hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Solusi  

Hardiawan, Maslahat Bermitra dengan Puluhan UKM

Pailit sebenarnya bukan hal baru bagi perusahaan-perusahaan besar. Dengan cepat ambil posisi di jalur recovery, bangkit dan berjaya (lagi). Contoh untuk itu adalah Telkomsel dan Prudential.

JANUARI 2017 Hardy’s Group dinyatakan pailit. Seiring dengan itu, manajemen lama membekukan operasional puluhan outletnya dalam bentuk usaha Supermarket dan Departement store di seluruh kabupaten/kota di Bali. Tentu saja ini dimaksudkan agar menghindari kerugian yang lebih besar. Niscaya tak mudah pulih bagi perusahaan dari posisi seperti itu. Namun, I Gede Agus Hardiawan harus melangkah maju.

Pailitnya Hardys sebagai jaringan ritel yang cukup besar di Bali disebabkan oleh gempuran toko online. Pernyataan pailit itu merupakan amar keputusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya, 9 November 2017. Bagi Hardiawan, tantangan besar ini mesti ditanggulangi. Maka, beberapa waktu kemudian, dia siap membangun e-commerce setelah mampu melunasi utang di bank sebesar Rp2,3 triliun.

Total aset yang dimiliki Hardys adalah Rp4,1 triliun. Setelah utang Rp2,3 triliun terselesaikan, masih tersisa dana Rp1,8 triliun. Itulah modal untuk kembali bangkit. Hardiawan (masih) akan bergelut di jalur toko ritel, hanya saja mengambil bentuk lain, yakni mengarah ke e-commerce. Ide seperti ini baginya realistis. Tidak muluk-muluk.

Hardiawan berkeyakinan, pailit bukan hal baru bagi perusahaan-perusahaan besar. Dia mencontohkan hal yang sama pernah dialami Telkomsel dan Prudential. Walaupun pernah dinyatakan pailit, keduanya toh tetap bisa bangkit. Dia pun berikhtiar agar hal yang sama pada Hardys. “Saya ini tinggal menunggu proses kerja kurator. Kalau tim kurator ini benar-benar bekerja dengan acuan pengadilan, bahwa aset kami dijual dengan harga baik, utang-utang kami selesai,” tuturnya.

Sebanyak 13 outlet Hardy’s kini dimiliki oleh PT Arta Sedana Retailindo atas nama Putu Gede Sedana. Adapun 5 outlet PT Hardys Retailindo yang masih atas namanya kemungkinan akan dijual untuk menutupi utangnya. Termasuk 3 hotel dan beberapa property, jika masih kurang untuk menutupi utang.

Pascabangkrut dan menutup sembilan outlet-nya, perusahaan perdagangan retail Hardys bangkit. Tampil dengan konsep baru, Jika dulu dengan membeli ke pedagang, kini modelnya kemitraan. Pertemuan dengan 100 penggiat UKM dan semuanya menyatakan dukungan. Seluruh outlet Hardys yang operasinya terhenti siap dibuka kembali. Setelah Hardys di Singaraja Plaza dibuka, segera menyusul Hardys Tabanan, Hardys Gatsu, Hardys Panjer.

Ikon ritel masyarakat Bali ini kini berkibar dengan pergantian manajemen di bawah tangan dingin Putu Suadnyana, pemilik sekaligus pemegang saham Hardy’s. Ia berharap momen kebangkitan Hardy’s ini termasuk yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Bali. Sebab, Hardy’s dikenal sebagai tempat belanja murah di antara usaha ritel sejenis, tapi dengan kualitas tetap terjamin.

“Kalau sebelumnya kami membeli barang ke suplier, sekarang tidak lagi karena kami menjalin kemitraan dengan UKM dengan sistem bagi hasil,” ujarnya. Untuk mengimplementasikan konsep kemitraan dengan UKM tersebut, pihaknya membuka Departement Store di Tabanan. Dimulai dari situ karena di sanalah yang paling sulit dikembangkan karena ketatnya persaingan. Ternyata, ini bisa jalan di luar perkiraan kami. Bahkan target penjualannya mengalami kenaikan mencapai 250%,” ujar Putu Suadnyana,

Sebelum kolaps, Hardy’s Ritel memiliki 600 ribu langganan. “Ini adalah potensi yang harus kami pelihara,” ucapnya. Dengan konsep baru ini Hardy’s menampung produk yang dihasilkan UKM untuk dipasarkan di mal-mal milik Hardy’s dengan sistem bagi hasil. “Kerja sama dengan UKM dengan pola bagi hasil tapi pembayarannya harian sangat dirasakan menguntungkan bagi kedua belah pihak,”ucapnya.●

pasang iklan di sini