hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Kredit Tumbuh 11% di 2022

Kredit modal kerja dan kredit konsumen menjadi penggerak pertumbuhan kinerja perbankan pada tahun lalu. Saat ini, digitalisasi menjadi andalan bank konvensional dan syariah agar bisa tetap eksis.

Sejalan dengan penguatan ekonomi domestik yang berlanjut, kredit perbankan tumbuh double digit sepanjang 2022. Pertumbuhan itu hampir menyamai rata-rata pencapaian sebelum pandemi. Optimisme konsumen dan dunia usaha merupakan penopang pertumbuhan kredit perbankan tersebut.

Dalam catatan Bank Indonesia, kredit perbankan yang disalurkan sampai Desember 2022 sebesar Rp6.387 triliun atau tumbuh 11% secara tahunan (year on year/YoY). Peningkatan kredit terutama disumbang dari naiknya kredit segmen korporasi sebesar  14,5%, disusul kredit perorangan sebesar 8,7%.

Sementara berdasarkan jenis penggunaan, didominasi oleh kredit modal kerja (KMK) dan kredit konsumsi (KK). Ini menandakan mulai pulihnya dunia usaha paskapandemi dan daya beli masyarakat yang relatif terjaga.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, mengatakan bahwa KMK tumbuh sebesar 11,7% YoY, terutama dari naiknya penyaluran kredit dari sektor industri pengolahan 11%. KMK sektor konstruksi tumbuh sebesar 5,9% didukung dari sub sektor bangunan jalan tol di Jakarta dan Yogyakarta.

Sementara  KK tumbuh 9,4% YoY di Desember 2022 dari 9,1% pada bulan sebelumnya. Pertumbuhan ini terutama dikontribusi dari naiknya kredit kendaraan bermotor dan kredit multiguna. Kredit investasi (KI) tumbuh sebesar 11,5% YoY terutama didorong naiknya kredit sektor konstruksi dan sektor keuangan, real estat, dan jasa perusahaan.

Kredit kepada UMKM pada Desember 2022 tumbuh 10,2% YoY. Untuk segmen mikro tumbuh sebesar 38,4% dan segmen kecil naik 0,3%. Namun untuk segmen menengah, kredit terkontraksi sebesar 7,3% YoY.

Bank Syariah Optimis di 2023

Memasuki 2023, perbankan syariah meyakini prospeknya akan lebih cerah dari tahun lalu. Ketua Umum Perkumpulan Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Hery Gunardi mengatakan, optimis pertumbuhan bank syariah pada tahun ini akan berada di level dua digit.

“Kami optimis industri perbankan syariah akan tumbuh double digit di tahun ini, mengingat potensi Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Terlebih lagi bila inklusi dan literasi makin ditingkatkan,” ujar Hery.

Melansir data OJK per September 2022, total aset Bank Umum Syariah (BUS) tercatat sebesar Rp494,95 triliun, naik 12% dari akhir 2021 (year to date/Ytd) sebesar Rp441,79 triliun. Modal bank halal ini sebesar Rp62,50 triliun, meningkat 23% Ytd dari 2021 yang senilai Rp50,66 triliun.

Sementara tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah di Indonesia masing-masing baru mencapai 9,14% dan 12,12%. Angka ini masih sangat jauh dibanding tingkat literasi dan tingkat inklusi keuangan nasional yang mencapai 49,68% dan 85,10%.

Hery menambahkan, pada tahun ini ada sejumlah tantangan yang bakal dihadapi industri seperti kenaikan bagi hasi, likuiditas yang ketat, konsolidasi, dan digitalisasi. Oleh karenanya, kata Hery, industri perlu melakukan efisiensi bisnis proses, inovasi produk dan layanan sesuai kebutuhan masyarakat serta transformasi digital. “Semua ini harus dikemas menjadi one stop solution untuk mengakselerasi bisnis perbankan syariah,” ujarnya.

Saat ini nasabah sangat gandrung pada layanan digital yang dinilai lebih cepat, aman, dan nyaman. Perbankan syariah pun sudah bersiap dengan melakukan transformasi digital agar layanannya sesuai dengan perkembangan zaman dan mampu menggaet hati nasabah. Terlebih, nasabah akan memilih bank dengan kualitas layanan yang baik daripada hanya mengandalkan jargon bank halal.

Digitalisasi mendorong perbankan syariah untuk mengikuti perkembangan teknologi dengan menyediakan aplikasi e-channel yang bisa menjadi sahabat finansial, sahabat sosial dan sahabat spiritual.

Salah satu Bank Umum Syariah yang sudah menikmati manfaat dari layanan digital adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). Bank syariah pertama di Indonesia itu mengandalkan aplikasi mobile banking Muamalat Digital Islamic Network (DIN). 

Saat ini telah terjadi pergeseran kebiasaan nasabah yang lebih aktif menggunakan layanan digital dan berkurangnya nasabah yang datang ke kantor cabang. Apalagi sejak pandemi, transaksi digital nasabah BMI meningkat tajam.  Transaksi digital sebelum pandemi hanya sekitar 30% dari total transaksi dan sejak pandemic meningkat menjadi 90%.

Sampai September 2022, Muamalat DIN telah memproses transaksi dengan nominal lebih dari Rp46 triliun yang berasal dari 33 juta transaksi. Lebih dari 70% berupa transaksi transfer elektronis. Sisanya adalah transaksi lain seperti pembelian pulsa dan top up uang elektronik. Sejak diluncurkan pada akhir 2019 lalu sebagian besar nasabah lama dan hampir semua nasabah baru sudah menjadi pengguna Muamalat DIN.

BMI pun terus melakukan inovasi seperti meluncurkan fitur Gerai Reksa Dana Syariah di Muamalat DIN. Gerai Reksa Dana Syariah berbasis online pertama di Tanah Air ini menggandeng FUNDTastic+ sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD) serta PT Bahana TCW Investment Management (Bahana TCW) dan Eastspring Investments Indonesia selaku manajer investasi.

Data Bank Muamalat menunjukkan bahwa minat nasabah perseroan terhadap produk investasi terus meningkat dari tahun ke tahun yang sejalan dengan pertumbuhan penjualan. Rata-rata penjualan tumbuh sekitar 160% per tahun selama 4 tahun terakhir.

Adapun untuk pelayanan haji, Muamalat DIN memiliki fitur Pembukaan Rekening Tabungan Jamaah Haji (RTJH) dan Pembayaran Setoran Awal Porsi Haji. Inovasi ini memudahkan calon jemaah haji Tanah Air untuk melakukan pendaftaran haji tanpa harus datang langsung ke kantor cabang. Nasabah cukup membayar setoran awal pendaftaran haji sebesar Rp25 juta melalui aplikasi Muamalat DIN di smartphone.

Berdasarkan data BI, transaksi keuangan melalui e-channel saat ini rata-rata di atas 95%, dan hanya sekitar 5% melalui kanal konvensional. Bahkan selama masa pandemi terdapat kenaikan 21 juta transaksi e-channel di seluruh Indonesia, dimana 72% user baru berasal dari kota – kota sub urban.

Ke depan, digitalisasi akan menjadi andalan bank konvensional dan bank syariah untuk menghimpun DPK maupun menggenjot fee based income. Oleh karenanya, setiap bank perlu memupuk modalnya agar dapat menyediakan infrastruktur teknologi digital yang mumpuni. Pilihannya hanya dua, melanjutkan transformasi digital atau mati terlindas perubahan zaman. (Kur).  

pasang iklan di sini