
Peluang news, Jembrana – Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) meresmikan Factory Sharing atau Rumah Produksi Bersama (RPB) khusus Komoditas Kakao di Kabupaten Jembrana, Bali, Jumat (22/12/2022).
Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM), Teten Masduki mengatakan, peresmian ini merupakan salah satu bentuk nyata dukungan KemenKopUKM terhadap hilirisasi produk unggulan Bali, khususnya pada komoditas kakao atau cokelat di pasar ekspor.
Ia mengaku senang dan bangga atas dibangunnya RPB pertama kali atau sebagai piloting di kawasan Jembrana itu.
Rencananya, KemenKopUKM akan menargetkan membangun 12 RPB di berbagai daerah-daerah lain nantinya.
“RPB Jembrana ini piloting dan harus sukses, sehingga harapannya RPB bisa dibangun tiap tahunnya di Indonesia. Saya lihat secara langsung, RPB ini yang paling keren,” ujar Menteri Teten.
Mantan Kepala Staf Kepresidenan ini mengungkapkan, terdapat dua tujuan atau alasan dari pentingnya pembangunan RPB.

Yang pertama, karena produk UMKM saat ini rata-rata belum bisa memenuhi standardisasi industri, apalagi memiliki teknologi modern orang per orang.
“Kalau membagikan alat sederhana, dikhawatirkan kualitas produk tak akan meningkat. Maka kita bangunkan pabrik bersama dengan alat-alat modern agar memenuhi standar pabrik,” katanya.
Sementara yang kedua, karena RPB menjadi kebijakan Pemerintah bahwa hilirisasi bukan hanya wilayah usaha besar tetapi juga melibatkan UMKM seperti kakao dari Jembrana yang berkualitas.
“Kita tidak boleh lagi ekspor komoditas yang masih raw material atau mentah. Kalau masih seperti itu ya tidak berubah sejak zaman kolonial. Zaman VOC ekspor kakao maupun rempah-rempah mentah, sekarang harus dikirim dalam bentuk setengah jadi atau barang jadi,” ucap Menteri Teten.
“Jadi, industrialisasi atau hilirisasi untuk komoditas cokelat harus segera diimplementasikan secara cepat dan terintegrasi,” imbuhnya.
Selain itu, MenKopUKM juga sangat setuju, apabila RPB bisa diintegrasikan dengan potensi lahan para petani dengan membangun corporate farming dalam skala ekonomi, membangun sistem ekonomi dari hulu ke hilir.
Hal ini dikarenakan, menurutnya, penting bagi setiap daerah untuk mempunya produk-produk komoditas unggulannya masing-masing.
Di Jembarana sendiri, potensi lahan petani kakao mencapai 5.000 hektare yang mengonsolidasikan para petani berlahan sempit.
KemenKopUKM siap membantu dengan menyiapkan bisnis modelnya berbadan hukum melalui koperasi multipihak, dan dibantu dari sisi pembiayaan oleh LPDB-KUMKM.
Sedangkan untuk kendala pembibitan ada pada kewenangan Kementerian Pertanian (Kementan) yang bisa untuk saling dikerjasamakan.
“Kita setuju menjadikan Jembrana sebagai modeling corporate farming dari hulu ke hilir. . Jika semua sistem ini terbentuk, maka Jembrana akan menjadi daerah hilirisasi kakao yang dapat menarik potensi wisata,” tutur Menteri Teten.
“Dengan adanya RPB ini, saya berharap agar para pelaku UMKM dapat menghasilkan produk kakao yang bernilai tinggi, berkualitas mutu baik, dan berdaya saing, sehingga dapat meningkatkan produk hilirnya hingga ke pasar ekspor,” tambahnya.