hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

YLKI Khawatir Konsumen Kemasan Beremigrasi ke Minyak Goreng Curah

JAKARTA-—Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyampaikan kekhawatirannya imbas dari pencabutan HET minyak goreng kemasan akan beremigrasi ke minyak goreng curah.  Pasalnya disparitas harga antara curah dan goreng terlalu besar.

Ketua YLKI Tulus Abadi mengatakan, harga minyak goreng curah dipatok sebesar Rp14 ribu. Sementara minyak goreng kemasan sederhana dan premium dilepas sesuai mekanisme pasar hingga menembus Rp24 ribu per liter.

“Kami terkesan pemerintah bertekuk lutut terhadap pengusaha dalam upaya menuntaskan persoalan minyak goreng di tengah masyarakat. Sebab, berbagai kebijakan telah dilakukan tetapi gagal,” ujar Tulus dalam sebuah webinar, Sabtu (19/3/22).

Mengutip data Kementerian Perdagangan (Kemendag) rata-rata kebutuhan minyak goreng nasional per bulan mencapai 327 ribu ton. Adapun, pangsa pasar minyak curah lebih tinggi ketimbang kemasan.

Sementara Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mencatat minyak curah berkontribusi hingga 65 persen dari total kebutuhan minyak goreng nasional dan sisanya 35 persen merupakan kemasan. Karena itu, konsumsi minyak goreng di Indonesia masih didominasi dalam bentuk curah.

“Perkembangan isu minyak goreng saat ini, membuat kami masih berpandangan bahwa kartel telah terjadi. Dari sebelum adanya kebijakan HET untuk seluruh jenis minyak goreng, harga masih tinggi meski barang ada,” imbuhnya. 

Ketika pemerintah mengaturnya, barang menjadi langka. Terakhir, setelah HET dicabut mesti khusus untuk kemasan, barang kembali membanjiri pasar.

Hal ini meurakan fenomena yang aneh barang mahal ada, tapi kalau murah tidak ada.  Jadi konsumen mendapat pilihan pahit. 

Sementara staf pengajar  Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Pakuan Bogor, Iman Hilman, mengatakan, terdapat sejumlah faktor penyebab tidak efektifnya kebijakan minyak goreng.

Pertama, kegagalan pasar mengacu pada kondisi di mana mekanisme pasar tidak bekerja sehingga menciptakan ketidakefisienan di pasar.

Kedua, terjadi oligopoli pasar dan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi harga. Ketiga, minyak goreng termasuk barang yang tidak diatur tata niaganya dan harganya.

Dalam kondisi seperti ini, akan sulit menerapkan kebijakan pengaturan karena sulitnya pengawasan di lapangan. 

Faktor terakhir, yakni beberapa penelitian pun menunjukkan bahwa penerapan HET tidak efektif pada komoditas yang memiliki rantai tata niaga yang pangan.

pasang iklan di sini