hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Berita  

PPATK: 3,8 Juta Penjudi Online Pengutang

Kemkomdigi Menindak 43 ribu Konten Judol Selama 1-6 Januari 2025
Ilustrasi/Dok. Ist

PeluangNews, Jakarta – Perjudian online (judol) masih menjadi persoalan serius yang belum terselesaikan hingga kini. Meski penindakan dilakukan, tetapi judol masih tetap berlangsung di Tanah Air.

Menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sebanyak 3,8 juta dari 8,8 juta pemain judol atau daring pada 2024 adalah pengutang.

“Di 2024, dari 8,8 juta pemain, 3,8 jutanya memiliki pinjaman. Jadi, dia main judi online plus minjam uang di bank,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam acara Program Mentoring Berbasis Risiko (Promensisko) di Gedung PPATK, Jakarta, Kamis (8/5/2025).

Ivan mengutarakan data tersebut meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2023, kata dia, sebanyak 2,4 juta dari 3,7 pemain judol adalah pengutang.

“Pertanyaan berikutnya, kalau dia tidak punya akses kepada bank, lalu dia tetap harus beli makan, bayar sekolah, dan macam-macam, dia pinjamnya ke mana? Dia pinjamnya larinya ke pinjol (pinjaman online),” ujar dia.

Karena itu, Ivan memandang bahwa bermain judol turut berdampak secara sosial, dan memberikan tekanan yang luar biasa bagi penjudi tersebut.

Dia mengungkapkan berdasarkan data PPATK pada 2024, kelompok masyarakat berpendapatan rendah cenderung menghabiskan 73% uangnya untuk bermain judol.

“Dulu kemungkinan dapat Rp1 juta dibuang cuma Rp300 ribu. Sekarang dapat Rp1 juta, Rp900 ribu bisa terbuang untuk judi online, atau bahkan seluruhnya. Ini bergerak terus dari 2017. Semakin boros untuk judi online,” kata Ivan, menandaskan

Dia lantas mengatakan pemain judol pada Januari-Maret atau Q1 2025 yang dikategorikan berpenghasilan rendah, yakni Rp0-5 juta, tercatat mencapai 71,6% dari total 1.066.970 pemain.

“Dibandingkan dengan 2024, 70,7% dari total pemain, 9.787.749 orang yang bertransaksi. Dibayangkan ini sangat masif saudara-saudara kita berpenghasilan rendah terlibat judi online,” kata Ivan, menutup.

Sementara itu, Presiden Direktur Koperasi BMI Group, Kamaruddin Batubara (Kambara), menilai minimnya tindakan tegas terhadap judol dan pinjol menjadi sinyal bahaya bagi cita-cita Indonesia Emas 2045.

Bahkan, dia mengingatkan jika kondisi ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin Indonesia justru akan menjadi bangsa yang “lemas” di tahun tersebut.

Kambara mengatakan itu menyusul laporan PPATK yang mengungkap perputaran uang dalam praktik judol mencapai Rp1.200 triliun pada tahun 2025.

Kambara sepakat judol dan pinjol ilegal adalah “lingkaran setan” yang mengancam masa depan bangsa, terutama generasi muda dan kelompok ekonomi menengah ke bawah.[]

pasang iklan di sini