Pos Indonesia memiliki 3.700 cabang dengan 24.000 titik layanan, terlengkap di Nusantara dan akan bertambah. Kedua, membangkitkan kembali brand image Pos Indonesia. Ketiga, memberikan pelayanan berbasis teknologi dan informasi (TI).
SEPINYA bisnis surat membuat PT Pos Indonesia, perusahaan warisan Belanda berusia dua setengah abad itu, harus menanggung kerugian. Pada 2007, PT Pos merugi Rp23 miliar. Pada 2008, kerugian membengkak jadi Rp70 miliar. Perkembangan teknologi mengakibatkan jumlah pengiriman surat menyusut drastis. Banyak orang menilai perusahaan perusahaan berlogo burung merpati ini adalah ‘sunset industry’ seiring dengan berkembangnya IT.
Oleh Menteri BUMN Sofyan Djalil, I Ketut Mardjana sebagai direktur utama sejak 2009. Ia sebelumnya menjabat Direktur Eksekutif Keuangan PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP). Sebagai wakilnya, Sofyan menunjuk Sukatmo Padmosukarso, bankir senior dan Wakil Presdir Bank Internasional Indonesia.
Kombinasi dua orang itu membuat PT Pos mampu membalikkan nasib. Sejak 2009, perseroan membukukan laba Rp98 miliar. Setahun kemudian, naik menjadi Rp156 miliar. Di akhir 2010, laba tercatat Rp114 miliar sebelum pajak. I Ketut Mardjana mengatakan, selain menyediakan layanan surat-menyurat, Pos Shop menghadirkan toko retail Indomaret dan layanan e-commerce.
Sebagai BUMN yang mengemban misi bisnis dan sosial, tugas PT Pos Indonesia tidak bisa dibilang ringan. Sebab, selain harus mencetak profit, Pos Indonesia juga dituntut memberikan jasa pelayanan publik berupa layanan pos universal. “Kami bermetamorfosis dari postal company menjadi network company,” kata Mardjana.
Kami harus mampu menjangkau wilayah terpencil di daerah perbatasan. Semua itu, jelas membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tapi kompensasi yang kami terima masih belum memadai. Tahun 2009, kami sudah mengucurkan dana Rp256,26 miliar untuk jasa layanan publik. Kompensasi yang kami terima hanya Rp175 miliar. Kami rugi Rp81,42 miliar. Kerugian akibat kurang bayar itu tak kunjung dibayar. Jadi, Pos Indonesia yang mensubsidi negara.
Mardjana berharap, pemerintah bisa memperlakukan Pos Indonesia sebagai entitas bisnis. Antara lain, bersedia men-support kantor pos di daerah perbatasan dan pembuatan kode posnya, mempercayakan pengiriman surat-surat dinas yang bersifat rahasia, dan berperan aktif dalam program penyehatan Pos Indonesia, dan pemberian dana kompensasi PSO (public serice obligation) secara wajar.
Di sisi lain, Pos Indonesia juga akan menggenjot lini usaha logistik, yang hingga saat ini masih berkontribusi minim. “Kami akan mendorong layanan admail, yang diyakini mampu memberikan keuntungan bagi pelanggan Pos Indonesia,” kata Mardjana. Perusahaan yang menggunakan layanan ini cukup menyediakan softcopy dokumen ataupaun surat. Pekerjaan selanjutnya, mulai dari pencetakan hingga distribusi, dilakukan oleh Pos Indonesia.
Saat ini, strategic business unit (SBU) Pos Logistik memiliki modal yang cukup untuk menjadi perusahaan tersendiri, karena menjadi operator gudang lini satu di Bandara Soekarno-Hatta sejak Agustus 2010. Selain itu, SBU Pos Logistik PT Pos Indonesia juga mengantongi izin jasa kepabeanan yang memungkinkan melakukan aktivitas ekspor dan impor. Bahkan, kami pun sudah mengoperasikan satu pesawat Boeing 737 seri 300 untuk pelayanan Jayapura-Wamena.
Ada tiga strategi yang sudah disiapkan. Pertama, Pos Indonesia memodernisasi bangunan dan pelayanannya. Pos Indonesia juga akan menambah titik-titik pelayanan sampai ke pelosok daerah. Saat ini, Pos Indonesia memiliki 3.700 cabang dengan 24.000 titik layanan, terlengkap dio Nusantara. Kedua, membangkitkan kembali brand image Pos Indonesia. Ketiga, memberikan pelayanan berbasis teknologi dan informasi (TI). Untuk merealisasikan teknologi layanan berbasis TI, kami telah menyiapkan dana Rp500 miliar.●