Oleh: Ahmad Subagyo*
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Koperasi dan UKM, telah mengeluarkan Peraturan Menteri Koperasi Nomor 8 Tahun 2021 yang memberikan kerangka hukum bagi pembentukan dan operasionalisasi koperasi multi pihak (KMP). Peraturan ini bertujuan untuk memfasilitasi pengelompokkan anggota berdasarkan peranan kelompok dalam lingkup usaha tertentu, yang mencakup kesamaan kepentingan ekonomi, keterkaitan usaha, potensi, dan kebutuhan anggota
Sejak diberlakukannya peraturan tersebut, telah terjadi peningkatan signifikan dalam jumlah KMP. Hingga Oktober 2023, terdapat 62 KMP yang telah berdiri di berbagai wilayah Indonesia. Ini menunjukkan adanya minat dan kebutuhan yang besar terhadap model koperasi ini. Untuk mendukung pertumbuhan KMP, pemerintah telah meluncurkan berbagai program pendampingan. Salah satu program yang menonjol adalah Program Pendampingan Inisiasi Koperasi Multi Pihak yang berlangsung pada Oktober 2023. Program ini bertujuan untuk memberikan bimbingan dan dukungan kepada koperasi yang baru dibentuk agar dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan.
Pemerintah juga telah menekankan pentingnya modernisasi dan digitalisasi koperasi. Jumlah koperasi berbasis modern dan digital ditargetkan meningkat dari 250 pada tahun 2022 menjadi 400 pada tahun 2023, dan mencapai 500 pada tahun 2024. Upaya ini termasuk dalam strategi untuk menjadikan koperasi sebagai pilar ekonomi yang lebih kuat dan adaptif terhadap perubahan zaman.
Koperasi multi pihak dianggap sangat cocok bagi generasi milenial yang membangun startup. Model ini memungkinkan agregasi berbagai modalitas dan menjadi daya ungkit bagi perusahaan startup. Hal ini sesuai dengan tren ekonomi berbagi (sharing economy) dan kolaboratif yang semakin populer di kalangan milenial.
Pertumbuhan koperasi multi pihak di Indonesia dalam dua tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang positif, didukung oleh kebijakan pemerintah, program pendampingan, dan kolaborasi lintas sektor. Model koperasi ini tidak hanya memperkuat ekonomi kerakyatan tetapi juga menawarkan solusi inovatif untuk tantangan ekonomi modern, khususnya bagi generasi milenial dan sektor startup.
Koperasi Multi Pihak (KMP) muncul sebagai model bisnis yang inovatif dan inklusif, yang menggabungkan berbagai kelompok pemangku kepentingan dalam satu entitas koperasi. Di Indonesia, model ini mulai dikenal dan diadopsi dengan harapan dapat menjadi solusi atas berbagai tantangan ekonomi dan sosial yang dihadapi masyarakat. Artikel ini akan menggali potensi KMP di Indonesia dengan mengacu pada pembelajaran dari praktik dan model bisnis KMP di berbagai negara.
Koperasi Multi Pihak adalah koperasi yang melibatkan berbagai kelompok pemangku kepentingan seperti konsumen, produsen, pekerja, relawan, dan masyarakat umum dalam kepemilikan dan pengelolaan koperasi. Berbeda dengan koperasi konvensional yang biasanya homogen dalam keanggotaan, KMP memiliki anggota yang heterogen dengan latar belakang dan peran yang berbeda-beda. Hal ini memungkinkan KMP untuk mengagregasi berbagai modalitas dan sumber daya dari para anggotanya, sehingga menciptakan sinergi yang lebih besar dalam menjalankan usaha koperasi.
Perbedaan KMP dengan Koperasi Konvensional dapat ditinjau dari latar belakang anggota dan pengambilan Keputusan. Koperasi konvensional biasanya memiliki anggota dengan latar belakang yang homogen, seperti petani atau pekerja di sektor tertentu. Sementara itu, KMP memiliki anggota dengan latar belakang yang beragam, termasuk karyawan, mitra, pendiri, dan investor. Pada koperasi konvensional, pengambilan keputusan dilakukan melalui voting dengan prinsip satu orang satu suara. Di KMP, voting dilakukan di kelompok pihak anggota, dan keputusan final diambil dalam Rapat Anggota Paripurna dengan mekanisme proportional right voting atau lainnya.
Pembelajaran dari Praktik KMP di Dunia
Italia dianggap sebagai praktik terbaik dalam penerapan KMP di dunia. Saat ini, Italia memiliki sekitar 14.000 KMP yang sebagian besar bergerak di sektor sosial. Model ini telah terbukti fleksibel dan dapat diterapkan untuk berbagai kebutuhan bisnis, mulai dari jasa, produksi, konsumsi, distribusi, hingga sektor digital dan pertanian.
