pinjaman. Adanya tawaran imbal yang besar ini membuat minat para pemberi pinjaman makin lama makin besar yang bisa ikut berdampak positif bagi penyaluran pinjaman kepada UMKM. Calon pemberi pinjaman bukan hanya dari dalam negeri saja tetapi juga luar negeri.
Meski banyak calon pemberi pinjaman kepada fintech, namun KSP tidak perlu berkecil hati. Sebab, di sisi lending bunga yang ditawarkan tidak terlalu jauh dari praktik di koperasi selama ini. Nilainya memang beragam karena tidak ada aturan yang membatasinya. Ada fintech yang memberikan bunga 30 persen perbulan dan ada pula yang dibawahnya. Semua masih tergantung dari kebijakan masing-masing perusahaan. Penetapan bunga ini sangat mempengaruhi keputusan para calon peminjam untuk memanfaatkan fasilitas yang disiapkan oleh tiap perusahaan fintech.
Di fintech Tunaiku misalnya, dengan pola peminjaman sebesar Rp2 juta-15 juta, tenor peminjaman 6-12 bulan, dikenakan bunga sebesar 3 persen dalam produknya. Tenor atau masa pengembalian pinjaman memang relatif pendek berkisar 1-2 tahun.
Untuk menarik minat peminjam, Tunaiku memberikan fasilitas tambahan bagi para debitur yang berhasil mengembalikan total pinjamannya kurang dari satu tahun. Debitur tidak perlu membayar sisa kewajiban bunga pada bulan berikutnya. Selain itu, apabila konsumen telanjur membayar dengan penghitungan jumlah bunga awal, Tunaiku akan mengembalikan dana tersebut dalam dua hari ke depan setelah konsumen melakukan pembayaran.
Meski bunga kredit yang ditawarkan tidak berbeda jauh dengan KSP, namun bukan berarti ancaman fintech dapat diabaikan. Mudahnya pelayanan- semudah memencet tombol keyboard di ponsel- dan tidak adanya kewajiban agunan membuat fintech terus diburu pelaku usaha UMKM.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, sudah saatnya pengelola KSP memperbarui infrastruktur teknologinya. Tanpa investasi di sektor teknologi, koperasi akan semakin keteteran untuk memenuhi kebutuhan anggota. (drajat).