hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Bankir

Columbus Saving and Loan Society (CSLS), ini adalah nama keren dari sebuah bank simpan pinjam komunitas imigran Itali di San Fransisco, Amerika Serikat (AS). Seperti kebanyakan bank lainnya di pengujung abad ke 19, CSLS mengukuhkan posisinya di kelas ekonomi atas, hanya melayani  pinjaman kepada kalangan orang kaya saja. Tidak ada yang salah dengan segmen pasar seperti  itu, karena hingga seratus tahun berselang kebanyakan perbankan masih tetap mendekap kapitalisme sebagai ‘agama’ utama .

Tetapi bermula dari CSLS kita mengenal seorang bankir bernama Amadeo Pietro Giannini. Imigran Itali kelahiran San Jose, California pada 1870 ini adalah penoreh sejarah emas perbankan modern AS. 

Insting bisnisnya sudah muncul saat berusia 12 tahun. Di usia kanak-kanak seperti itu, ketika teman-teman sebayanya masih gemar bermain-main, Giannini malah minggat dari rumah ibunya.  Ia drop-out dari sekolah lantaran ingin bekerja di sebuah toko grosir kecil milik ayah angkatnya. Ia dikenal sebagai pekerja yang jujur dan ulet sehingga pada usia 19 tahun  berhasil memiliki saham di toko tersebut. Saat berusia 31 tahun ia mengambil pensiun dini karena sudah sangat kaya raya dengan bisnis properti, sebagian sahamnya dijual kepada karyawannya.

Reputasi sebagai bankir ‘aneh’ bermula saat ia menggantikan posisi mertuanya sebagai direksi di CSLS. Dia mengajukan usul agar bank ini juga memberikan porsi kredit kepada kalangan masyarakat bawah yang tak pernah tersentuh bank (unbankable). Tentu saja ide itu dianggap konyol dan pasti menuai rugi. Perbankan kala itu adalah sebuah lembaga keuangan besar mitra utama pemerintah dengan kiblat bankir melegenda yaitu John Pierpont Morgan (1837-1913); kapitalis yang mendomimasi pasar keuangan dan industri AS di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.

Giannini agaknya tau diri bahwa credo hidupnya soal keuangan tak setara JP Morgan. Lantaran itu, ia hengkang dari CSLS dan bersama sejumlah rekan imigran yang seide dengannya mendirikan Bank of Italy pada 17 Oktober 1904. Sebuah bank dengan tagline ‘Melayani Orang Kecil’.

Ia menyulap sebuah saloon yang berdiri tepat di seberang CSLS yang akan menjadi pesaing utamanya. Dengan merekrut para bartender di saloon itu sebagai marketing, Ia mulai bekerja menyasar setiap rumah dan menyapa orang yang lewat di jalan untuk menjelaskan apa dan bagaimana visi dan misi Bank of Italy.

Ujian berat pertama dialami pada 1906 ketika San Fransisco dilanda gempa bumi dan sejumlah bank berhenti beroperasi karena mengalami kerusakan dan penjarahan. Di tengah sulit itu Giannini membuktikan pedulinya pada rakyat kecil. Kendati kantornya ikut hancur, ia tetap membuka layanan kepada para nasabahnya dengan membuka bank darurat di dermaga Washington Street. Perangkat kerja bank darurat itu hanya sebuah meja kecil saja, Ia memberi pinjaman tanpa jaminan kepada siapa saja untuk membangun kembali rumah dan usaha mereka dengan akad pinjaman cukup hanya dengan berjabat tangan. Ketika semua pinjaman tersebut dilunasi, Giannini kian percaya diri bahwa karakter dan niat baik merupakan parameter utama  menilai nasabah.

Satu dasa warsa berselang, Bank of Italy menyebar lebih dari 500 cabang di seantero Amerika Serikat dengan deposito lebih dari US$ 6 miliar. Kepak sayap Bank of Italy terus membumbung tinggi ketika pada 1928 merger dengan Bank of America.

Dari sebuah negeri yang begitu ngotot mendewakan uang sebagai alat kekuasaan, nama Giannini menyibak sebagai sosok yang memulai demokratisasi perbankan di AS. Agaknya ia hanya bisa disaingi oleh Muhammad Yunus dari Bangladesh ketika mendirikan Grameen Bank, bank untuk kalangan kaum miskin. Tanpa banyak cakap, doktor ekonomi peraih nobel perdamaian tahun 2006 itu, terjun langsung ke tengah masyarakatnya memberikan pinjaman skala kecil untuk usahawan miskin yang unbankable.  Kelak, kata Yunus, kemiskinan seyogianya hanya jadi barang tontonan di museum. Put Poverty in The Museum.

pasang iklan di sini