
Peluang News, Jakarta – Manajemen Vale Indonesia (INCO) menyatakan proses pengerjaan dua proyek pertambangan dan pengolahan nikel yang tengah dikembangkan perusahaan tersebut, yaitu proyek tambang Bahodopi dan proyek Pomala hingga saat ini masih terus berprogres.
Plt. CEO PT Vale Indonesia Tbk Bernardus Irmanto mengatakan Perusahaan akan terus menjaga komitmen untuk tumbuh secara bertanggung jawab dan memberikan kontribusi nyata bagi visi hilirisasi industri nasional.
“Saat ini Tambang Bahodopi telah memulai fase ramp-up [persiapan produksi], sementara pembangunan proyek Pomalaa terus berjalan sesuai rencana,” ujarnya melalui keterangan tertulis terkait penyelenggaraaan RUPS Perusahaan itu yang dirilis akhir pekan ini.
Kedua proyek tersebut ditargetkan akan memperkuat peran Vale dalam rantai pasok nikel yang tangguh dan rendah karbon.
Manajemen Perusahaan tambang nikel itu sebelumnya menargetkan proyek smelter Bahodopi dapat selesai pada tahun 2025. Terutama setelah, perusahaan bersama Taiyuan Iron & Steel (Grup) Co., Ltd (TISCO) dan Shandong Xinhai Technology Co., Ltd (Xinhai) melakukan penandatanganan kerangka kerja sama terkait investasi.
Penandatanganan Perjanjian Investasi dan Kerja Sama untuk Proyek Blok Bahodopi itu telah dilakukan pada Selasa (6/9/2022).
Perusahaan itu menyatakan telah berkomitmen untuk melakukan kegiatan penambangan yang berkelanjutan. Dalam proses produksinya, smelter ini akan menggunakan teknologi rendah karbon.
Smelter Bahodopi dalam proses pengolahannya akan akan menggunakan teknologi rotary kiln-electric furnace (RKEF). Selain itu, untuk kebutuhan listrik perusahaan, Vale juga akan menggunakan pembangkit pembangkit listrik tenaga gas (PLTG).
Proyek tambang dan smelter tersebut menelan investais senilai total US$ 10 miliar atau Rp 154 triliun. Proyek INCO ini masing-masing tersebar di tiga wilayah besar di Pulau Sulawesi yaitu di Bahodopi, Pomalaa, dan Sorowako.
Di Pomalaa, INCO membangun proyek High Pressure Acid Leaching (HPAL) dengan menggandeng Zhejiang Huayou Cobalt dan Ford. Proyek HPAL senilai Rp 70 triliun ini memiliki kapasitas produksi nikel berupa mixed hydroxide precipitate (MHP) sampai 120.000 ton per tahun yang diestimasikan selesai pada 2026.
“Di tengah tantangan pasar, kami telah mengoptimalkan proyek-proyek investasi, meningkatkan efisiensi operasional, dan menjaga disiplin keuangan secara pruden. Upaya ini memungkinkan kami memberikan imbal hasil kepada pemegang saham tanpa mengorbankan strategi pertumbuhan jangka panjang dan komitmen keberlanjutan kami,” ujarnya.
Sementara itu, RUPST Vale yang digelar pada Jumat (16/5) menyetujui Laporan Tahunan Perseroan tahun buku yang berakhir 31 Desember 2024, termasuk Laporan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan serta Laporan Pengawasan Dewan Komisaris.
Pada 2024, di tengah tekanan ekonomi global dan penurunan harga nikel, Perusahaan itu dapat terus menggenjot pencapaian kinerja mencatatkan kinerja tangguh serta terus menunjukkan kepemimpinan dalam keberlanjutan, inovasi, dan pembangunan nasional.
Pada periode itu, Vale mencatatkan biaya pokok penjualan per ton nikel terendah dalam tiga tahun terakhir, yaitu sebesar AS$9.374, mempertahankan rekor nihil kecelakaan fatal (zero fatality), serta mencapai angka Total Recordable Injury Frequency Rate (TRIFR) terbaik sepanjang sejarah operasional, didukung oleh lebih dari 13,3 juta jam kerja aman di tiga proyek strategis: Indonesia Growth Project (IGP) Morowali, IGP Pomalaa, dan IGP Sorowako Limonite.
Dalam pencapaian penting lainnya, PT Vale berhasil memperoleh perpanjangan izin operasional dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) tanpa pelepasan lahan. Ini mencerminkan kepercayaan kuat dari pemerintah serta mengukuhkan peran jangka panjang Vale dalam mendukung agenda hilirisasi nasional dan transisi energi.