Berawal dari keluhan owner Minimarket di Klungkung, Bali; berlanjut dengan tafsir keliru atas Perda No. 13/2018; imbauan Sekmen Kemenkop-UMKM tentang larangan warung Madura buka 24 jam memicu sejumlah reaksi negatif.
HAJAT hidup warung-warung Madura mendadak dipersoalkan. Viral jadi perbincangan masyarakat karena (tiba-tiba saja) dilarang beroperasi 24 jam. Dalihnya, atas nama mematuhi Perda setempat. Kasus ini mencuat di Bali. Usut punya usut, masalah bermuasal dari keluhan pemilik minimarket di Kabupaten Klungkung, Semarapura, Bali. Mereka merasa tersaingi, dengan akibat omzet berkurang.
Tak jelas bagaimana dan kepada siapa keberatan mereka disampaikan. Yang pasti, Satpol PP Klungkung bergerak cepat. Warung-warung kelontong Madura yang buka 24 jam dirazia. Alasannya, Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Swalayan.
Perda tersebut mengatur mengenai jam operasional toko. Antara lain disebutkan bahwa minimarket, hypermarket, department store, dan supermarket memiliki aturan jam operasional. Aturan ini pula yang oleh Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM, Arif Rahman Hakim, dijadikan argumen. Arif menyarankan agar para pemilik warung Madura mematuhi aturan yang berlaku di daerah setempat.
Pihak warung Madura jelas keberatan dan tak terima. Penolakan antara lain disampaikan Haji Bambang. Dia mengaku keberatan atas imbauan Kemenkop-UKM tersebut. Pengusaha asal Prenduan, Kabupaten Sumenep, itu mengatakan, aturan jam operasional yang ramai diperbincangkan jelas merugikan pengusaha bisnis warung Madura. Padahal, tak ada sepatah kata pun dari Perda itu yang dapat ditafsirkan sebagai larangan operasional terhadap warung-warung Madura.
Sejumlah pihak angkat bicara. Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) menyoroti pernyataan ‘oknum’ Kemenkop-UKM itu. “Seharusnya Kemenkop-UKM justru berpihak pada UMKM, bukan melarang operasionalnya,” ujar Ketua Umum DPP IKAPPI, Abdullah Mansuri. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan ikut mempertanyakan. Sebab, tidak ada pelanggaran apa pun yang dilakukan pemilik warung Madura yang buka 24 jam. “Kenapa dilarang?” katanya.
Untunglah Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, bergerak cepat. Dia memastikan tidak ada rencana, arahan, ataupun kebijakan Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop-UKM). Pihaknya telah meninjau Perda Kabupaten Klungkung No. 13/2018. Kesimpulannya, tidak ditemukan aturan yang melarang secara spesifik warung Madura untuk beroperasi sepanjang 24 jam. “Saya justru mengapresiasi warung-warung kelontong yang selama ini banyak membantu masyarakat karena produk yang dijual adalah produk lokal, lengkap, dan jam operasionalnya fleksibel,” kata Menteri Teten.
Dalam Perda 13/2018 tersebut tidak ada ketentuan soal jam operasional warung Madura, yang biasanya memiliki skala lebih kecil dari minimarket. Minimarket, dalam beleid yang sama, didefinisikan sebagai sarana atau tempat usaha yang melakukan penjualan barang-barang kebutuhan sehari-hari secara eceran langsung kepada konsumen dengan cara pelayanan mandiri alias swalayan.
Klarifikasi Teten sekaligus Atas ‘men-delete’ pernyataan pejabat Kemenkop dan UKM sebagaimana dikutip sejumlah media. Yang bersangkutan secara intern sudah ditegur langsung. “Saya perlu memastikan, sesuai arahan Presiden, agar ke depan tidak terulang lagi pernyataan yang menimbulkan kegaduhan,” kata Teten. Kehadiran warung Madura bagi Teten adalah representasi dari ekonomi rakyat yang selama ini tersisih dari retail modern. Maka itu, eksistensi warung tradisional harus dipertahankan.
Sejalan dengan tuntutan PP Nomor 7 Tahun 2021, Kemenkop-UKM juga terus berkomitmen melindungi warung rakyat dan UMKM dari ekspansi ritel modern dengan mendorong implementasi dari kebijakan afirmasi 40 persen belanja pemerintah untuk UMKM, 30 persen ruang berjualan pada infrastruktur publik untuk UMKM, dengan harga sewanya (sekurang-kurangnya) 30 persen lebih murah dari harga pasar yang berlaku. ●