MALANG—Kelompok Tani Sumber Makmur II di Desa Sumberngepoh, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur ingin membuktikan kepada generasi muda bahwa profesi petani bukanlah profesi memalukan.
Kelompok ini bercita-cita ingin mengembangkan UMKM lebih luas lagi tidak hanya sekadar kelompok tani. Poktan Sumber II mempunyai produk beras organik yang berkilau dengan nama Beras Lumpang Berlian.
Poktan yang beranggotakan 72 orang ini mempunyai lahan sawah untuk padi organik dengan luas 25 hektar, lahan sawah semi atau transisi organik seluas 10 hektar dan masih memiliki lahan padi konvensional seluas 13 hektar.
Menurut Ketua Kelompok Tani Sumber Makmur II Kemin Hardianto produksi padi dalam setahun panen tiga kali dengan produksi per musim 6-7 ton untuk jenis bibit MH dan 7 hingga 8 ton untuk bibit MK per hektarnya.
“Di samping beras putih varitas mentik wangi,chiherang,IR 64,Infari kami juga mengembangkan beras merah,hitam dan olahan paskapanen berupa sereal,” ujar Kemin melalui Whatsapp, Jumat (14/1/22).
Poktan ini menjual beras putih poles wangi dengan harga Rp14.000/kg, beras poles dengan harga Rp13.000 per kilogram, beras poles biasa,merah Rp22.500 per kilogram, beras hitam dengan harga Rp25.000 per kilogram dan sereal Rp25.000 per kilogram.
Namun menurut Kemin kesuksesan yang diraih Poktan Sumber Makmur II dalam bertani beras organik saat ini tidak didapat dengan mudah.
Karena memang diakui Kemin, petani beras organik harus memahami tentang bagaimana cara budidaya tanaman sehat seperti yang pernah ia dapat sewaktu masih menempuh pendidikan di Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT).
Pupuknya menggunakan pupuk dari ternak sapi dan ternak kambing, jerami digunakan karena tidak ada peternak yang membutuhkan sehingga limbah pertanian masuk ke lahan.
“Untuk penggunaan pupuk konvensional secara bertahap dikurangi sebanyak 25% setiap musim dan diganti oleh pupuk kandang hingga nanti tanaman menggunakan 100% pupuk kandang,” jelasnya
Sejarah berdirinya poktan ini bermula pada 1980-an terjadi krisis kelangkaan sarana produksi (saprodi) dan mahalnya harga pupuk, produksi padi menurun tajam terjadi paceklik pangan. Akhirnya para petani mendiri poktan pada 1984 untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
Anggota poktan diawali dengan minum kopi ada beberapa orang diskusi bagaimana mengatasi kelangkaan pupuk dan kebutuhan beras karena Desa Sumberngepoh salah satu desa potensi produksi beras. Para leluhur dulu bisa menciptakan daerah gudang beras mengapa kita tidak? Demikian pikir anggota Poktan.
Akhirnya petani memanfaatkan limbah pertanian,ternak dipakai sebagai pupuk. Tahun 2007 ada program Pemerintah pelatihan pertanian SLPHT diikuti 25 orang anggota poktan.
“Para alumni yang menjadi tokoh pertaniannya sekarang. Kami pun menjadi binaan Bank Indonesia. Menjadi binan bermanfaat mendapatkan pelatihan , bantuan sarana dan prasarana, termasuk fasilitasi sertifikasi Lesos ” tutup Kemin (Irvan).