hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Suku Bunga Acuan BI Berpotensi Turun

Defisit transaksi berjalan yang semakin menyempit menjadi salah satu syarat untuk penurunan suku bunga acuan.

Kondisi pasar keuangan global pada tahun ini diperkirakan lebih stabil dibanding tahun lalu. Hal itu tidak lepas dari asumsi bahwa Bank Sentral AS The Federal Reserve tidak akan menaikan suku bunga acuan Federal Fund Rate terlalu tinggi sampai akhir tahun nanti.

Stabilitas makro dunia yang lebih terkendali dan rendahnya laju inflasi domestikyang rendah serta defisit neraca perdagangan yang menyempit, mendorong sejumlah pihak untuk mendesak Bank Indonesia (BI) agar menurunkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate.

Dalam riset Morgan Stanley terakhir, BI perlu membuka ruang pelonggaran kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga acuan. Oleh karenanya, lembaga riset asal AS tersebut meyakini BI akan menurunkan suku bunga sebesar 75 bps pada kuartal III nanti. Saat ini, suku bunga acuan masih sebesar 6%.

Penurunan suku bunga acuan  akan melonggarkan likuiditas dan memacu pertumbuhan kredit. Selain itu akan menggenjot pendapatan perbankan dari sisi margin bunga bersih (net interest margin atau NIM). Riset juga menyebut, bank seperti BRI, BTN dan BNI akan meningkat NIM-nya karena memiliki portofolio pinjaman dengan peringkat tetap dan rasio dana murah (CASA) lebih rendah.

Seperti diketahui, pada tahun lalu BI menaikkan suku bunga acuan secara bertahap hingga sebesar 175 bps menjadi 6%. Kenaikan dimulai sejak Mei dalam dua tahap masing-masing sebanyak 25 bps. Kemudian kembali naik pada Juni 2018 sebanyak 50 bps, dan kenaikan berikutnya secara berturut-turut pada Agustus dan September masing-masing sebanyak 25 bps.Kenaikan terakhir pada tahun lalu terjadi pada November  sebanyak 25 bps.

Peningkatan suku bunga acuan BI saat itu untuk merespons kenaikan suku bunga The Fed sekaligus meredam penurunan nilai tukar rupiah. Akibatnya, ruang likuiditas di perbankan menyempit dan pertumbuhan kredit tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. Terlebih bagi bank-bank kecil yang harus bekerja ekstra keras untuk mengatur likuiditasnya. Salah satu caranya dengan menaikkan suku bunga simpanan yang berdampak pada tingginya biaya dana (cost of fund).

Perlunya suku bunga acuan turun juga dikemukakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Lembaga yang menjamin simpanan nasabah perbankan hingga Rp2 miliar itu, menilai penurunan suku bunga BI kemungkinan baru akan terjadi pada kuartal III dan kuartal IV nanti.

Sementara industri perbankan juga berharap agar BI menurunkan suku bunga acuannya. BCA menilai ada ruang untuk menurunkan suku bunga sebesar 25 bps dalam 2-3 bulan ke depan apabila The Fed tidak menaikkan suku bunga acuan. BNI pun memproyeksikan ruang penurunan suku bunga maksimal hanya sekitar 25 bps. Hal itu tidak lepas dari upaya untuk menjaga stabilitas moneter dan ekonomi dari tekanan eksternal.

Respons Bank Sentral

Menanggapi desakan dari sejumlah pihak untuk penurunan suku bunga acuan, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara memberikan sinyal bahwa suku bunga acuan dapat saja diturunkan dengan sejumlah catatan antara lain defisit transaksi berjalan (current account defisit/CAD) yang membaik.  “CAD pada kuartal I biasanya rendah, kuartal II naik, seasonality-nya gitu. Kalau CAD kuartal I terkendali, kita lihat kuartal II bagaimana. The Fed kan juga gitu. lihat situasinya,” ujar Mirza.

Penurunan CAD pada kuartal II salah satunya ditentukan dari pengendalian impor. Selain itu, masuknya arus modal asing ke pasar domestik. BI yakin arus modal asing tahun ini bisa masuk sekitar 20-26 miliar dollar AS.  Hal itu berdasar pengalaman dari tahun politik sebelumnya. Setelah  pemilu 2014 lalu, ada aliran modal asing masuk sebesar 26 miliar dolar AS.

Kondisi eksternal juga berpengaruh terhadap aliran modal asing seperti The Fed yang sedikit jinak dalam menaikkan suku bunga acuan. Selain itu, perundingan AS-China yang semakin menemukan titik temu.

Namun demikian, arus modal tersebut lebih banyak berputar di pasar keuangan dan belum menyentuh sektor riil. Oleh karenanya, menjadi tugas pemerintahan mendatang untuk menarik investasi asing di sektor riil agar pertumbuhan ekonomi semakin berkualitas. (Kur).

pasang iklan di sini