
PeluangNews, Jakarta – Wacana pemilihan kepala daerah (Pilkada) tidak dipilih langsung oleh rakyat tapi melalui DPRD, mendapat respons dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan PDIP.
Dua partai itu pernah mengalami proses pilkada lewat DPRD di masa Orde Baru. Menurut Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono, kebijakan politik harus melihat realitas di masyarakat.
Saat ini, kata dia, PPP masih mendengarkan suara masyarakat terkait sistem pilkada.
“Setiap kebijakan politik itu kan, kita memang harus juga mengacu kepada realitas bagaimana suara rakyat. Karena itu PPP sekarang masih selalu mendengarkan, merangkul bagaimana suara rakyat,” kata Mardiono usai membuka Muswil PPP Sulsel di Hotel Claro Makassar, Senin (22/12/2025).
Sebagaimana diberitakan, usul pilkada lewat DPRD merupakan salah satu hasil Rapimnas Partai Golkar yang disampaikan ketua umumnya, Bahlil Lahadalia. Rapimnas I Golkar 2025 berlangsung di Kantor DPP partai beringin, Jakarta Barat.
Mardiono mengaku tak menampik pembahasan pilkada melalui DPRD sudah bergulir. PPP masih membahas soal ini.
“Karena provinsi itu kan menjadi keterwakilan dari pemerintah pusat. Nah, itu mungkin sedang kita bahas apakah daerah provinsi itu nanti juga dipilih oleh DPRD provinsi atau ya mungkin itu menjadi kewenangannya pemerintah pusat sebagai keterwakilan untuk di daerah provinsi,” kata Mardiono.
Mardiono juga tak menampik sudah melakukan komunikasi dengan sejumlah partai politik baik di parlemen maupun non-parlemen. Komunikasi tersebut untuk membahas terkait sistem pemilu ke depan.
“Kita terus melakukan koordinasi bersama untuk merumuskan bagaimana pelaksanaan pemilu ke depan itu dalam menghasilkan sebuah hasil demokrasi yang terbaik. Kita mencatat dari perjalanan yang lalu tentu ada kekurangan, ya tentu itu nanti kita perbaiki,” ucap dia.
Terkait wacana di atas, Ketua DPP PDIP Said Abdullah menilai wacana menggeser mekanisme pilkada dari pemilihan langsung oleh rakyat menjadi dipilih DPRD perlu dikaji secara mendalam. Sebab, kebijakan strategis seperti itu tidak boleh dilahirkan hanya berdasarkan selera politik sesaat.
Menurut Said, kajian mendalam diperlukan agar setiap kebijakan yang diambil benar-benar menjawab akar persoalan dan berpijak pada kepentingan publik yang lebih luas.
Dia mengakui bahwa pelaksanaan pilkada langsung selama ini memang dihadapkan pada sejumlah persoalan, salah satunya tingginya ongkos politik yang harus dikeluarkan oleh kandidat.
Namun demikian, Said mengingatkan bahwa mahalnya biaya pilkada tidak serta-merta dapat diselesaikan dengan mengembalikan mekanisme pilkada melalui DPRD. Anggapan tersebut dinilainya merupakan kesimpulan yang terlalu jauh atau jumping conclusion.
“Esensi pilkada langsung adalah keterlibatan rakyat secara langsung dalam memilih pemimpin di daerahnya. Jika pemilihan itu diganti melalui DPRD, maka hak memilih rakyat diwakilkan kepada DPRD. Ini berpotensi membengkokkan aspirasi rakyat, karena kepentingan DPRD bisa saja berbeda dengan kehendak masyarakat,” kata Said, menandaskan.
Menurut Said, persoalan utama mahalnya pilkada langsung seharusnya diatasi melalui pembenahan regulasi dan penegakan hukum, bukan dengan mengubah sistem pemilihannya.
Dia mendorong revisi Undang-Undang Pilkada, khususnya dengan memperkuat penegakan hukum terhadap praktik politik uang.
“Kita sering menyampaikan bahwa biaya pilkada mahal, tetapi kita tidak sungguh-sungguh membenahi sistem penegakan hukumnya. Padahal, politik uang adalah faktor utama tingginya ongkos politik,” ujar Said, menegaskan
Politikus PDIP ini justru mengusulkan penguatan criminal justice system dalam konteks pelanggaran hukum pemilu yang didominasi praktik politik uang.
Bawaslu, katanya, perlu diperkuat baik dengan kewenangan penyidik independen maupun dengan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara khusus dalam penanganan politik uang.
Said mendorong sanksi pidana yang lebih berat bagi pihak pemberi dan penerima politik uang, termasuk pembatalan pencalonan bagi kandidat yang terbukti terlibat.
“Selain itu, pembentukan peradilan ad hoc khusus di setiap daerah untuk menangani kasus politik uang,” ucapnya, menambahkan.[]








