DALAM pidatonya di depan anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 1 juni 1945 Bung karno mengatakan:
“Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan “gotong-royong”. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong royong! Alangkah hebatnya! Negara Gotong Royong!
“Gotong Royong” adalah faham yang dinamis, lebih dinamis dari “kekeluargaan”, saudara-saudara! Kekeluargaan adalah satu faham yang statis, tetapi gotong-royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, yang dinamakan anggota yang terhormat Soekardjo satu karyo, satu gawe.
Marilah kita menyelesaikan karyo, gawe, pekerjaan, amal ini, bersama-sama! Gotong-royong adalah pembantingan-tulang bersama, pemerasan-keringat bersama, perjoangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Ho-lopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah Gotong Royong!
Yang dimaksudkan Bung Karno adalah, esensi dari lima dasar negara dalam Pancasila itu sesungguhnya adalah ‘gotong-royong’ atau tolong menolong. Artinya, semua aktivitas negara didasarkan pada asas gotong royong. Begitupun dalam berekonomi, maka harus menerapkan ekonomi gotong-royong, atau ekonomi tolong menolong.
Oleh Bung Hatta, ekonomi tolong menolong tersebut diterjemahkan menjadi ekonomi koperasi. Secara maknawi, ekonomi koperasi adalah ekonomi yang berlandaskan asas gotong-royong atau tolong menolong, bukan ekonomi berasaskan egoisme atau kapitalisme. Bukan juga bermakna ekonomi yang hanya mengakui koperasi sebagai institusi ekonominya. Jangan dipersempit makna ekonomi koperasi dengan ekonomi beranggotakan lembaga-lembaga koperasi saja atau sebatas pengaruh ekonomi dari lembaga yang namanya koperasi.
Tolong menolong adalah asas berekonomi di dalam Islam. Lihat Al-qur’an Surat Al-Maidah ayat 2 yang mengatakan “…tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa, dan janganlah tolong menolong dalam kejahatan dan permusuhan…”. Inilah salah satu prinsip dari beberapa prinsip ekonomi Islam. Suatu studi di Malaysia mengatakan bahwa lembaga ekonomi dan keuangan yang benar-benar mencerminkan prinsip ekonomi Islam adalah koperasi.
Sifat koperasi adalah usaha bersama, dengan modal dari anggota, dilaksanakan oleh anggota dan keuntungannya juga untuk anggota. Hal ini sering disingkat menjadi “dari anggota, oleh anggota dan untuk anggota”. Dengan model seperti ini, akan tercipta suasana kekeluargaan, senasib sepenanggungan, ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Tercipta juga kecintaan terhadap sesama anggota, karena seberapa besar koperasi, ditentukan oleh seberapa besar kemauan para anggotanya untuk membesarkan koperasi tersebut.
Syirkah Mufawadhah
Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul inilah yang merupakan filosofi dari akad syirkah (kongsi). Akad syirkah yang terdapat dalam koperasi adalah syirkah mufawadhah, yaitu kerja sama antara dua pihak atau lebih, dimana setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara bersama-sama. Syarat utama dari Syirkah ini adalah kebersamaan dalam dana (modal) yang diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban utang (Al-Fiqhu Al-Islami wa Adillatuhu, karya Wahbah Az-Zuhaily IV/798, dan Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq III/259-260).
Dengan akad syirkah (kongsi) itu, maka masing-masing pihak sangat ingin usahanya maju, dan masing-masing pihak akan berusaha semaksimal mungkin untuk bekerjasama, bahu membahu demi kemajuan usaha. Sebab, bila usaha mengalami kerugian, maka masing-masing pihak akan menanggung ruginya. Siapa yang mau menanggung rugi? Tentu tiada satu pihak pun!
Disamping itu, masing masing pihak akan saling mendoakan agar usahanya lancar, berkah, dan tumbuh berkembang. Masing-masing pihak akan saling mendoakan partnernya untuk amanah. Masing-masing pihak akan berusaha untuk saling mengingatkan dalam hal kebenaran, kesabaran dan tentunya kasih sayang. Hal inilah yang diingatkan dalam Al-qur’an Surat Al-As’ri ayat 3: “…dan saling nasehat menasehati untuk kebenaran dan saling nasehat menasehati untuk kesabaran”. Juga dalam surat Al-Balad ayat 17, “…dan saling nasehat menasehati untuk kasih sayang”.
Dengan dasar itu, maka ada mekanisme kontrol (pengawasan) dalam koperasi. Pengurus diawasi oleh pengawas dalam menjalankan manajemen koperasinya. Sementara pengawas akan diawasi oleh anggota koperasi setidaknya dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT). Pengawas ada dua: ada pengawas operasional dan ada pengawas syariah.
Pengawas operasional bertugas mengawasi pelaksanaan di lapangan, baik terkait pendanaan (funding) dan pembiayaan (financing). Sementara itu pengawas syariah memiliki tugas mengawasi pelaksanaan di lapangan agar tidak bertentangan dengan ketentuan syariah. Dalam manajemen yang baik, ketiga unsur ini, pengurus, pengawas operasional dan pengawas syariah akan bekerjasama dan saling berkoordinasi. Dengan kerja sama yang baik, misalnya rapat koordinasi setiap tiga bulan sekali (triwulanan), maka semua persoalan yang terkait dengan manajemen akan dicari solusinya setiap triwulan.
Manajemen yang baik adalah manajemen yang dijalankan dengan sungguh-sungguh. Rasulullah SAW mengatakan dalam sebuah hadits riwayat Muslim, “Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat yang terbaik dalam segala sesuatu…” artinya, manajemen yang baik adalah keniscayaan. Dengan manajemen yang baik, maka perkembangan koperasi tinggal menunggu waktu saja. Maukah Anda melihat koperasi maju? Jawabannya tergantung pada Anda. Jika Anda hanya menjadi pengamat, ekonomi tidak akan berubah. Tetapi, jika Anda menjadi pemain, dalam arti menjadi pelaku dan penggerak koperasi, maka ekonomi juga akan bergerak.
Berkaca pada konsep gotong- royong atau tolong menolong itu, maka koperasi sangat wajar dan sangat layak untuk menjadi soko guru perekonomian Indonesia. Konsep gotong-royong yang tidak hanya untuk satu golongan, tapi untuk semua. Bukan hanya untuk satu agama, tapi semua. Jika demikian halnya, maka koperasi syariah adalah yang paling tepat untuk Indonesia, karena syariah tidak membatasi hanya pada satu golongan atau agama. Anggota koperasi syariah dapat berasal dari mereka yang beragama selain Islam. Karena dasarnya tolong menolong, maka ekonomi koperasi saya sebut dengan ekonomi tolong menolong. Karena tolong menolong dalam bahasa arabnya ‘ta’awun’, maka ekonomi tolong menolong saya sebut dengan ekonomi ta’awun. Selamat datang ekonomi ta’awun untuk Indonesia yang lebih baik.
*Penulis adalah Doctor of Philosophy bidang Ekonomi Islam lulusan International Islamic University Islamabad Pakistan, Ketua Pengawas Syariah Kopsyah Benteng Mikro Indonesia.
Oleh: Hendri Tanjung, Ph.D