
Peluang News, Jakarta – Pemerintah diingatkan Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu untuk menghindari kebijakan yang inkonsisten dan pengumuman mendadak. Sebab hal itu dapat memberikan sinyal buruk kepada pasar/investor.
“Kita harus sadar bahwa kebijakan yang tidak dikelola dengan baik bisa memicu arus modal keluar,” ucap Mari Elka dalam kegiatan Mandiri Investment Forum 2025 (MIF) di Jakarta, Selasa (11/2/2025).
Apalagi saat ini perekonomian global juga tengah menghadapi ketidakpastian, terutama akibat kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang berpotensi memicu inflasi dan defisit di negara tersebut. Artinya, kondisi pertumbuhan secara umum akan melambat dan suku bunga yang tinggi untuk jangka waktu lebih lama.
“Ini berarti ruang bagi kebijakan moneter kita terbatas. Kita mungkin perlu mempertahankan suku bunga yang sama, tetapi selisih suku bunga kita dengan The Fed cukup besar,” ujarnya.
Di sisi lain, Indonesia juga memiliki keterbatasan ruang fiskal, yang kini juga diiringi dengan perdebatan mengenai efisiensi anggaran versus stimulus dan kebijakan yang lebih terarah untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
Mari Elka mengingatkan Indonesia harus menjaga sumber pertumbuhan dalam negeri seperti konsumsi dan belanja pemerintah, terutama di tengah ketidakpastian eksternal.
“Karena ketidakpastian tersebut serta potensi arus modal keluar akibat penguatan dolar AS, di mana sekitar 70 persen modal global mengalir ke AS, Indonesia akan semakin rentan terhadap arus modal keluar,” jelas Wakil DEN.
Menteri Perdagangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini, meminta pemerintah perlu memastikan kebijakan makro berjalan selaras, baik fiskal maupun moneter, serta menghindari kebijakan yang berisiko atau dia sebut sebagai ‘do no harm’.
Mari Elka menambahkan, pemerintah juga perlu menggunakan pendekatan ‘do good’ atau memperbaiki kebijakan domestik.
Beberapa poin yang berkaitan dengan konsep itu termasuk reformasi sektoral; meningkatkan kepastian hukum, konsistensi regulasi, dan efisiensi operasional; serta memperbaiki iklim investasi dan biaya bisnis.
“Reformasi sektoral memang tidak mudah, tapi itu bisa dilakukan dari sekarang dan memberikan sinyal soal itu menjadi penting,” ujarnya. (Aji)