Di Kanada dan Prancis, KMP banyak digunakan untuk tujuan sosial, terutama di bidang kesehatan dan layanan sosial. Di Quebec, Kanada, KMP telah menjadi jenis koperasi yang berkembang paling cepat, dengan banyak koperasi yang berfokus pada sistem pangan berkelanjutan, perawatan anak, dan layanan Kesehatan.
Di Amerika Serikat, KMP banyak digunakan dalam sistem pangan berkelanjutan. Beberapa koperasi di AS, meskipun masih relatif kecil, telah menunjukkan potensi besar dalam menggabungkan berbagai kelompok pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan bersama dalam sektor pangan dan pertanian[4].
Potensi KMP di Indonesia
Pemerintah Indonesia telah mengakui potensi KMP dengan menerbitkan Peraturan Menteri Koperasi dan UKM No. 8 Tahun 2021 tentang Koperasi dengan Model Multi Pihak. Regulasi ini diharapkan dapat menjadi tonggak baru dalam pengembangan koperasi di Indonesia dan menjawab kebutuhan dunia bisnis yang terus berkembang.
Sektor pertanian di Indonesia menghadapi berbagai tantangan, termasuk dominasi petani kecil yang bekerja secara informal dan tingkat kesejahteraan yang masih rendah. KMP dapat menjadi solusi untuk meningkatkan keberlanjutan sektor pertanian dengan melibatkan kolaborasi antara petani, agen pakan, pembeli, dan pemasok. Model ini memungkinkan integrasi vertikal dari hulu ke hilir, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan kesejahteraan petani.
KMP juga memiliki potensi besar dalam sektor digital dan startup. Dengan masuknya talenta-talenta startup ke gerakan koperasi, diharapkan terjadi transfer pengetahuan, keterampilan, teknologi, dan modal ke dalam koperasi. Hal ini dapat mempercepat inovasi dan pengembangan bisnis berbasis koperasi di Indonesia].
Salah satu contoh penerapan KMP yang sukses di Indonesia adalah eFishery, sebuah startup yang bergerak di sektor perikanan. eFishery telah mengonsolidasikan ekosistem bisnisnya dengan berbasis KMP, melibatkan pembudidaya, agen pakan, pembeli, dan pemasok dalam satu entitas koperasi. Langkah ini telah membantu meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan rantai pasok industri perikanan di Indonesia.
Tantangan yang dihadapi ke depan adalah kurangnya Pemahaman dan Sosialisasi. Meskipun regulasi sudah ada, pemahaman tentang KMP masih terbatas di kalangan masyarakat dan pelaku usaha. Diperlukan sosialisasi yang lebih masif dan intensif untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang model ini. Banyak koperasi di Indonesia masih menghadapi keterbatasan modal dan sumber daya untuk mengembangkan usahanya. KMP membutuhkan dukungan modal yang lebih besar dan akses ke sumber daya yang lebih luas. Pengelolaan KMP lebih kompleks dibandingkan dengan koperasi konvensional karena melibatkan berbagai kelompok pemangku kepentingan dengan kepentingan yang berbeda-beda.
Strategi Pengembangan KMP ke depan dapat dilakukan melalui kegiatan Sosialisasi dan Edukasi. Pemerintah dan lembaga terkait perlu melakukan sosialisasi dan edukasi yang lebih intensif tentang KMP kepada masyarakat dan pelaku usaha. Hal ini dapat dilakukan melalui seminar, workshop, dan kampanye media. Adnya dukungan Modal dan Akses ke Sumber Daya. Pemerintah perlu menyediakan dukungan modal dan akses ke sumber daya yang lebih luas bagi koperasi, termasuk melalui program pembiayaan, subsidi, dan kemitraan dengan lembaga keuangan. Pelatihan dan pendampingan bagi pengelola koperasi sangat penting untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan KMP. Hal ini dapat dilakukan melalui program pelatihan, mentoring, dan pendampingan teknis.
Koperasi Multi Pihak memiliki potensi besar untuk menjadi solusi atas berbagai tantangan ekonomi dan sosial di Indonesia. Dengan belajar dari praktik dan model bisnis KMP di berbagai negara, Indonesia dapat mengembangkan KMP yang inovatif dan inklusif, yang mampu meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat secara keseluruhan. Dukungan regulasi, sosialisasi, dan penguatan kapasitas pengelolaan menjadi kunci sukses dalam pengembangan KMP di Indonesia.
*)Ketua Umum IMFEA, Ketua Umum ADEKMI, Warek III Ikopin University