Oleh : DRS JABMAR SIBURIAN, MM
KOPERASI dipandang “kelas bawah” sebetulnya tidak terkait digabungnya koperasi dengan UKM dalam sebuah Kementerian. Yang terjadi adalah ketidaksiapan koperasi untuk berkerja, berinovasi dan kurang respon (peka) terhadap perubahan, sehingga terpinggirkan. Peran pemerintah sebagai Pembina Koperasi juga belum optimal. Padahal di negara Eropa Barat, Jepang dan Malaysia, koperasinya maju pesat tanpa sebuah departemen.
Di Indonesia kontribusi koperasi terhadap PDB relatif kecil sekitar 4 persen. Boleh dibilang, gemerlap koperasi hanya cerita masa lalu. Padahal secara kuantitatif jumlah koperasi terus meningkat. Data per Juli 2017 Indonesia memiliki 26,8 juta anggota koperasi dan 152.282 unit koperasi dengan volume usaha tercatat Rp176,3 triliun. Semua itu belum memberikan pengaruh yang signifikan hadirnya koperasi di usia yang ke-71 tahun. Koperasi yang sejak era Reformasi hingga kini masih bertahan adalah koperasi yang secara bisnis dan organisasi masih berjalan. Jika hanya papan nama, tidak mampu bertahan. Jika kita lihat peran pemerintah sebagai pembina koperasi, jujur saja kita katakana belum optimal. Pemerintah belum berhasil menjalankan tugasnya menciptakan suasana kondusif bagi pertumbuhan usaha koperasi seperti memerangi mafia kartel, dan menciptakan koperasi yang sehat. Kalau di daerah, dinas terkait dengan koperasi sibuk dengan pekerjaan mengurus APBD, yang tidak terkait usaha koperasi, hanya terkait dengan pribadi oknum. Untuk itu pemerintah harus melakukan supervisi ketat, memperbaiki citra, mempromosikan semangat dan keunggulan sistem koperasi hingga tidak melakukan diskriminasi dalam bentuk regulasi atau kebijakan.
Jika dikatakan bahwa bisnis koperasi kita masih berada di kelas pinggiran, boleh jadi tudingan itu benar karena iklim berusaha yang sehat untuk koperasi memang tidak diciptakan. Celakanya warisan dan citra koperasi selama ini di mata masyarakat juga tidak menarik. Koperasi sekadar dipandang organisasi sosial yang usahanya hanya di bidang Simpan Pinjam. Padahal koperasi lebih dititik beratkan kepada sektor riil seperti Koperasi Perikanan, Koperasi Perumahan, Koperasi Pertanian (KUD) dan sebagainya. Pada kesempatan yang baik ini, di saat kita tengah merefleksikan kembali 71 tahun kehadiran gerakan koperasi di bumi tercinta, saya mendesak pemerintah segera ciptakan regulasi dan peraturan/ perundang-undangan yang mendukung pertumbuhan koperasi. Selain memberlakukan pengenaan pajak yang adil, pemerintah seyogyanya juga menyiapkan akses permodalan yang cukup, mudah dan murah karena koperasi adalah bisnis yang dimiliki banyak orang, alih-alih milik individu.
Sedangkan bagi pegiat koperasi, segera siapkan kader-kader koperasi yang handal dan libatkan para akademisi yang memiliki misi menyebar pengetahuan koperasi di daerah-daerah. Terpenting, koperasi tidak berpijak di masa lalu, karenanya penguasaan Information Teknology pada era Dunia Usaha saat ini, adalah satu keniscayaan. Artinya koperasi mutlak melibatkan peran IT di dalam perangkat usaha dan kerjanya. Atau kita memang ingin dilindas zaman.
(Ketua Umum Dekopinwil Sumatera Utara dan Ketua Umum KoperasiPengangkutan Medan)