BANDUNG—-Dari Gang Pesantren, Jalan Pagarasih Bandung seorang ibu rumah tangga bernama Sinta Dewi menciptakan inovasi membuat keripik bakso goreng (basreng) enam tahun yang lalu. Gang sempit ini sebetulnya merupakan tempat lahirnya sejumlah UKM, di antaranya perajin kaos. Brandnya Basreng Randa.
“Semuanya kebetulan, terlintas begitu saja. Saya masak bersama Mama dan kemudian menjualnya kepada para SPG dengan harga tiga ribu rupiah per kantong plastik,” ujar Sinta kepada Peluang (Jumat, 3 Agustus 2018).
Pemasaran awal kepada para SPG Toko, lebih didorong oleh latar belakang, karena Sinta pernah bekerja menjadi SPG di sebuah toko pasar swalayan.
Sekarang perkembangannya pesat karena sudah ada label halal. Penjualan dilakuakn dengan cara daring dan kini pemasaran mencapai Papua dan Kalimantan. Momennyaya pas ketika keripik basreng menjadi salah satu jajanan favorit khas Bandung,sekaligus menjadi ikon.
“Karyawan nambah, yaitu suami saya sekarang,” cetus ibu dari dua anak ini.
Setiap bulan Basreng Randa Sinta Dewi mampu memproduksi lima ratus bungkus. Setiap bungkus untuk reseller dijual antara Rp13 ribu (orisinal) hingga Rp15 ribu (level 4). Level di sini dimaksudkan adalah level pedasnya.
Omzet tertinggi yang pernah diraihnya mencapai Rp15 juta per bulan. Namun menurut Sinta ongkos produksinya tinggi, sebanyak 75% dari omzet habis untuk produksi.
Sinta menyadari bahwa Basreng Randa harus tampil beda dibanding para pemain lainnya. Sinta mengatakan, Basreng Rinda dibuat tipis sekali. Jadi ketika di lidah menjadi renyah.
“Rasanya kriuk banget. Selain itu cabai yang digunakan buatan sendiri dan bukan cabai bubuk. Selain itu produk kami ditambah daun jeruk,” kata Sinta.
Ilustrasi Basreng Randa-Foto: Dokumentasi Pribadi.Hingga saat ini Basreng Randa hanya dikerjakan tiga orang. Namun Sinta mengungkapkan, akan terus mengembangkan usaha dan berharap suatu ketika bisa memasarkan produknya ke luar negeri,” pungkas perempuan kelahiran 1987 ini (Irvan Sjafari)