hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Potensi Komoditas Perkebunan Tinggi

Jakarta (Peluang) : Komoditas perkebunan merupakan bagian dari industri agro yang berkontribusi sebesar 50,41 persen.

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan,  potensi komoditas perkebunan masih tinggi, utamanya kelapa, kelapa sawit, kakao, kopi, teh dan minyak atsiri.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya mengoptimalkan potensi komoditas perkebunan ini melalui hilirisasi industri yang mampu meningkatkan nilai tambahnya di dalam negeri.

“Tercatat triwulan II 2022, industri agro mampu memberikan kontribusi sebesar 50,41 persen  terhadap sektor industri pengolahan nonmigas,” ujar Agus dalam rilisnya, Selasa (4/10/2022).

Lebih lanjut, Agus menjelaskan begitu pula dengan pencapaian realisasi investasi baru yang berasal dari modal asing maupun dalam negeri pada periode tersebut meningkat hingga menyentuh Rp36,52 triliun. Angka ini melampaui periode yang sama tahun sebelumnya.

Industri hasil perkebunan merupakan salah satu bagian dari industri agro yang pada triwulan I-2022 kinerja ekspor sebesar 14,21 miliar dolar AS atau 56,6 persen dari total ekspor industri agro yang mencapai 25,12 miliar dolar AS.

Komoditas kelapa sawit dan minyak goreng merupakan produk ekspor utama Indonesia, mengingat Indonesia merupakan negara produsen terbesar kelapa sawit.

“Komoditas kelapa sawit menjadi model hilirisasi industri yang mampu mendorong ekspor produk bernilai tambah hasil kegiatan usaha pengolahan di dalam negeri,” kata Agus.

Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika menyampaikan, ekspor produk sawit mencapai hampir 89 persen dari komoditas perkebunan lainnya seperti kelapa, kakao, kopi, teh dan minyak atsiri.

Dalam sepuluh tahun terakhir, seiring dengan digalakkannya hilirisasi industri berbasis kelapa sawit, terjadi penambahan pesat jenis produk hilir komoditas tersebut, dari 54 jenis produk pada 2011 menjadi 168 produk pada 2021.

“Ekspor komoditas ini juga mengalami pergeseran dari hulu ke hilir. Pada 2010, volume ekspor hulunya 60 persen dan hilirnya 40 persen, sedangkan 2021 ekspor produk hilir mendominasi hingga 90,73 persen dan hulunya 9,27 persen,” ungkap Putu.

Adapun tantangan yang dihadapi dalam upaya hilirisasi kelapa sawit, jelas Putu, antara lain perlunya revitalisasi teknologi produksi CPO dan kebijakan tata kelola pemenuhan kebutuhan produk hilir minyak sawit untuk alokasi dalam negeri dan ekspor.

Selain itu, kendala tingginya input energi dan biaya logistik pada industri pengolahan minyak sawit khususnya yang berorientasi ekspor.

“Salah satu upaya yang perlu diambil untuk mengatasi tantangan tersebut adalah membangun pabrik pengolahan kelapa sawit di lokasi perkebunan,” kata Putu.

Pada komoditas atsiri, Indonesia memiliki cukup potensi untuk mengembangkan komoditas tersebut. Dari 99 jenis atsiri, terdapat 40 jenis yang tumbuh di Indonesia. Sebanyak 17 jenis atsiri telah dibudidayakan dengan tujuh jenis di antaranya merupakan unggulan.

Demikian pula dengan komoditas kelapa yang cukup berlimpah di Indonesia. Namun begitu, hilirisasinya masih terbatas pada industri gula kelapa, industri minyak kelapa, industri sabut kelapa, dan industri kelapa terpadu dengan contoh hasil produknya berupa santan dan air kelapa kemasan.

“Salah satu tantangannya adalah produk hilir kelapa didominasi oleh produk intermediate yang bernilai tambah rendah,” tukasnya.

Maka itu, menurutnya, Kemenperin mendorong riset dan pengembangan industri pengolahan kelapa di dalam negeri agar menciptakan produk-produk baru.

Sementara itu, di industri pengolahan rempah saat ini terdapat 182 industri bumbu masak dan penyedap masakan yang berkembang di Indonesia. 

“Namun demikian, Indonesia masih berada di posisi 18 untuk eksportir bumbu di dunia,” tambahnya.

Untuk meningkatkan ekspor, Kemenperin mengambil beberapa kebijakan, di antaranya promosi program Spice Up the World dan pengembangan restoran Indonesia di luar negeri.

pasang iklan di sini