hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Fokus  

Perang Dagang RI vs China, Akankah Terjadi?

Hasil penelitian Komite Anti Dumping Indonesia (KADI)  menemukan adanya dugaan praktik dumping atas produk keramik impor asal China. Laporan itu telah disampaikan ke Kementerian Perdagagan.

Pemerintah RI masih mengkaji apakah akan memberlakukan Bea Masuk Anti Dumping. Namun pengamat ekonomi mengingatkan bahaya yang akan timbul jika terjadi perang dagang antara RI vs China.

Berdasakan Peraturan Pemerintah (PP) 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping Tindakan Imbalan Dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Menteri Perdagangan memiliki waktu 14 hari untuk menindaklanjuti rekomendasi dari KADI.

Sejumlah pelaku industri mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan Peraturan Menteri keuangan (PMK) untuk bea masuk anti dumping (BMAD) atas keramik impor asal China. Pelaku usaha menilai PMK itu mendesak diterbitkan segera untuk menyelamatkan industri dalam negeri.

Pemerintah tentu harus berhati-hati dalam mengambil keputusan agar tidak berujung pada perang dagang. Sebab, dampak yang akan ditanggung Indonesia dikhawatirkan justru akan semakin meluas. Kebijakan ini dikhawatirkan dapat berdampak signifikan terhadap berbagai sektor ekonomi, terutama industri dalam negeri dan hubungan internasional.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Rhenald Kasali  mengingatkan agar

Indonesia dapat belajar dari Amerika Serikat. Perang dagang yang terjadi antara China dan Amerika yang terjadi beberapa waktu yang lalu membuat Donald Trump belajar banyak  AS saat itu mengalami kekurangan barang barang sanitasi, masker, keramik, dan handuk.

Ia juga mengatakan bahwa kebijakan perdagangan tidak harus melulu soal tarif atau barrier, namun bisa lebih berfokus pada pembangunan industri yang kuat daripada hanya mendirikan pabrik. Dengan kata lain, fokus utama seharusnya ada pada pengembangan infrastruktur industri yang berkelanjutan.

 

Tidak Terburu-Buru

Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah mengingatkan agar pemerintah tidak terburu buru dalam mengimplementasikan kebijakan anti dumping,

“Jika dilakukan secara sembrono, kebijakan ini bisa menimbulkan risiko berkepanjangan. Saya melihat nanti Indonesia juga akan diperlakukan sama oleh negara lain terhadap produk-produk dari dalam negeri,” ujarnya.

Ketergantungan Indonesia pada produk impor, khususnya keramik, masih cukup tinggi. Saat ini kebutuhan keramik di Indonesia mencapai 150 juta m². Namun saat ini baru bisa terpenuhi sekitar 70 juta m². Dengan demikian, kebijakan ini dapat memperburuk defisit pasokan keramik dalam negeri dan dapat berdampak pada proyek-proyek konstruksi serta industri terkait lainnya.

Menurut pengamat ekonomi Faisal Basri, kebijakan atas bea impor ini harus benar-benar dianalisis dengan cermat, karena nantinya akan berdampak signifikan pada ekonomi Indonesia.

Ia mengungkapkan bahwa peningkatan impor dari China ini terjadi pada periode Juli 2021 hingga Juni 2022, hal ini disebabkan oleh pemulihan ekonomi pasca covid-19, dan fenomena ini juga terjadi pada Negara lain. Hal ini menunjukan adanya perubahan dinamika perdagangan global yang tidak bisa

dihindari dan harus dikelola dengan bijak kedepannya.

 

Tekstil Paling Terganggu, Keramik Beda Kasus

Dikabarkan sebanyak 21 pabrik tekstil tutup, ribuan pekerja terkena PHK, 31 lainnya menyusul. Situasi itu terjadi karena banjir impor ilegal.

“Tetapi yang terjadi saat ini, mengikuti langkah industri tekstil, asosiasi kosmetik, alat elektronik dan keramik telah ikut meminta perlindungan. Padahal, masing-masing berbeda case-nya,” ujar Rhenald.

Ia mempertanyakan mengapa asosiasi hanya bebicara soal dumping dan pabriknya.

Menurut dia, pada industri tekstil kasus yang terjadi sudah jelas. Namun, di industri keramik, data-data yang diajukan asosiasi perlu diverifikasi kembali karena banyak yang tak sesuai dengan kenyataan di lapangan.

 

“Benar, tekstil kita terpukul. Tetapi industri elektronik dan keramik harus membangun struktur industri yang kuat dan pemerintah wajib memberikan insentif yang menarik.”

Ia mencontohkan, produk keramik lokal (yang disebut red body-HS Code 6907.23) sebetulnya sulit disaingi barang impor kendati adanya persaingan dengan barang dari China. Sebabnya, Indonesia merupakan penghasil tanah liat yang kaya. Jadi, keramik red body Indonesia jika diberi insentif akan semakin bagus. Sedangkan China fokus pada keramik Porselen (HS code 6907.21) karena dibuat dari kaolin yang berlimpah di negara mereka dan untuk pasar gen z menengah ke atas.

“Persaingan dan market-nya berbeda. Yang mau diproteksi yang mana? Tujuannya proteksi apa? Apakah hanya ingin ikut perang dagang?” ujarnya.

Rhenald mengingatkan agar pelaku usaha di Indonesia tidak sedikit-sedikit mencari jalan pintas, seakan-akan tarif anti dumping ratusan persen menjadi solusi terbaik. Padahal situasi ini bisa memicu pembalasan pada kategori industri lain yang menjadi komoditas ekspor Indonesia.

Ini tentu situasi yang tidak mudah. Pemerintah perlu melindugi pelaku industri dalam negeri, tetapi di sisi lain juga harus melindungi kepentingan ekonomi yang lebih luas. (drp)

pasang iklan di sini