Pada 6 Maret 1953 Josef Stalin, diktator proletariat Uni Soviet itu wafat. Dan sejarah kelamnya membantai 30 juta petani Uni Soviet hampir tak pernah terungkap. Penggantinya Nikita Khrushchev, kendati lebih ramah terhadap rakyat dan merehabilitasi tahanan politik, namun ia tetap saja termasuk jajaran pemimpin sadis negeri kampiun komunis itu.
Negeri yang oleh Winston Churchil dijuluki Tirai Besi itu mulai mereformasi diri ketika Mikhail Gorbachev didapuk menjadi orang nomor satu dan menghapus tradisi kepemimpinan Uni Soviet yang melulu dikuasai kaum ortodok. Iklim Glasnost (keterbukaan) yang dikembangkan, anak miskin dari desa Privolnoye ini menyibak tabir kelam program kolektivisasi tanah pertanian (kolkhoz- kollektivnoe khozyaistvo) yang merenggut puluhan juta jiwa petani. Kolkhoz adalah pengejawantahan dari sebuah sistem koperasi tani yang dikendalikan dari pusat (top-down).
Kendati tidak persis sama, koperasi pola top-down, secara massif juga dikembangkan di negeri kita pada 1973 dengan nama Koperasi Unit Desa (KUD). Seperti halnya Kolkhoz, para ketua KUD adalah orang-orang yang ditunjuk dari atas; ada mantan lurah, pensiunan polisi atau ABRI dan juga mantan pensiunan pejabat Kanwil atau Kandep Koperasi. Melalui KUD, rezim Orde Baru berhasil mencapai swasembada beras pada 1984, tetapi nasib para petani anggota KUD tak bergeser dari obyek politisasi pemerintah. Implikasi KUD memang tidak seburuk nasib para petani Rusia di era Kolkhoz yang dibentuk pada 1929.
KUD memang bukan Kolkhoz, dan lebih beradab. Tetapi, sering dilupakan sebuah sistem koperasi tidak bisa dimobilisasi apalagi dipolitisasi sebagai interest penguasa. Prinsip jatidiri yang berlaku universal menegaskan keanggotaan koperasi dilakukan dengan sukarela, terbuka dan demokratis. Koperasi berdiri lantaran ada kebutuhan dan kepentingan yang sama dari para anggotanya (mutual self-help). Terbukti kemudian, KUD kehilangan makna sebagai badan usaha petani ketika rezim penopangnya ambruk.
Posisi koperasi sebagai ekonomi gurem semakin marjinal akibat citra negatif – alat kepentingan politik – yang melekat kuat pada dirinya.
Padahal, kalau koperasi masih ingin menyebut diri sebagai badan usaha, sebuah citra adalah merek. Kesadaran akan pentingnya merek bagi sebuah usaha koperasi telah menjadi semacam tuntutan. Kalangan koperasiwan mulai rewel dengan munculnya sejumlah koperasi yang hanya papan nama.
Julukan papan nama diberikan kepada sekelompok oknum yang mendirikan koperasi hanya untuk mengintai bantuan modal murah pemerintah. Bahwa sebuah badan usaha bermerek KUD kini sudah tidak laku lagi di tengah persaingan pasar, juga makin menggejala. Sejumlah KUD diam-diam melakukan reposisi, mengganti simbol koperasi dengan nama ‘kelompok usaha bersama’.
Dalam konteks global, orang-orang bisnis semakin banyak merasakan saratnya sampah-sampah dari masa lalu yang harus dibersihkan jika ingin tetap eksis di tengah pasar. Seperti kata Jack Mc Kenzie (Caltex), dalam buku Ian Batey, Asian Branding, A Great Way to Fly, para pemimpin bisnis seharusnya berubah dari struktur organisasi tradisional ‘memerintah dan mengawasi’ yang bersifat top-down menuju organisasi berstruktur pada pimpinan bisnis yang menciptakan suatu lingkungan budaya terbuka dan menantang.
Batey pun mengingatkan, abad 21 akan menjadi abad konsumen, dan pembuatan merek dagang jelas akan menjadi pemain penting dalam peta pemasaran. Lalu, dimana tempat berpijak usaha koperasi di tengah persaingan usaha raksasa tersebut.
Kuncinya pada pemihakan kebijakan pemerintah. Pemihakan yang tidak diartikan sebagai proteksi yang di masa lalu memperlemah daya saing koperasi. Kita ingin seperti dilakukan pemerintah di Korea Selatan.
Lewat pendirian Badan Pengembangan Ekonomi, kalangan usaha kecil berhasil menapaki bisnis skala dunia. Padahal tugas badan tersebut hanya menyediakan fasilitas usaha, pengurangan pajak ekspor dan pinjaman modal berbunga rendah.
Ketika koperasi kini kian dituntut mengikuti pasar yang berubah cepat, tentu tidak mudah. Tetapi ada baiknya kita mencoba berbaik sangka. Bukankah, seperti ungkapan penyair terkenal Amerika Serikat, Henry Wadsworth Longfellow, apabila kita mengetuk gerbang cukup lama dan cukup keras, maka kita pasti akan membangunkan seseorang. (Irsyad Muchtar)