BANDUNG—Inspirasi untuk berwirausaha bisa datang pada saat yang tak terduga. Bergantung apakah yang mendapatkan inspirasi itu jeli menjadikannya sebagai peluang.
Wiwin Winarsih mendapatkan inspirasi itu pada 2014. Rumahnya di kawasan Geger Kalong berdekatan dengan sebuah kampus besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Kampus itu dalam setahun menggelar dua hingga tiga kali acara wisuda dengan ribuan wisudawan.
Pada saat wisuda biasanya marak penjual bunga hidup di sekitar kampus, namun nasib si bunga akan berakhir di tempat sampah dalam 2-7 hari setelah wisuda. Banyak sekali bunga yang berserakan di tempat sampah, padahal itu dibeli dengan harga yang tidak murah.
“ Saya jadi berpikir untuk membuat bunga-bunga artifisial yang dapat dijadikan cinderamata dan kenang-kenangan wisuda, karena pada saat itu belum ada yang menjual bunga artifisial,” ujar Wiwin kepada Peluang, Selasa (31/7/2018).
Wiwin Winarsih bersama Atalia Praratya istri Wali Kota Bandung Ridwan Kamil-Foto: Dokumentasi Pribadi.Alumni Jurusan Pendidikan Luar Sekolah UPI akhirnya membuat bunga tulip sebagai produksi pertamanya. Ternyata hasil buah tangannya mendapatkan sambutan, dalam dua hari perempuan kelahiran Bandung 18 September 1975 meraup tiga juta rupiah.
“Semakin hari semakin semangat untuk mengembangkan produk selain bunga. Modal awal kurang lebih Rp100.000,- omzetnya Rp400.000. Karena pada awalnya saya memanfaatkan limbah perca. Awal produksi kurang lebih 100 buah dan dikerjakan sendiri di rumah,” ungkapPeraih Juara Pertama Best Creative Product 2017, Diskominfo ini.
Itulah awal Wiwin mendirikan usaha di bidang handycraft accessories dan home décor dengan brand Little Rose.
Nama itu terinspirasi ketika Wiwin membuat bros dari kain yang dibentuk mnejadi bunga mawar kecil, dan setiap produk selalu ada bunga mawar. Dia menyukai bunga mawar karena memiliki filosofi yang tinggi.
“Tanaman mawar sangat menakjubkan, teramat cantik dan siapapun akan terpesona karena keragaman bentuk, rupa, dan warnanya. Keindahan mawar melambangkan kecantikan perempuan,”ucap peraih Juara 1 Lomba desain Craft Disdagin Little Bandung Creative Market 2018
Wiwin kemudian mengembangkan usahanya. Pemasaran dilakukan secara offline dengan konsinyasi (titip jual) di toko aksesoris, mengikuti pameran atau event hingga membuka galeri di workshop. Little Rose juga melakukan pemasaran secara daring (online), di antaranya menjual di Instagram.
“Alhamdulillah, sekarang produk Little Rose mulai dikenal banyak orang setelah sering mengikuti kegiatan bazar atau pameran dan sudah mendapat pelanggan dari berbagai kota. Karyawan dua orang. Produksi meningkat dan omzet pun bertambah sekitar 8-15 juta rupiah per bulan,” papar dia.
Produk Little Rose-Foto: Dokumentasi Pribadi.Wiwin bercita-cita memiliki galeri sendiri yang dapat dikunjungi orang banyak. Dia punya keinginan menjual produk ke luar negeri.
“Saya ingin menjadikan produk Little Rose sebagai produk icon bandung dengan jargon Bandung Kota Kembang-nya. Jadi Little Rose adalah Si Kembang Bandung tea,” pungkas dia (Irvan Sjafari).