Meski pemerintah telah menggelontorkan triliunan rupiah dalam KUR dan Dana Bergulir, namun faktanya masih banyak pelaku usaha di akar rumput yang belum tersentuh. Apa solusinya?
SEKTOR UMKM selama ini menjadi tulang punggung perekonomian karena digeluti sebagian besar pelaku usaha di Indonesia. Sektor usaha ini juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah cukup besar sehingga ikut menekan turunnya angka pengangguran. Oleh karenanya, Pemerintah serius mendorong pengembangan usaha UMKM baik dari sisi pembiayaan maupun penguatan kelembagaan.
Seperti diketahui, Pemerintah telah menyalurkan kredit usaha rakyat (KUR) untuk mempermudah akses pembiayaan bagi pelaku usaha. Selain itu, ada dana bergulir yang dikelola Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) yang merupakan satuan kerja di bawah Kementerian Koperasi dan UKM.
Upaya Kemenkop dan UKM memperkuat permodalan usaha UMKM tidak hanya terpaku pada program eksisting. Terbaru, Kementerian yang dipimpin Puspayoga ini akan melakukan terobosan dengan mereformulasi kebijakan pembiayaan bagi pelaku UMKM. Tujuannya agar pelaku usaha memiliki akses yang lebih luas ke perusahaan pembiayaan, baik bank maupun nonbank.
“Kita akan terus memperkuat barisan dalam meningkatkan akses Koperasi dan UMKM
ke pembiayaan yang mudah dan sesuai karakteristiknya,” kata Deputi Bidang Pembiayaan Kemenkop & UKM Yuana Sutyowati, dalam Workshop bertema Reformulasi dan Penguatan Kebijakan Pembiayaan Bagi Koperasi dan UKM, di Jakarta, pertengahan September lalu.
Gelaran workshop dimaksudkan untuk mengakomodasi masukan dan keluhan dari KSP dan KSPPS terkait optimalisasi penyaluran dana bergulir LPDB-KUMKM. Dari sini akan terpetakan masalah utamanya dan mencari solusi secara bersama-sama. Dalam rencananya, ada sekitar 12.000 sentra-sentra UKM yang menjadi sasaran akhir dari reformulasi pembiayaan. Kemenkop dan LPDB nantinya akan mendesain menu-menu pembiayaan agar bisa melibatkan dan dinikmati lebih banyak oleh KSP maupun KSPPS.
“Kami perlu diskusi dengan para pelaku juga pakar untuk kemudahan akses pembiayaan KSP/KSPPS yang selama ini dianggap persyaratan cukup berat untuk mendapatkan pembiayaan. Sehingga, sedikit KSP/KSPPS yang memperoleh akses, serta proses layanan yang sering tidak sesuai dengan SOP,” ujar Yuana.
Sekadar informasi, LPDB dibawah nakhoda baru Braman Setyo sedang membenahi proses bisnis dengan menekankan pada pelayanan digital. Nantinya, seluruh proses bisnis mulai dari pengajuan proposal sampai pengawasan dana bergulir akan dilakukan melalui sistem informasi digital. Dengan begitu, proses bisnis akan menjadi lebih efisien dan transparan.
Perubahan dari LPDB ini seyogyanya juga diikuti oleh para mitra/calon mitra dengan membenahi infrastruktur teknologi masing-masing. Sehingga layanan dana bergulir akan lebih nendang bagi pelaku usaha di tingkat akar rumput.
Terkait dengan perkuatan pembiayaan UMKM, selain KUR juga terdapat mekanisme pembiayaan program Kredit Ultra Mikro (UMi) yang mulai digulirkan pada tahun ini. Plafon dana yang disalurkan sebesar Rp1,5 triliun (APBNP 2017) dan Rp 2,5 triliun (RAPBN 2018), dengan alokasi per UMi maksimal Rp 10 juta.
Progam UMi diadakan karena disadari realisasi penyaluran KUR masih rendah. Faktanya, masih banyak pelaku usaha terutama di level mikro dan kecil yang belum tersentuh pembiayaan. Salah satu faktornya karena sistem KUR menggunakan pendekatan perbankan yang sulit dipenuhi pelaku usaha mikro.
Dengan adanya UMi yang penyalurannya melibatkan ormas keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah diharapkan akan lebih banyak pelaku usaha akar rumput yang dapat menikmati akses pembiayaan. Perkuatan permodalan secara best practices terbukti dapat mengembangkan skala usaha.
“Sebagaimana program KUR, program UMi dikhawatirkan kurang mengakomodasi dan melibatkan KSP/KSPPS yang sudah beroperasi cukup lama. Untuk itu perlu sosialisasi yang masif sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran informasi,” kata Yuana.
Kemenkop & UKM juga akan mendorong LPDB-KUMKM menjadi lembaga Apex (pengayom) bagi koperasi/KSPPS. Apex akan memberi keuntungan tersendiri bagi koperasi seperti mengatasi masalah likuiditas maupun perkuatan kelembagaan. Selain itu, Apex juga dimungkinkan bisa menjadi the lender of the last resort bagi usaha koperasi. Lembaga ini juga berfungsi sebagai pengumpul dana (pooling of fund) bagi anggotanya. Oleh karena itu, dibutuhkan kesepahaman bersama sebelum fungsi Apex ini dijalankan LPDB. (Drajat)