Inovasi produk dan layanan serta menjalin sinergi antar BUMN menjadi jurus untuk membangkitkan kembali kejayaan Sarinah.
PULUHAN tahun silam, Sarinah pernah menjadi pusat perbelanjaan paling mentereng di Jakarta. Letaknya yang strategis di jantung ibukota negara, menjadi magnet yang mampu menarik pengunjung untuk berbelanja, ataupun sekadar kongkow-kongkow. Tidak berlebihan jika pusat perbelanjaan pertama di Jakarta yang dibangun Presiden Soekarno pada 17 Agustus 1962 ini merupakan salah satu heritage Indonesia yang monumental.
Sarinah terkenal sebagai etalasenya Indonesia karena menjajakan produk-produk domestik seperti kerajinan tangan, batik, kain tradisional dan produk khas Nusantara lainnya. Namun demikian, seiring kemunculan mal-mal baru yang bak cendawan di musim hujan kejayaan Sarinah mulai luntur. Pengunjung yang didominasi generasi muda lebih memilih belanja atau hang out di mal baru yang lebih cozy dan menyajikan sentuhan yang lebih modern.
Menyadari bisnis Sarinah yang mulai tergerus, Pemerintah melalui Kementerian BUMN sebagai pemegang saham bergegas melakukan pembenahan dengan merombak jajaran manajemen. Lies Permana Lestari pun ditunjuk sebagai Direktur Bisnis dan Retail PT Sarinah (Persero) sejak 18 Agustus 2016. “Sarinah itu punya segalanya untuk maju mulai dari lokasi, sejarah, brand, dan produk. Kami mengemban misi untuk menjadikan Sarinah sebagai The Window of Indonesia,” ujar Lies.
Sebagai pejabat baru, Lies banyak membuat terobosan agar The Window of Indonesia bukan hanya hiasan bibir belaka. Caranya dengan melakukan small step tetapi konkret seperti mengubah visualisasi desain interior dan produk. Window display dibuat sekeren mungkin dengan menaruh pohon-pohon di depannya sehingga banyak pengunjung yang menjadikannya sebagai spot selfie yang instagramable. Ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan karakteristik pengunjung yang kini lebih muda dan hobi “narsis” di media sosial.
Perubahan visual yang dilakukannya bertujuan agar pengunjung memiliki perspektif baru bahwa Sarinah kini lebih bersih, modern, dan produknya lengkap. Sehingga kesan jadul yang sempat disematkan pada Sarinah berganti menjadi edgy dan kekinian. “Kami ingin mengubah persepsi Sarinah dari kesan kuno menjadi kekinian,” kata Lies.
Selain mengubah visual, Lies juga memperluas jaringan outlet di bandara sebagai bagian dari sinergi antar BUMN. Sekarang Sarinah hadir di lima bandara besar Indonesia yaitu di Terminal 3 domestik Bandara Soekarno Hatta Cengkareng, Kualanamu Deli Serdang, Ngurah Rai Denpasar, Juanda Surabaya dan Sultan Hasanuddin Makassar.
Sarinah juga berencana membuka outlet di dua kota yaitu Pontianak dan Palembang. Pontinak dipilih karena dikenal sebagai destinasi wisatawan asal China. Sedangkan Palembang karena ada momentum pergelaran Asian Games pada 2018. Saat ini, Sarinah sudah memiliki dua outlet besar yaitu di jalan Thamrin Jakarta dan di alun-alun Kota Malang Jawa Timur.
Berbagai terobosan yang telah dilakukan berdampak positif terhadap kinerja bisnis. Omzet penjualan meningkat di tengah kondisi perekonomian yang menantang. Perlahan namun pasti, impian Lies untuk menjadikan Sarinah sebagai top of mind semua orang Indonesia semakin dekat. Meniru jargon iklan sebuah produk, Ingat Produk Indonesia, Ingat Sarinah. (Drajat)