hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Fokus  

Stamina UMKM Arungi Tsunami Ekonomi

Pemerintah mengguyur sektor UMKM dengan dana ratusan triliun di tengah ketidakpastian akibat pandemi covid-19. Efektivitas kebijakan itu akan diuji dalam beberapa waktu ke depan sejalan dengan datangnya resesi ekonomi.

Setiap terjadi gonjang-ganjing perekonomian, UMKM selalu menjadi andalan untuk memulihkan kondisi. Ambil contoh pada krisis moneter 22 tahun silam, sektor yang banyak digeluti pelaku usaha itu menjadi katup penyelamat dari karamnya “kapal” Indonesia. Kini, saat pandemi Covid-19 menghantam pasar domestik, pemerintah pun menjadikan UMKM pun sebagai garda depan penyelamatan ekonomi.

Menurut Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, UMKM menjadi penyangga ekonomi nasional di tengah ketidakpastian akibat pandemi Covid-19. “UMKM itu sudah berkali-kali menghadapi kondisi sulit bahkan krisis. Kelebihannya mereka cepat melakukan perubahan, banting setirnya itu cepat,” ujar Teten dalam keterangan pers beberapa waktu silam.

Saat ini terdapat lebih dari 64 juta unit UMKM yang berkontribusi sebesar 97% terhadap total tenaga kerja dan 60% dari produk domestik bruto (PDB). Kontribusi ekspornya mencapai  14% dari total ekspor.

Melihat besarnya kontribusi UMKM terhadap perekonomian, pemerintah melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) mengguyur sektor ini dengan dana jumbo. Mengutip situs resmi Kementerian Keuangan, khusus untuk klaster UMKM disediakan dana sebesar Rp34,15 triliun untuk subsidi bunga, Rp28,06 triliun untuk insentif pajak, dan penjaminan untuk kredit modal kerja baru UMKM sebesar Rp6 triliun. Selain itu, ada dana sebesar Rp35 triliun yang dialokasikan sebagai dana penempatan pemerintah di perbankan untuk restrukturisasi debitur UMKM.

Sampai awal Oktober, realisasi program PEN khusus UMKM mencapai Rp83,9 triliun. Jumlah itu akan terus diupayakan meningkat sampai 100% anggaran terserap. Ini penting untuk menyelamatkan perekonomian dari hantaman pandemi.

Berbeda dengan krisis-krisis sebelumnya, ancaman pandemi ini memang tidak main-main. Berdasar survei Bank Indonesia (BI), terdapat 72,6% UMKM yang mengalami penurunan kinerja karena terdampak pandemi Covid-19. Sejumlah kebijakan pemerintah seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan physical distancing turut mempengaruhi kinerja UMKM.

Untuk mencegah kebangkrutan UMKM, sejumlah kementerian dan lembaga melakukan gebrakan. Ambil contoh, Kemenkop UKM yang memiliki beberapa program antara lain pelibatan UMKM dalam Pengadaan Barang dan Jasa, menyelenggarakan Pasar Digital UMKM (PaDi), Korporatisasi Petani/Nelayan (Pengembangan Koperasi Pangan), program Belanja Di Warung Tetangga, serta menyerap produk koperasi dan UMKM melalui kolaborasi dengan Bulog, PTPN dan 9 klaster pangan BUMN yang akan menyalurkan produk ke warung-warung tradisional.

Terkait dengan program PEN Kemenkop UKM meliputi Banpres Produktif untuk Usaha Mikro melalui pemberian dana hibah sebesar Rp2,4 juta, Pembiayaan Investasi Kepada Koperasi melalui LPDB-KUMKM, Subsidi KUR, dan Subsidi Non-KUR (BLU-Koperasi). Untuk Banpres produktif usaha mikro diklaim Kemenkop UKM sudah tersalur 100 persen.

Senada dengan Kemenkop UKM, BI pun menggeber programnya yaitu strategi korporatisasi melalui penguatan kelembagaan UMKM; strategi kapasitas dengan mendorong peningkatan kemampuan UMKM; dan strategi pembiayaan yang dilakukan untuk memperluas alternatif sumber permodalan UMKM.

Genjot Stimulus Fiskal

Upaya pemerintah untuk memperkuat UMKM sebenarnya masih perlu ditingkatkan. Hal itu dikatakan Tauhid Ahmad, Direktur Eksekutif INDEF yang mengatakan stimulus fiskal dalam bentuk subsidi bunga sebesar Rp34,15 triliun untuk UMKM dalam program PEN masih relatif kecil. Sebab peningkatan stimulusi ini sangat penting, mengingat pelaku usaha di Indonesia mayoritas adalah UMKM.

Apalagi Usaha Mikro menyerap sekitar 107,2 juta tenaga kerja (89,2%), Usaha Kecil 5,7 juta (4,74%), dan Usaha Menengah 3,73 juta (3,11%). Sementara Usaha Besar menyerap sekitar 3,58 juta jiwa (Data Kementerian koperasi dan UKM, 2017).

“Dengan porsi 97% tenaga kerja nasional, seharusnya prioritas pemulihan ekonomi perlu diletakkan pada UMKM ketimbang usaha besar. Salah satu hal yang perlu didorong adalah perluasan restrukturisasi kredit bagi UMKM di atas Rp 10 miliar dengan kategori “lancar”. Penting pula meningkatkan akses kredit bagi UMKM di tengah pandemi, mengingat 88,30% persen pelaku usaha mikro dan kecil tidak terakses kredit,” kata Tauhid.

Berbagai kebijakan perkuatan UMKM yang dijalankan pemerintah tersebut akan diuji efektivitasnya seiring datangnya resesi. Apakah dosis kebijakan itu sudah tepat untuk mengatasi tekanan yang dahsyat? waktu yang akan menjawabnya. (Kur).

pasang iklan di sini